Kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) total DKI Jakarta yang akan diberlakukan mulai Senin (14/9) membuat para pedagang makanan mulai mengencangkan tali pinggang.
Salah satunya, pemilik warteg di daerah Palmerah, Jakarta Barat, Ardhi. Dia mengaku terkejut kala mendengar pengumuman Anies akan kembali memberlakukan PSBB.
Namun, rasa kagetnya berubah menjadi cemas karena ia tak boleh melayani pembeli untuk makan di tempat dan hanya boleh menjual untuk take away.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, sekitar 70 persen pembeli biasanya makan di tempat. Artinya, ia berpotensi kehilangan 70 persen omzet harian. "Ya untuk keluhan sih di dine in (makan tempat), soalnya kan warteg saya ada di pinggir jalan, target pasarnya kan orang yang lagi jalan," katanya kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (12/9).
Kebanyakan pelanggan Ardhi juga merupakan karyawan yang bekerja di sekitar daerah Palmerah. Jika perkantoran ditutup, pendapatan Ardhi pun dipastikan merosot drastis.
Pun begitu, ia menyebut belum akan mengurangi lauk yang akan disediakan. Karena, hingga saat ini belum ada pemberitahuan dari RT/RW, PSBB pun belum jelas kepastiannya.
Alasan lainnya, Ardhi masih berharap dapat meraup penjualan seperti di masa transisi yaitu sekitar Rp300 ribu per harinya.
Meski tak asing dengan PSBB dan siap melaksanakan protokol kesehatan di wartegnya seperti sebelumnya, namun Ardhi berharap ia masih bisa berjualan seperti normal, tak perlu dibatasi.
Tapi, kalau soal kesehatan, dia memang setuju kalau PSBB kembali diterapkan. Dengan catatan, ini akan menjadi yang terakhir kalinya.
Sementara, Keke (43) menyebut akan meliburkan diri pada hari pertama PSBB dilakukan. Penjual nasi kotak di Tanah Abang ini mengaku memilih untuk 'main aman'.
Dia menyebut pendapatan harian sejak Tanah Abang kembali beroperasi merosot tajam, lebih dari 50 persen. Dia khawatir, kalau berjualan malah akan menuai rugi.
Belajar dari pengalamannya pada PSBB pertama, banyak toko yang tutup dan masyarakat pun tak banyak yang mampir ke gedung grosir pakaian di kawasan Jakarta Pusat itu.
"Libur dulu lah, liat dulu gimana habis Senin. Jualan juga ga seberapa, pada bawa makan sendiri sekarang," curhatnya.
Sejak virus corona masuk RI pada Maret lalu, bisnis Keke semoncer dulu. Ia tak bisa lagi bersenda gurau dengan pelanggannya di sela-sela berdagang. Sekarang, semua orang berjaga jarak, bawa makan sendiri, dan mengerem pengeluaran.
Lihat juga:Kepastian PSBB Total Jakarta Diumumkan Besok |
Walhasil, pendapatan pun merosot. Semenjak beberapa bulan lalu, Keke mengaku tak lagi rajin menjajal makanan di Tanah Abang seperti dulu. Kini, ia memilih mulai mencoba berjualan secara daring kepada orang-orang terdekat.
Meski tak signifikan, namun setidaknya masih mencukupi kebutuhannya sehari-hari. "Untungnya anak saya sudah gede, cari uang sendiri, ga pusing lagi," katanya.
Ia berharap Pemprov DKI dapat bersikap tegas jika benar-benar mau mengentaskan rantai penyebaran pandemi. Pasalnya, ia sering melihat masyarakat yang bandel dan tak mematuhi protokol. "Ga diapa-apain tuh," dumalnya.
Jika tidak, Keke menilai PSBB berkali-kali pun tak akan berdampak banyak. Angka penyebaran masih akan tinggi."Harapannya jangan lagi ada PSBB berjilid-jilid, kayak sinetron aja," pungkasnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jilid dua pada Senin (14/9). Keputusan Anies untuk menerapkan kembali PSBB didasari sejumlah hal.
Di antaranya mengenai proyeksi rumah sakit rujukan di Jakarta tidak akan sanggup bertahan hingga 17 September 2020. Penambahan kasus positif harian di Jakarta diketahui terus melonjak. Sejak awal September, kasus positif bertambah hingga 1.000 kasus setiap harinya.
PSBB total berarti semua kegiatan kerja, sekolah, dan ibadah kembali ke rumah lagi seperti beberapa bulan lalu sebelum masa transisi dilakukan. Sementara, untuk kegiatan ekonomi dibatasi. Terkecuali, untuk 11 sektor usaha yang dianggap penting bagi kelangsungan hidup masyarakat.
Sektor usaha yang boleh beroperasi, yaitu kesehatan, bahan pangan/makanan/minuman, energi, dan komunikasi dan teknologi informatika. Lalu, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, dan industri strategis.
Kemudian, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu serta pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Catatannya, operasional tetap dilakukan seminimal mungkin dan protokol ketat.
(wel/eks)