Terdakwa kasus suap dan gratifikasi Rezky Herbiyono disebut meminjam KTP Yoga Dwi Hartiar untuk membeli lahan sawit di Padang Lawas, Kabuapten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 2017.
Hal itu disampaikan Yoga kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat memberikan kesaksian dalam agenda persidangan kasus dugaan suap pengaturan perkara di sejumlah pengadilan dengan terdakwa eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman dan Rezky.
"KTP saya dipinjam, belakangan saya tahunya itu untuk yg sawit itu," kata Yoga saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (25/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Yoga tidak mengetahui secara detail siapa pemilik awal ladang sawit tersebut. Ia pun mengaku hanya sempat berkunjung ke kawasan itu dua kali dalam tahun 2015.
Yoga pun mengaku sempat mengonfirmasi hal itu secara langsung kepada Rezky. Namun menurutnya saat itu Rezky beralasan meminjam nama Yoga agar aset yang dimilikinya tidak selalu atas nama Rezky.
"Saya juga tanya ke Rezky waktu itu, 'buat apa?', lalu dia jawab 'Enggak, buat ini saja sih, agar tidak banyak-banyak namaku', dia bilang hanya gitu. Detailnya saya tidak tanya, karena saya pikir dia keluarga, istilahnya keluarga inti istri saya," jelas dia.
Sebelumnya, mantan staf Rezky di PT Herbiyono Industri Energi Calvin Pratama mengungkapkan, selain PT. Herbiyono, Rezky juga memiliki sejumlah usaha lain, yakni Showroom di Surabaya dan lahan kelapa sawit.
"Kalau nggak salah jumlah sekitar Rp13 miliar. Saya juga pernah melihat dokumen-dokumen itu balik atas nama Rezky dan Rizki Aulia waktu itu," tutur Calvin.
Dalam perkara ini, Nurhadi dan Rezky didakwa menerima suap sebesar Rp 45,7 miliar dari Dirut PT MIT, Hiendra. Uang suap diterima Nurhadi itu untuk membantu perusahaan Hiendra melawan PT KBN.
Selain suap, Nurhadi juga didakwa menerima uang gratifikasi mencapai Rp 37.287.000.000.00. Uang gratifikasi itu, diterima Nurhadi melalui menantunya Rezky dari sejumlah pihak.
Atas perbuatannya itu, Nurhadi dan Rezky keduanya didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
(khr/arh)