Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus menggalakkan pelacakan atau tracing sebagai upaya penanggulangan pandemi Covid-19. Salah satu strategi yang dilakukan adalah menerapkan kebijakan wajib mengisi buku tamu bagi pengunjung di hotel, restoran, kantor, dan tempat umum lain.
Dari pendataan di buku tamu, petugas akan dapat melakukan pelacakan kondisi kesehatan lewat nama dan nomor telepon pengunjung apabila ditemukan kasus terkonfirmasi positif di lokasi-lokasi tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti mengatakan, penerapan buku tamu di tempat umum dan tempat-tempat yang sering dikunjungi warga sesuai pedoman pelacakan kontak erat yang telah disusun oleh Dinas Kesehatan. Dalam pedoman tersebut, setiap kasus positif akan dilakukan pelacakan kontak oleh petugas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setiap kasus positif akan dilakukan pelacakannya oleh petugas Puskesmas Kecamatan domisili yang mendapatkan laporan, dengan melakukan penyelidikan epidemiologi dan investigasi kepada kasus positif serta menggali 30 kontak erat," kata Widyastuti pada Selasa (24/11).
Pelacakan itu sendiri tidak dilakukan dengan sembarangan. Menurut Widyastuti, petugas dari Pemprov DKI akan melakukan pelacakan secara komprehensif sesuai riwayat perjalanan kasus positif, baik di lingkungan rumah, tempat kerja, sampai tempat umum yang dikunjungi.
"Sebagai contoh, jika seorang kasus positif datang ke suatu restoran dengan mengisi buku tamu beserta jam kunjungnya, maka akan lebih mudah untuk mengetahui kontak erat kasus positif yang juga berada di restoran tersebut pada jam yang sama sesuai catatan pada buku tamu," jelasnya.
Pihaknya kemudian akan melakukan pelacakan pada orang-orang di sekitar pasien yang terkonfirmasi positif selama beberapa waktu sebelum mulai gejala atau sebelum diketahuinya hasil laboratorium. Hasil penelusuran tersebut yang bakal menjadi informasi tentang siapa yang memenuhi memenuhi kriteria kontak erat, untuk kemudian diperiksa dengan swab test.
Selain itu, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta juga membekali petugas pelacak dengan kemampuan persuasif agar warga lebih terbuka menjelaskan riwayat kontak. Hingga saat ini, di lapangan masih ada stigma negatif terhadap pasien Covid-19 di masyarakat, sehingga warga enggan menjelaskan aktivitas dengan jujur.
"Sering menyangkal/denial atau tidak membuka diri, sehingga terkadang tracing terbatas hanya di rumah tinggalnya dan tempat kerja. Padahal, ada saja kemungkinan aktivitas sosial lain dari pasien, seperti riwayat bepergian, riwayat ke tempat umum, dan sebagainya. Keberhasilan mengenali kontak erat dari pasien sangat membutuhkan kerja sama dan keterbukaan pasien atau keluarganya dengan petugas tracing yang melakukan wawancara," ungkap Widyastuti.
Nesia, seorang karyawan kantor di kawasan Tendean, Jakarta Selatan, menyatakan setuju atas ketentuan mengisi buku tamu tersebut. Buku tamu itu dinilai akan mendata orang-orang yang beraktivitas di tempat dan jam tertentu dengan lebih baik.
Terlebih, yang perlu dilakukan hanya menuliskan nama dan nomor telepon. Ia juga sepakat bahwa pelacakan merupakan salah satu kunci untuk menekan penyebaran Covid-19. Dengan pelacakan yang masif, menurutnya, potensi penularan dapat diminimalisir.
"Misalnya, saya menginap di hotel hari Senin, terus saya mengisi buku tamu, dan kebetulan beberapa hari kemudian diketahui ada tamu yang menginap pada hari yang sama ternyata positif, jadi saya bisa dikontak untuk diperiksa. Coba kalau tidak, susah untuk melacaknya," tutur Neisa.
(rea)