Salah satu gudang tembakau di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, jadi tempat belajar siswa selama pandemi virus corona (Covid-19). Metode belajar di gudang tembakau itu tidak seperti sekolah aktif, melainkan guru menggunakan sistem kunjungan.
Dengan metode tersebut, selain siswa belajar secara daring, guru memberi waktu bertatap muka langsung pada hari-hari tertentu. Pertemuan di gudang tembakau jadi sarana siswa berkonsultasi soal pelajaran selama daring di rumah.
Pelajar yang menempatkan gudang tersebut merupakan siswa kelas 2 di SD Negeri Kapedi 1, Kecamatan Bluto. Jumlahnya kurang lebih 22 murid.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Widayanti (35), inisiator metode sekaligus wali murid kelas 2 mengatakan belajar dengan metode kunjungan digagasnya setelah mendapat masukan dari orang tua siswa agar cara belajar anaknya bisa diawasi.
"Makanya, kami menaruh siswa untuk belajar di gudang. Lagian rumah siswa jaraknya juga tidak jauh dari lingkungan di sini. Apalagi sistem ini memang sangat didorong oleh orang tua siswa," kata Widayanti kepada CNNIndonesia.com, Rabu (22/7).
Menurutnya, gudang tembakau tersebut hanya sebagai sarana pertemuan. Sebab bila bertemu di sekolah, belum diberi izin.
"Gudang ini milik salah satu wali murid. Sebelumnya sudah minta izin untuk meminjam lokasi. Setiap pagi, kunci pagar sudah terbuka," ungkapnya.
Ia menyampaikan dalam sepekan, kegiatan belajar hanya berlaku tiga hari, yakni Senin hingga Rabu. Durasi pelajaran dua jam. Pada hari itu siswa boleh ikut pelajaran boleh tidak. Akan tetapi, pihaknya tetap memantau lewat daring.
"Siswa di sini tetap dipantau ketat untuk menjaga jarak dan menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa face shield. APD ini kami buat sendiri, kemudian dibagikan kepada siswa," respons perempuan kelahiran 1986 tersebut.
Sementara itu, orang tua siswa, Nikmah, mengaku lebih leluasa jika sekolah segera diaktifkan. Alasannya, sistem daring yang diterapkan selama pandemi kurang produktif. Ia menuturkan saat di rumah, siswa lebih banyak bermain.
"Kalau ada pertemuan kayak gini, enak. Anak bisa belajar dan berkumpul bersama teman-temannya. Kalau di rumah, belajarnya kurang teratur," ujarnya.
Nikmah mengungkapkan belajar menggunakan sistem daring juga semakin menambah beban. Di antaranya, menuntut orang tua harus memiliki ponsel pintar dan paket data untuk mengakses internet.
"Android ada, hanya tiap hari tidak punya paketan pulsa. Jadinya minta wifi kepada tetangga," kata dia.
(nrs/wis)