Debat publik putaran kedua Pilkada Kota Surabaya antara pasangan calon Eri Cahyadi-Armuji versus Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno berjalan sengit. Kedua pihak saling menyerang.
Machfud-Mujiaman kerap menyinggung soal kinerja Pemkot Surabaya selama ini yang tak maksimal. Mereka secara langsung menyebut Eri tak bekerja banyak selama menjadi birokrat di Pemkot Surabaya sebelum jadi calon wali kota.
Menjawab kritikan, Eri dan Armuji kemudian memaparkan beragam prestasi dan data soal keberhasilan Pemkot Surabaya di bawah kepemimpinan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam mengatakan pasangan Eri-Armuji masih memakai strategi yang sama seperti debat pertama lalu. Mereka bertameng keberhasilan Risma untuk bertahan.
"Mereka masih terlihat defensif atas prestasi Risma karena merasa masih menjadi bagian dari Pemkot Surabaya," kata Surokim kepada CNNIndonesia.com, Kamis (19/11).
Menurut Surokim, wajar jika mereka kerap menggunakan nama atau kinerja Risma. Dia mengatakan bahwa Risma memang masih menjadi magnet elektoral lantaran pengaruhnya yang besar berkat menjabat wali kota selama 10 tahun.
![]() |
Kendati demikian, dalam beberapa sesi debat, Eri-Armuji sesekali sudah bisa lepas dari Risma Sentris. Mereka mulai berani memaparkan programnya serta apa yang akan mereka lakukan ke depan secara konkret.
"Eri-Armuji Sudah mulai bisa keluar dari pola Risma Sentris dan mencoba menambahkan what should they do lebih konkret sehingga gagasannya lebih terasa," ucap dia.
Sementara pasangan Machfud-Mujiaman, kata Surokim, masih memakai pola yang sama seperti debat putaran pertama lalu, yaitu dengan strategi kritik dan menyerang kelemahan Kota Surabaya.
Berulang kali Machfud-Mujiaman memaparkan kejanggalan yang mereka ditemui di lapangan selama masa kampanye lalu mengaitkannya dengan kinerja buruk Pemkot Surabaya.
"Paslon nomor 2 masih memakai pola yang sama dengan pola yang dikembangkan pada debat pertama dengan strategi serang kritik dan eksplore kelemahan dengan case-case yang terjadi di Surabaya" ucap dia.
![]() |
Machfud dan Mujiaman juga mewarnai debat putaran kedua dengan menjual kisah sedih seorang warga Surabaya. Serangan dimulai saat Mujiaman maju membawa foto warga yang ia temui selama kampanye.
Mulai dari lansia yang tak mendapat bantuan, hingga keluarga yang belum memiliki jamban serta perkampungan kumuh.
Menurut Surokim, meski menampilkan kisah nelangsa sebagai bukti pelayanan publik yang diskriminatif di Kota Surabaya, serangan pasangan nomor 2 begitu mudah dipatahkan. Sebab, narasi kritik jadi lebih dominan ketimbang solusi yang ditawarkan.
"Jika tidak dibarengi dengan strategi memberi solusi membumi dan rasional saya pikir sulit efektif apalagi untuk pemilih high context culture," kata Surokim.
Secara umum Surokim menilai debat kedua Pilkada Surabaya kali ini berlangsung lebih menarik, lebih alami, dinamis, santai dan konstruktif.
![]() |
Menurutnya debat kedua ini juga jauh lebih baik dari debat sebelumnya. Hal positif itu, dapat dilihat dari cara kedua kubu membangun argumen, dengan adu data sepanjang debat.
Sementara itu, Pakar Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Kacung Marijan, mengatakan bahwa jalannya debat kedua lebih berimbang. Tak ada yang menonjol dan dominan.
Hal itu berbeda saat debat putaran pertama lalu, yang menurutnya Machfud-Mujiaman mampu lebih dominan, sementara pasangan Eri-Armuji terkesan pasif.
"Semakin seru, lebih baik dibandingkan pertama, saat debat pertama paslon 2 lebih menonjol dan paslon 1 pasif. Sekarang keduanya relatif imbang," kata Kacung.