SATU TAHUN JOKOWI-MA'RUF

Ragam UU Kontroversial selama Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf

CNN Indonesia
Selasa, 20 Okt 2020 08:48 WIB
Sejumlah UU kontroversial lahir dalam setahun, yakni UU KPK, Minerba, UU Mahkamah Konstitusi (MK), dan terbaru Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker).
Presiden Joko Widodo. (Biro Pers Sekretariat Presiden)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sederet revisi undang-undang kontroversial muncul di tahun pertama periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Meski menuai banyak kritik, revisi hingga Rancangan Undang-undang (RUU) itu tetap disahkan oleh pemerintah dan DPR.

Tercatat empat revisi UU telah disahkan sejak Jokowi dilantik pada 20 Oktober setahun silam, yakni UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), UU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), UU Mahkamah Konstitusi (MK), dan terbaru Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker).

Gelombang demo penolakan berbagai UU itu pun pecah di sejumlah daerah. Pada September 2019, demo besar-besaran dari kelompok mahasiswa dan masyarakat sipil mulai muncul usai pengesahan UU KPK.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Demo yang berujung ricuh itu berbuntut pada ratusan korban luka baik dari mahasiswa, masyarakat sipil, maupun aparat keamanan.

Gelombang demo serupa terjadi belakangan usai pengesahan UU Ciptaker. Demo digelar selama beberapa hari dari kalangan buruh dan mahasiswa di sejumlah daerah. Puncaknya, kericuhan terjadi dalam aksi demo 8 Oktober lalu.

Di Jakarta, fasilitas umum berupa halte bus Transjakarta dan pos polisi juga rusak akibat dibakar massa. Sikap Jokowi yang terkesan abai pun dikritik. Mantan wali kota Solo itu tak kunjung merespons berbagai penolakan publik terhadap UU kontroversial tersebut.

Ia justru melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Tengah untuk melongok proyek food estate atau lumbung pangan di tengah gejolak demo UU Cipta Kerja di depan istana.

Jokowi baru menyikapi UU Ciptaker sehari usai demo. Dalam pernyataannya, ia menyebut para penolak UU Ciptaker ini termakan hoaks dan disinformasi soal substansi UU tersebut.

Dalam menanggapi pengesahan UU KPK tahun lalu pun, Jokowi terbilang irit bicara. Jokowi saat itu menegaskan tak bakal menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mencabut UU KPK. Ia enggan berkomentar lebih jauh soal polemik yang muncul di masyarakat.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati tak memungkiri kepemimpinan Jokowi di periode kedua sangat berbeda dengan periode pertama sebagai presiden.

Wasisto menilai, di periode kedua Jokowi cenderung mengambil kebijakan non-populis.

"Periode kedua ini menunjukkan perilaku akrobatik presiden 180 derajat. Dulu periode pertama bersikap populis, sekarang lebih condong ke lingkaran oligarkis," kata Wasisto saat dihubungi CNNIndonesia.com belum lama ini.

Sikap Jokowi yang cenderung abai terhadap berbagai pengesahan UU tersebut mencerminkan bahwa mantan gubernur DKI Jakarta itu lebih mementingkan kepentingan elite ketimbang publik secara luas.

Hal itu, kata dia, semakin menegaskan karakter Jokowi sebagai penguasa.

"Sekarang ini tidak ada moral untuk kembali sebagai pemimpin yang populis tapi cenderung menunjukkan karakter sebagai penguasa sesungguhnya. Lebih condong otoritatif dalam pemerintahan," ujarnya.

Wasisto yang kini menempuh pendidikan magister di Australia ini mengatakan, sikap Jokowi di periode kedua ini tak lebih dari membayar utang politik kepada para elit politik. "Sehingga dia mengambil sikap anti populis dari berbagai kebijakan itu," tutur dia.

Jebakan Periode Kedua

Sikap abai ini juga dinilai tak lepas dari jebakan periode kedua. Seorang pemimpin di periode kedua cenderung gagal lantaran tak bisa lepas dari buntut kritik kinerja di periode pertama.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan, gelombang demo penolakan terhadap berbagai UU kontroversial itu menjadi puncak kekecewaan publik di tahun pertama periode kedua Jokowi.

"Jadi ada akumulasi penghakiman publik terhadap Jokowi. Sudah banyak kritik, di periode kedua ini kritiknya makin banyak, dan itu yang gagal disadari," ucap Zainal.

Sikap Jokowi yang tertutup dan minim partisipasi terhadap berbagai pembahasan UU menjadi pelengkap kekecewaan masyarakat di periode kedua.

Setumpuk kekecewaan itu yang diyakini Zainal semakin menggerus kepercayaan publik terhadap Jokowi.

Ia curiga Jokowi sengaja bersikap abai dan cenderung 'semaunya' lantaran tak bakal terpilih kembali. Sesuai aturan perundang-undangan, jabatan presiden hanya dapat berlaku satu kali dalam lima tahun dan dapat perpanjang dalam satu periode.

Sejak pemilihan presiden tahun lalu, Jokowi sendiri pernah mengungkapkan tak lagi punya beban memimpin Indonesia lima tahun ke depan. Ia mengaku siap mengambil kebijakan luar biasa di periode kedua pemerintahannya.

"Jangan-jangan itu alasannya. Tidak ada beban itu harusnya diterjemahkan 'gas pol' untuk masyarakat. Tapi ternyata ketika membentuk kabinet, membentuk kebijakan, itu yang ternyata dia maksud tanpa beban," ujarnya.

Langkah konstitusional melalui gugatan ke MK bisa menjadi opsi melawan berbagai regulasi tersebut. Namun Zainal ragu menyusul pengesahan UU MK yang juga serba dikebut untuk disahkan.

Sementara dari aspek sosial masyarakat, sangat memungkinkan dengan pembangkangan sipil tanpa kekerasan. Ia berpendapat, pembangkangan sipil memang harus dilakukan.

Alasannya, selama ini proses legislasi yang dilakukan DPR dan pemerintah telah melangkahi dan membelakangi kemauan publik.

"Ini bukan kali pertama, ini udah kuatrik dalam hitungan beberapa bulan. Mulai dari UU MK, UU KPK, UU Minerba. Saya lihat ini kebalik, yang dinginkan publik, misal UU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual) dicuekin. Saatnya perlawanan sipil dilakukan, pembangkangan sipil menurut saya penting," kata dia.

Menurutnya, publik harus menunjukkan sikap ke pemerintah dan DPR. Apalagi, UUD mengenal kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD.

UU Kontroversial dan Sistem Kebut Pembahasan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER