Fredrich Yunadi, terpidana kasus perintangan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Upaya hukum ini ditempuh Fredrich usai Mahkamah Agung (MA) memperberat hukumannya menjadi 7,5 tahun pidana penjara, dari semula 7 tahun penjara.
Pengajuan PK mantan kuasa hukum Setya Novanto itu dibenarkan oleh Jaksa KPK, Takdir Suhan. PK tersebut didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya, kami telah menerima pemberitahuan jadwal persidangannya," kata Takdir kepada wartawan dalam keterangan tertulis, Rabu (21/10).
Takdir menuturkan sidang perdana akan dilaksanakan pada Jumat, 23 Oktober 2020. Ia berujar jaksa penuntut umum bakal menghadiri agenda sidang tersebut.
"Agar beda, kami akan menghadiri persidangannya," kata dia.
Sementara itu, Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan upaya hukum PK merupakan hak setiap terpidana.
"Tentu nanti Jaksa KPK juga akan memberikan pendapat terkait dalil dan alasan yang diajukan oleh pemohon PK," kata Ali.
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini meyakini putusan terhadap Fredrich di pengadilan sebelumnya sudah berdasarkan fakta-fakta hukum dan kekuatan alat bukti mengenai perbuatan tindak pidana yang bersangkutan.
"Sehingga KPK meyakini tidak ada kekhilafan, kekeliruan yang nyata dan pertentangan dalam pertimbangan putusan tersebut," imbuhnya.
Berdasarkan hal di atas, Ali meminta MA agar dapat mempertimbangkan harapan publik dengan memberikan putusan yang dapat membuat efek jera para pelaku tindak pidana korupsi, termasuk Fredrich Yunadi.