Riwayat Tiang Monorel, 'Batu Nisan' Infrastruktur DKI

CNN Indonesia
Jumat, 23 Okt 2020 14:04 WIB
Tiang Monorel yang kini telantar sudah bermasalah soal keuangan sejak awal pembangunan, meski memiliki tujuan baik, yakni mengurai kemacetan.
Tiang-tiang monorel kini bak 'monumen infrastruktur', dinilai tanpa fungsi dan mengganggu estetika. (Foto: Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tiang-tiang Monorel di Jakarta, yang diusulkan dibongkar karena dinilai tak memiliki lagi fungsi dan merusak estetika, memiliki sejarah panjang lintas Gubernur DKI. Harapan soal infrastruktur transportasi yang terintegrasi sempat terpicu pada masanya.

Diberitakan sebelumnya, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)-Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di DPRD DKI Jakarta meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencopot tiang sisa proyek Monorel Jakarta karena mengganggu estetika kota.

"Betul itu [mengganggu pemandangan]. Nah itu lebih baik dicabut, andai kata dipakai juga pemakaiannya juga tidak akan maksimal," kata Ketua Fraksi PKB-PPP DPRD DKI Hasbiallah Ilyas, Kamis (22/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Proyek Monorel Jakarta sendiri mulai dibangun pada 14 Juni 2004 pada era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso alias Bang Yos. Saat itu, Presiden kelima RI Megawati Soekarno turut meresmikan pembangunannya.

Dikutip dari berbagai sumber, Sutiyoso saat itu memang merencanakan pembangunan transportasi terintegrasi. Mulai dari Monorel, mass rapid transit (MRT), TransJakarta, hingga waterway. Tujuannya, mengurai macet di ibu kota.

PT Jakarta Monorail saat itu berencana membangun dua jenis rute yang melewati daerah-daerah strategis. Yakni, rute Blue Line dan Green Line. Pertama, Blue Line berbentuk jalur tak melingkar sepanjang 14,2 km. Rutenya dari Kampung Melayu hingga Tanah Abang dengan mencakup 12 stasiun.

Rinciannya, rute ini mencakup Tebet-Saharjo-Menteng Dalam-Casablanca-Ambasador-Sudirman WTC-Menara Batavia-Dukuh Atas-Kebon Kacang-Tanah Abang-Cideng-Tomang-Taman Anggrek.

Kedua, Green Line, merupakan jalur lingkat sepanjang 14,8 km. Jalur ini menghubungkan Casablanca hingga Jl. HR. Rasuna Said dengan mencakup 15 stasiun.

PT Jakarta Monorail dan PT Adhi Karya pun sudah membangun tiang-tiang Monorail sebanyak 90 unit di sepanjang Jalan Rasuna Said dan Jalan Asia Afrika, Jakarta.

Setelah diresmikan, masalah mulai muncul, terutama terkait keuangan dan tudingan penggelembungan nilai proyek (mark up). Perjanjian pun dibatalkan meski sudah dipegang oleh berbagai perusahaan konstruksi dari berbagai negara.

Mulai dari perusahaan MTrans Malaysia, Omnico Singapura, hingga perusahaan dalam negeri mulai dari PT Jakarta Monorail, PT Inka dan PT Bukaka Teknik Utama. Pada 2005, PT Adhi Karya mengambil saham Omnico dan lagi-lagi proyek ini gagal lantaran masalah pendanaan.

Pada 2008, Gubernur DKI saat itu Fauzi Bowo alias Foke menyetop pembangunan proyek ini. PT Jakarta Monorail minta ganti rugi senilai Rp600 miliar. Foke menolak dan hanya akan membayar sesuai rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maksimal Rp204 miliar.

Infografis Perjalanan Panjang Proyek MRT(CNN Indonesia/Fajrian)

Pada era kepemimpinan Joko Widodo di DKI, proyek ini kembali dilanjutkan pada 2013. Setahun berjalan, proyek ini kembali mangkrak lantaran perjanjian kerjasama yang tidak rampung. Alasan Jokowi saat itu, ingin berhati-hati melengkapi syarat investasi dan pengembang.

Usai menggantikan Jokowi sebagai DKI-1, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terang-terangan mengatakan bakal memutus kontrak dengan PT Jakarta Monorail.

Berbagai sumber menyebut PT Jakarta Monorail meminta hak mengelola properti seluas 200 ribu meter persegi. Hal ini yang membuat DKI tak melanjutkan kembali kerjasamanya.

Ia menyebut tiang-tiang itu akan diambi alih untuk proyek Light Rapid Transit (LRT). Ahok pun berharap pembangunan LRT tak sampai mangkrak seperti Monorel.

"Ini (LRT) jangan sama kayak Monorel, setelah peletakan batu pertama jadi batu nisan," cetus dia, 2015.

Pada 2017, wacana pembongkaran tiang-tiang Monorail itu sempat dicetuskan di era Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat. Namun, hingga hari ini tiang tersebut masih berdiri tegak di jalan besar Ibu Kota.

Infografis Negara dan Korporasi Urunan Bangun LRT Jabodebek(CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

Saat mulai membangun proyek LRT Jabodebek, 2017, PT Adhi Karya nyatanya lebih memilih membangun tiang baru di tengah Jalan HR Rasuna Said ketimbang memanfaatkan tiang monorel yang ada di sisi jalan. Tiang-tiang itupun semakin terabaikan.

Merespons nasib tiang monorel itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan akan berkoordinasi di internal terkait nasib tiang-tiang itu.

"Nanti saya akan laporkan ke gubernur gimana baiknya ke depan. Prinsipnya semua kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh jajaran sebelumnya atau pimpinan sebelumnya kita akan sinergikan," ucap dia.

(ctr/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER