Pimpinan KPK disebut tidak melakukan gelar perkara terkait operasi tangkap tangan (OTT) di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) maupun pelimpahannya ke kepolisian.
Hal itu dikatakan terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Direktur Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK Aprizal (APZ). Menurut Febri, keputusan KPK melimpahkan kasus OTT UNJ ke kepolisian juga tidak didahului dengan gelar perkara.
"Tim Pendamping WP menemukan fakta dugaan tidak ada ekspose atau gelar perkara di tingkat pimpinan sebagaimana seharusnya dilakukan untuk membahas hasil dan tindak lanjut penyelidikan, termasuk keputusan pelimpahan penyelidikan ke aparat penegak hukum lain," kata Anggota Tim Pendamping Wadah Pegawai (WP) KPK Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Kamis (3/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hal ini juga kami pandang perlu diurai lebih cermat agar persoalan yang sesungguhnya dapat dipetakan dan jika ada pelanggaran dapat diproses lebih lanjut," lanjutnya.
Menurut Febri, tuduhan pelanggaran etik terhadap Aprizal juga sebetulnya adalah pelaksanaan tugas selaku Dumas untuk melakukan pengumpulan informasi serta koordinasi atau pendampingan terhadap Inspektorat Kemendikbud.
Pelaksanaan tugas tim Dumas saat itupun didasarkan Surat tugas dan sesuai dengan tugas dan fungsi Dumas yang diatur di Peraturan KPK Nomor 3 Tahun 2018.
KPK, kata eks aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) itu, juga perlu menjalankan fungsi mekanisme pemicu atau trigger mechanism dan memberi dukungan kepada Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dalam menjalankan tugas pengawasan.
"Dumas sekaligus menjalankan tugas tersebut sebagaimana tertuang di Perjanjian Kerjasama dengan Kemendikbud yang sudah ada sejak 2017," tuturnya.
Menurut Febri, tim Dumas juga tidak membawa seorang pun dari pihak UNJ dan Kemendikbud ke Gedung KPK. Selain itu, tim Dumas juga tidak menyita uang atau barang bukti dugaan korupsi.
"Hal ini karena memang yang dilakukan Dumas bukan OTT. Persoalan kami pandang baru terjadi ketika ada perintah membawa orang-orang dari Kemendikbud atau UNJ," jelas Febri.
"Menurut hemat kami, inilah yang seharusnya juga didalami," kata dia menambahkan.
Oleh sebab itu, Febri meminta agar Dewan Pengawas KPK turut memanggil pihak Inspektorat dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik dengan terperiksa Aprizal. Tim Pendamping WP KPK juga mengajukan saksi dari pimpinan KPK, Nawawi Pomolango.
Sidang kode etik Aprizal kembali digelar Kamis (9/3) siang. Persidangan akan dilanjutkan Selasa (8/9) pukul 09.00 WIB dengan agenda pemeriksaan saksi dari pihak terperiksa dan pemeriksaan terperiksa.
Dugaan pelanggaran kode etik ini pertama kali dilaporkan oleh Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Namun begitu, Boyamin mengaku bingung karena pihak Terperiksa adalah Aprizal, bukan Deputi Penindakan KPK Karyoto seperti yang ia laporkan.
OTT UNJ ini dilimpahkan KPK ke Polri dengan alasan tak ditemukan unsur penyelenggara negara. Polda Metro Jaya kemudian menyetop kasusnya dengan dalih tidak menemukan pelanggaran pidana.
(dmi/arh)