Tim jaksa penuntut umum (JPU) meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permintaan Djoko Tjandra untuk menggelar sidang Peninjauan Kembali (PK) secara virtual.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Negeri Jaksel, Ridwan Ismawanta dalam sidang lanjutan PK dengan agenda penyampaian pendapat jaksa. Pada sidang sebelumnya pihak buronan kasus cessie Bank Bali itu meminta sidang digelar secara virtual, sementara dia sudah tiga kali mangkir dari persidangan.
"Menolak untuk dilakukan persidangan PK secara daring, atau teleconferenc sebagaimana tertuang dalam surat permohonan Djoko S Tjandra yang dibacakan oleh kuasa hukum Djoko S Tjandra pada persidangan tanggal 17 Juli 2020," ujar Ridwan membacakan pendapatnya di PN Jaksel, Senin (27/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pemaparannya, tim jaksa menilai permohonan sidang secara online oleh Djoko Tjandra telah merendahkan martabat hukum, dan oleh karenanya hakim harus menolak permohonan tersebut.
Selain itu, Ridwan menyebut, tim jaksa juga meragukan surat keterangan sakit dan permohonan sidang online atau virtual dibuat oleh Djoko Tjandra sendiri. Oleh karena itu, menurut dia, kedua surat itu tak memiliki derajat hukum yang meyakinkan.
"Dengan demikian kami berpendapat, pemeriksaan sidang PK tidak dapat dilaksanakan secara online dan sudah sepantasnya majelis hakim tidak dapat diterima, permohonan Djoko Tjandsa. Dan berkas perkara tidak dilanjutkan ke MA," kata dia.
Hingga berita ini ditulis, Majelis Hakim yang diketuai Nazar Effriandi belum memutuskan kelanjutan sidang PK, termasuk permohonan sidang virtual yang diajukan Djoko Tjandra. Majelis hakim menunda sidang selama 1,5 jam, sebelum kemudian menentukan putusan.
"Dari termohon, bisa 1,5 jam (di-skors)?" Kata dia.
PN Jaksel hari ini kembali menggelar sidang PK yang diajukan terpidana buron, terpidana buron kasus "cessie" Bank Bali, Djoko Tjandra untuk kali keempat. Sejak kali pertama digelar pada 29 Juni, Djoko belum pernah hadir sekalipun dalam persidangan, karena alasan sakit.
Menanggapi, ketidakhadiran Djoko, tim jaksa juga meminta Majelis menggugurkan PK Djoko. Tim jaksa yang diwakili Ridwan menilai, Djoko telah melanggar Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012 dan Pasal 265 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Djoko Tjandra diketahui divonis bebas terkait kasus cessie Bank Bali dengan pertimbangan bukan merupakan perbuatan pidana melainkan perdata. Delapan tahun usai vonis bebas, Kejaksaan Agung mengajukan PK atas putusan bebas Djoko ke Mahkamah Agung (MA) pada 2008 lalu.
MA menerima PK yang diajukan jaksa. Kemudian majelis hakim menyatakan Djoko bersalah dan menjatuhkan hukuman dua tahun penjara. Selain itu, uang miliknya di Bank Bali sebesar Rp546,166 miliar dirampas untuk negara.
Namun, sehari sebelum vonis tersebut, Djoko melarikan diri. Sejumlah pihak menduga dia berada di Papua Nugini. Ia lantas ditetapkan sebagai buron hingga kini.
Belakangan Djoko kembali menuai polemik usai diketahui berada di Jakarta untuk mengurus e-KTP lalu mendaftarkan PK ke PN Jaksel. Masuknya Djoko ke Indonesia tidak terdeteksi pihak berwajib.
(thr/osc)