Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus kepemilikan
senjata api ilegal dan peluru tajam,
Kivlan Zen meminta majelis hakim membebaskan dirinya dari perkara yang menjeratnya. Ia berpendapat dakwaan yang telah disusun jaksa penuntut umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap.
Kivlan menyoroti dakwaan jaksa yang menyebut dirinya bertemu dengan Helmi Kurniawan alias Iwan-- terdakwa untuk kasus yang sama, di Lubang Buaya pada 1 Oktober 2018.
Dakwaan itu menyebutkan Kivlan memerintahkan Iwan agar membeli senjata api. Kivlan keberatan. Menurutnya, pertemuan tersebut terjadi secara singkat pada 2 Oktober 2018 dan sama sekali tidak membicarakan soal senjata.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kivlan menilai waktu terjadinya tindak pidana atau
tempus delicti yang disusun jaksa tidak cermat sehingga menjadi tidak jelas dan tidak lengkap.
"Dimohon Yang Mulia Majelis Hakim mengambil keputusan yang adil dan menolak dakwaan ini, serta membebaskan terdakwa dari perkara ini," kata Kivlan saat membacakan eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/1).
Kivlan Zen menjalani sidang lanjutan dengan agenda pembacaan eksepsi terdakwa dan penasihat hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/1). (CNN Indonesia/ Ryan Hadi Suhendra) |
Lebih lanjut, mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) itu menyoroti perihal peluru tajam yang menjadi objek hukum yang menjeratnya. Berdasarkan pemeriksaan laboratoris kriminalistik Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri No. Lab: 2310/BSF/2019 tertanggal 19 Juni 2019, hanya dilakukan pemeriksaan terhadap 112 peluru tajam. Sementara jaksa mendakwa Kivlan dengan kepemilikan 117 peluru tajam.
"Tidak pernah disebutkan dari mana asal peluru tajam, demikian juga terhadap ke-4 senjata api oleh penuntut umum sehingga kebenaran memasukkan ke Indonesia atau ke luar dari Indonesia tidak pernah dijelaskan," ucap Kivlan.
"Sehingga tidak lengkap dakwaan tersebut," lanjutnya.
Sebelumnya jaksa penuntut umum mendakwa Kivlan atas kepemilikan empat senjata api dan 117 peluru tajam. Ia juga disebut menerima aliran dana dari Habil Marati yang merupakan terdakwa dalam kasus perencanaan pembunuhan terhadap empat tokoh nasional.
Hakim pada persidangan Desember lalu juga sudah menetapkan status Kivlan sebagai tahanan rumah sejak 12 Desember 2019. Hal ini mempertimbangkan alasan kesehatan Kivlan.
[Gambas:Video CNN] (ryn/pmg)