Skema vaksinasi Covid-19 mandiri alias berbayar dinilai kontraproduktif dalam penuntasan pandemi Virus Corona. Padahal, Pemerintah mengklaim lebih mengutamakan aspek kesehatan ketimbang ekonomi.
Presiden Jokowi sempat menegaskan fokus utama pemerintah dalam pandemi ialah kesehatan dan keselamatan masyarakat. Hal itu, katanya, merupakan kunci perbaikan ekonomi.
"Kunci dari ekonomi kita agar baik adalah kesehatan yang baik. Kesehatan yang baik akan menjadikan ekonomi kita baik. Artinya fokus kita tetap nomor satu adalah kesehatan," kata Jokowi, dalam pembukaan Sidang Kabinet Paripurna untuk Penanganan Kesehatan dan Pemulihan Ekonomi Tahun 2021 melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (7/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa waktu kemudian, Pemerintah mencoba menebar optimisme di tengah pandemi degan mengabarkan kedatangan 1,2 juta dosis Vaksin Corona buatan perusahaan China, Sinovac, ke Indonesia.
Satgas Penanganan Covid-19 pun sudah mengkampanyekan vaksin itu dengan slogan 'Tak Kenal Maka Tak Kebal'.
Meski demikian, harapan rakyat untuk ke luar dari pandemi Corona di Indonesia kembali berhitung dengan uang. Pasalnya, pemerintah hanya menyediakan vaksin gratis sebanyak 30 persen pasokan yang ada.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto merinci 32 juta orang akan mendapat vaksinasi program pemerintah, serta 75 juta orang melakukan vaksinasi lewat jalur mandiri alias berbayar.
Pemerintah beralasan bahwa dua skema program vaksinasi menjadi gratis dan berbayar disebut karena masalah ketersediaan anggaran karena masih ada kebutuhan sektor yang lain.
Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman pesimistis wabah virus corona di Indonesia akan terkendali bila skema vaksinasi secara berbayar dijalankan oleh pemerintah. Sebab, skema berbayar akan sulit untuk mencapai target kekebalan komunitas atau herd immunity di Indonesia.
"Sulit memprediksi kapan pandemi berakhir bila skema [vaksin berbayar] ini ditetapkan. Karena dari sisi pengendalian pandemi ini bisa enggak menjamin strategi herd immunity atau kekebalan kelompok itu berjalan baik. Dalam analisa saya tidak akan tercapai," kata Dicky kepada CNNIndonesia.com, Senin (14/12).
Dicky lantas menjelaskan proses herd immunity melalui vaksinasi bisa tercapai apabila memenuhi tiga aspek. Yakni angka reproduksi ditekan seminimal mungkin, terjaminnya efikasi dan keamanan vaksin, dan program vaksinasi yang dilakukan menyeluruh hampir 100 persen.
Poin terakhir tadi, kata dia, akan sulit diakses oleh masyarakat kecil di Indonesia bila vaksinasi dilakukan berbayar. Masyarakat kategori miskin dan rentan miskin akan sulit mendapatkan akses terhadap vaksin karena kondisi hidup yang serba sulit saat ini.
Terlebih, kriteria pemberian vaksin gratis yang didengungkan pemerintah sampai saat ini belum terlihat jelas apakah akan menjangkau rakyat miskin secara luas atau tidak.
"Jadi ada pula kelompok rawan miskin. Ini mereka bukan kategori yang digratiskan dalam skema ini. Mereka dianggap mampu, tapi ga mampu. Dan jumlahnya di BPJS itu ada 20 jutaan. Saya yakin sekarang lebih besar lagi," kata dia.
Tak berhenti sampai disitu, Dicky menyatakan terdapat sebagian masyarakat Indonesia yang masih menganggap virus corona tak nyata selama ini.
Kelompok ini, kata dia, justru lebih mempercayai virus corona sebagai konspirasi. Hal itu yang menjadi tantangan tersendiri karena dikhawatirkan kelompok ini enggan divaksinasi meskipun nantinya diberlakukan secara gratis oleh pemerintah.
![]() |
"Ditambah sama ini, boro-boro capai [herd immunity] 100 persen. Ini akan menjauhi dari keberhasilan atau peluang keberhasilan herd immunity untuk akhiri pandemi," kata Dicky.
Di sisi lain, Dicky menilai vaksinasi secara berbayar hanya menguntungkan pihak penjual vaksin dan jejaringnya ketimbang menekan pandemi.
Menurutnya, praktek semacam tak lebih sebagai komersialisasi di tengah pandemi. Ia menyayangkan jual beli vaksin ketika masyarakat terpuruk.
"Skema gratis dan berbayar [vaksinasi] ini banyak mudaratnya. Lebih banyak kerugiannya. Enggak boleh ada upaya komersialisasi," ujar dia.
"Jangankan vaksin, misalnya ada upaya ambil keuntungan saat pandemi ini, seperti korupsi Rp10 ribu [oleh] Mensos. Semua apapun itu enggak boleh di situasi pandemi ini kita ambil keuntungan," kata Dicky.
Vaksin Hak Warga
Dicky menegaskan kebijakan vaksin gratis wajib diterapkan oleh pemerintah kepada seluruh warga negara tanpa terkecuali.
Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan pengejawantahan pemenuhan hak asasi bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk mengakses kesehatan yang baik oleh pemerintah.
"Betul itu kalau berbayar itu negara gak hadir. Vaksin itu mewujudkan hak untuk sehat, hak mendapatkan akses bagi penduduk masyarakat kita di tengah situasi ini. Vaksin ini harus ada dan disediakan gratis oleh pemerintah. Harus hadir," kata Dicky.
Dicky lantas membandingkan beberapa negara seperti Jepang, Singapura dan India yang memberikan secara cuma-cuma vaksin corona kepada masyarakatnya.
![]() |
"Ini situasi wabah. Ini ada dasarnya jelas selain adanya masalah human right, dan situasinya diamanati oleh UU Karantina Kesehatan, enggak boleh ada upaya komersialisasi," kata Dicky.
Senada, Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo menilai negara harus hadir dalam penyediaan vaksin gratis bagi masyarakat Indonesia.
Vaksinasi berbayar, kata dia, bukan merupakan kebijakan yang tepat. Pasalnya, vaksinasi virus corona semata-mata bertujuan untuk penanggulangan wabah secara luas. Bukan untuk di desain untuk kepentingan kesehatan individu masing-masing.
"Dan ini tidak bisa harus misalnya berbayar. Apalagi yang berbayarnya banyak proporsinya hingga 70-an persen. Kalau kita mau nangani pandemi ya seperti imunisasi bayi itu. Minimal 80 persen populasi itu harus ter-imunisasi," kata Widhu.
Windhu wajib untuk menjadikan vaksinasi sebagai program prioritas dan disediakan anggaran seluruhnya. Sebab, tujuan utama vaksinasi Corona adalah menekan wabah.
Selain itu, Windhu juga menyatakan vaksin bukanlah menjadi jalan utama dalam menyelesaikan pandemi Virus Corona. Sebab, terdapat alternatif lain yang tak kalah pentingnya yakni upaya pemerintah dalam melakukan tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) secara massal.
Ia pun berharap masyarakat bisa terus mematuhi program 3M; memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
(rzr/arh)