Jakarta, CNN Indonesia --
Rumah tangga Ilma mungkin jadi satu dari banyak keluarga yang ekonominya babak belur selama hampir satu tahun pandemi Covid-19. Akibat pandemi, Ilma dan keluarga harus terpaksa makan seadanya serta menjual perabot rumah tangga demi memenuhi kebutuhan harian.
Tak cuma menjual perabot rumah tangga, keluarga yang menetap di Depok itu juga harus kehilangan ponsel dan sepeda motor yang ditarik leasing usai tiga bulan tak mampu membayar cicilan. Padahal, motor itu sebelumnya digunakan sang suami, Asep, untuk narik ojek daring.
Perempuan bernama Ilma Ferzia Handayani ini jadi terseok-seok untuk memikirkan kebutuhan makan harian. Pada satu periode, Ilma dan keluarga bahkan sampai hanya mengonsumsi makanan olahan tepung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, awal-awal pandemi memang hancur. Motor hilang. Perabotan juga dijualin. Dari awal corona suami udah enggak kerja," katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (11/12).
Ilma adalah ibu dari tiga anak. Dua anak di antaranya masih berusia dua dan lima tahun. Anak sulungnya berusia tujuh tahun yang kini memasuki tahun kedua di sekolah.
Bersama suami dan anak, Ilma menempati sebuah rumah yang berada di lorong selebar tak lebih dari dua meter di RT 07 RW 01, Kelurahan Pasir Gunung Selatan, Cimanggis, Kota Depok. Tapi itu bukan rumah, hanya kontrakan yang baru ia tinggali bersama keluarga sejak tiga bulan terakhir.
 Ilustrasi. Pandemi Covid-19 membuat kondisi ekonomi sejumlah keluarga di Indonesia terseok-seok. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Ilma menempati kontrakan berpetak itu setelah harus pindah dari rumah neneknya yang tak jauh dari situ. "Di situ anak nenek 12 orang. Enggak mungkin saya numpang juga," katanya.
Kontrakan Ilma berderet dengan tiga kontrakan lain. Namun, di antara keempatnya, kontrakan Ilma terlihat begitu kontras. Ruang depannya bersih dari perabotan rumah tangga. Selain karena belum lama ditinggali, sejumlah perabotan rumah tangganya memang telah ia jual untuk menutupi kebutuhan makan sehari-hari.
Beberapa perabotan seperti mesin cuci, kasur, dispenser, kulkas, ponsel, hingga helm telah ludes dijual untuk menambal kebutuhan rumah tangga. Barang-barang itu ia jual secara daring dan seadanya. Biasanya ia jual lewat grup-grup jual beli di media sosial Facebook.
"Suami jual hp-nya. Jadi lebih mentingin makan sebenarnya. Cuma, kan, orang berpikirannya beda. Jadi kayak enggak mentingin," katanya.
Awal November lalu, Ilma, suami, dan ketiga anaknya bahkan hanya bisa makan olahan tepung selama seminggu. Tepung itu ia olah menjadi berbagai jenis untuk makan sehari-hari seperti donat dan kue.
"Kadang bikin bolu. Biar pun seadanya, dah. Tapi bentuknya udah enak. Buat anak-anak segitu udah senang," kata dia.
Tapi, perjuangan Ilma dan sang suami tak berhenti sampai di situ. Kini, suami Ilma harus menarik ojek daring dengan meminjam motor bapaknya.
Sebagai ojol, suami Ilma rata-rata sehari mendapat penghasilan Rp100 ribu. Jumlah itu masih kotor, belum dipotong untuk bensin dan makan di jalan. Sehingga, dalam sehari, ia menerima uang dari suamianya rata-rata Rp50 ribu.
"Enggak tentu. Kadang di rumah, buat suami buat bensin, di rumah Rp50 ribu, kalau ada motor," katanya.
Kini, dengan penghasilan itu, untuk membayar kontrakan sebesar Rp650 ribu per bulan, Ilma harus pintar-pintar menyisihkan uang. Dalam sehari, katanya, ia biasa menyisihkan beberapa untuk membayar tagihan.
Lebih dari 10 bulan pandemi, Irma mengaku baru dua kali menerima bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Ia ingat, dua kali bansos itu ia terima sekitar bulan Juni atau setelah Ramadhan.
Lewat dari empat bulan, ia baru menerima lagi bansos pada antara Oktober atau November. Dua-duanya ia terima dari provinsi. Sedangkan beberapa bansos lain, seperti pemerintah kota dan bantuan presiden, Ilma mengaku tak kebagian.
"Dapat banprov, enggak dapat [bantuan] presiden, maupun [bantuan] kota. Jadi salah satu aja. Saya dapat yang provinsinya, dua kali," kata perempuan asal Sumedang, Jawa Barat itu.
Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) sejak April memang telah menambah anggaran bansos untuk warga, terutama bagi mereka yang terdampak pandemi Covid-19.
Program Keluarga Harapan (PKH) misalnya, dari semula warga hanya menerima per tiga bulan, sejak April hingga Desember kala itu diwacanakan bakal menerima setiap bulan, untuk menjangkai 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Ada pula program Program Sembako lewat Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), yang diperluas dari semula menjangkau 15,2 juta menjadi 20 juta KPM, dengan jumlah penerimaan Rp150 ribu menjadi Rp 200 ribu.
 Ilustrasi. Selama pandemi Covid-19 menerjang Indonesia selama hampir satu tahun, Ilma hanya dua kali kedapatan bantuan sosial dari provinsi. (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA) |
Banpres diwacanakan menjangkau 1,9 juta keluarga (KK) dengan nilai Rp600 ribu yang akan diterima warga dua kali dalam sebulan, dengan nilai anggaran total mencapai sekitar Rp3,4 triliun.Demikian dengan bansos sembako Banpres yang mulai disalurkan untuk masyarakat terdampak Covid-19 di DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang dan Tangsel, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek), per 20 April.
Ilma sendiri mengaku tak tahu persis sejumlah bantuan itu. Dia juga tak terlalu yakin untuk menanyakannya pada RT/RW setempat. Pasalnya, Ilma dan keluarga masih kerap berpindah tempat tinggal.
"Takutnya saya tanyakan, ternyata saya dapat dan pindah jauh, malah repot, kan, RT/RW-nya nyari saya," kata dia.
Belakangan, Ilma juga turut kecewa saat mengetahui kasus korupsi Bansos yang menjerat Kemensos dan menterinya beberapa waktu lalu. Ia mengaku prihatin, sebab masih ada warga lain yang membutuhkan, selain dirinya.
"Kalau dibilang kecewa, ya, kecewa, karena kasihan sama yang belum dapat. Apalagi banyak yang kayak ngontrak," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dinas Sosial (Kadinsos) Kota Depok, Usman Haliyana menyatakan, memang ada beberapa bantuan sosial yang tak semuanya bisa diterima warga. Selain bantuan provinsi dan gubernur, pihaknya juga telah menyalurkan bansos kepada warga yang terdampak pandemi Covid-19.
Hingga saat ini, pihaknya baru tiga kali menyalurkan bantuan tersebut, antara Mei-Juli.
"Belum ada lagi kalau dari Depok," kata Usman kepada CNNIndonesia.com, Jumat (11/12) malam.
Ke depan, Usman mengatakan bansos di bawah Pemkot Depok kemungkinan akan diambil alih oleh Dinas Pertanian. Pemkot Depok, kata Usman, belum lama ini telah membahas aturan tersebut lewat Peraturan Daerah (Perda) dan telah disetujui oleh Wali Kota, sebelum kemudian disetujui di tingkat Provinsi atau Gubernur Jawa Barat.