Penolakan warga untuk mengikuti testing, tracking, dan treatment (3T) dapat memperbesar risiko penularan Covid-19 hingga pada risiko kematian.
Satgas Covid-19 menyebut mereka yang masih menolak mengikuti 3T harus diberi pemahaman. Jika tidak mereka akan menjerumuskan diri pada penderitaan.
Kepala Sub Bidang Tracking #SatgasCovid19 Kusmedi Priharto mengungkap salah satu tujuan 3T bagi orang yang terpapar Covid-19 adalah keselamatan diri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebutkan pasien yang terdeteksi lebih awal akan lebih mudah dirawat, sebelum rasa sakit Covid-19 kian memburuk. Angka kesembuhan karena perawatan cepat ini berada di atas 80 persen.
"Mereka yang tidak mau di-testing itu justru kasihan. Menemukan pasien dalam kondisi awal untuk diobati itu jauh lebih mudah dan tidak menyiksa dirinya. Bayangkan jika ia sudah sampai masuk ke ICU, itu angka kehidupannya hanya 5 persen," ucap dia dalam Talkshow 'Berburu Zona Hijau: Testing, Tracing, Treatment' di Media Center Satgas Covid-19 yang diunggah akun Youtube BNPB, Kamis (19/11).
Keterlambatan penanganan ini sangat berisiko karena dapat menyebabkan kematian. Padahal jika akses tersedia, yakni melalui 3T, seharusnya kematian ini dapat dihindari. Belum lagi penularan ke orang-orang terdekat mereka.
Kusmedi menyebutkan saat ini timnya mengejar target untuk melakukan tracing terhadap 30 orang dari satu pasien Covid-19 dan testing terhadap 1 orang per seribu penduduk. Tujuan utama target ini adalah untuk memutus rantai penularan Covid-19.
Ia menyebut pencapaian target ini tidak mudah karena ada penolakan. Jalinan koordinasi hingga tingkat RT pun dilakukan dengan melibatkan 7.000 petugas pelacakan.
Mereka melacak di di 1.612 puskesmas di 51 kabupaten/kota dalam 10 provinsi.
"Tracking itu seperti pekerjaan intelijen, jadi mencari orang-orang yang bertemu dengan orang itu dalam waktu tertentu. Sehingga dibutuhkan informan-informan. Dari Satgas Covid-19 sudah memfasilitasi," ucap dia.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Covid-19 Sonny Harry B. Harmadi mengungkapkan untuk memutus mata rantai Covid-19 melalui 3M dan 3T perlu didukung oleh perubahan perilaku.
Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa tes bukan perkara menakutkan dan sakit karena Covid-19 bukanlah aib.
"Kami sedang menyusun panduan mental untuk mengubah paradigma dan persepsi masyarakat bahwa kalau mereka dites dan dilacak maka mereka mau melakukan apa yang kita harapkan," ucapnya.
(ayo/fef)