Sidang Peninjauan Kembali (PK) terhadap terpidana buron kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra ditutup tanpa keputusan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam sidang yang digelar untuk kali keempat itu, Majelis Hakim yang diketuai Nazar Effriandi tak menyebutkan sidang bakal kembali dilanjutkan atau dihentikan.
Namun demikian, tim jaksa yang diwakili Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Negeri Jaksel, Ridwan Ismawanta menolak untuk menandatangani klausul berita acara persidangan sebagai kesimpulan akhir persidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai persidangan, Ridwan menyatakan penolakan berdasarkan pada klausul yang menyebutkan, 'akan diteruskan sesuai perundang-undangan yang berlaku'. Meski belum dipastikan, namun ia menduga klausul tersebut memungkinkan berkas persidangan akan diserahkan ke Mahkamah Agung (MA).
"Mohon izin majelis. Sikap kami termohon, dalam hal ini sangat jelas, bahwa apabila persidangan ini, akan diteruskan ke MA, kami sangat menolak dan kami tidak akan menandatangani berita acara persidangan pada hari ini," ujar Ridwan kepada Majelis Hakim dalam persidangan, Senin (27/7).
Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, putusan yang dibacakan Majelis Hakim Nazar usai skors selama 1,5 jam itu, tak dibacakan dengan jelas. Permohonan yang disampaikan peserta sidang agar Majelis Hakim menggunakan pengeras suara juga diabaikan.
Tak lama usai sidang dimulai, Majelis Hakim mengucapkan beberapa kalimat disusul dengan ketukan palu. Disusul permintaan tanda tangan ke kedua pihak, yakni kuasa hukum Djoko Tjandra dan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Namun, permintaan tanda tangan itu ditolak oleh Ridwan selaku perwakilan dari tim jaksa. Ia beralasan, majelis hakim mestinya tegas membatalkan sidang PK Djoko Tjandra, sebab pemohon hingga sidang keempat tak bisa hadir dalam persidangan.
Kewajiban hadir dalam sidang, menurut Ridwan, telah diatur sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2020. Di situ disebutkan, permohonan PK dalam perkara pidana (dalam sidang pemeriksaan permohonan PK di pengadilan negeri) harus dihadiri oleh Terpidana atau ahli warisnya secara langsung, tidak bisa hanya dihadiri oleh Kuasa Hukum.
"Tapi di berita acara tertulis satu klausul akan diteruskan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Itu yang kami tolak. Makanya kami menolak, untuk menandatangani berita acara persidangan," jelas Ridwan.
Dengan keputusan tersebut, Ridwan mengatakan bahwa sidang PK Djoko Tjandra di PN Jaksel telah ditutup. Ia juga tak tahu kelanjutan terkait kasus tersebut. Menurutnya, hal itu telah menjadi kewenangan PN Jaksel.
"Sudah selesai. Sudah ditutup. Keputusannya enanti nggak tahu. Kalau diteruskan berarti ke MA," kata Ridwan.
Nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra kembali mencuat dalam beberapa pekan terakhir, usai kasusnya juga menyeret tiga nama petinggi di lembaga kepolisian, yakni Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan, PPNS Bareskrim, Prasetio Utomo.
Prasetijo dicopot dari jabatannya usai diketahui mengeluarkan surat jalan bagi Djoko Tjandra saat berada di Indonesia. Berikutnya, Kapolri pun mencopot dua perwira tinggi lain di Korps Bhayangkara karena terlibat dalam sengkarut penghapusan red notice atas nama buronan itu dari data Interpol sejak 2014 lalu.
Mereka adalah Kepala Divisi Hubungan Internasional Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo.
(thr/ain)