DKPP Akui Sumut Terbanyak Kasus Penyelenggara Pemilu

CNN Indonesia
Selasa, 15 Des 2020 11:39 WIB
DKPP mengungkapkan Sumut jadi provinsi terbanyak yang mengadukan kasus kode etik penyelenggara pemilu.
Ilustrasi gelaran pilkada. (Foto: CNN Indonesia/Hesti Rika)
Medan, CNN Indonesia --

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mencatat laporan terhadap penyelenggara pemilu di Sumatera Utara (Sumut) menempati urutan pertama.

Sementara, daerah di Sumut yang paling banyak laporannya ialah Nias, terutama terkait isu netralitas.

"Pengaduan yang masuk ke DKPP sebanyak 66 aduan. [Catatan] DKPP ini paling top di Nias. Karena pelapor di Nias paling tinggi. Kalau untuk se- Indonesia, Sumut masih menempati urutan pertama disusul Papua, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, Jawa Barat dan Jatim," ungkap  Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Alfitra Salamm di Medan, Senin (14/12) malam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini artinya kesadaran masyarakat terhadap pemilu tinggi dan potensi pelanggaran juga tinggi," lanjutnya.

Dia menambahkan mayoritas laporan yang diterima DKPP adalah dugaan keberpihakan penyelenggara terhadap pasangan calon Pilkada, pernyataan kontroversi yang dilontarkan penyelenggara, hingga perbuatan amoral atau pelecehan seksual.

"Pertama soal keberpihakan kepada paslon. Ini terjadi mengarah ke Nias Selatan. Keberpihakan ini perilaku yang sering dilakukan. Semua penyelenggara harus adil. Kemudian pernyataan kontroversi ini juga terjadi di Nias," bebernya.

Di sisi lain, Alfitra menyebutkan belakangan ini DKPP sering menerima aduan dari sesama penyelenggara pemilu, misalnya Bawaslu dan KPU yang saling melaporkan.

"Bawaslu melaporkan KPU, KPU melaporkan Bawaslu. Ini jeruk makan jeruk. Tapi ini cukup tinggi, mulai ngetren," selorohnya.

"Saya ingin ingatkan penyelenggara, Pilkada ini bukan kontestasi penyelenggara. Inilah akibat penyelenggara dalam memahami UU berbeda. Ini harus diakhiri sesama penyelenggara saling lapor. Tidak ada yang salah sesama penyelenggara saling melaporkan, halal. Tapi masyarakat akan aneh melihatnya," ucap dia.

Infografis Partai Langgar Protokol Corona di PilkadaInfografis Partai Langgar Protokol Corona di Pilkada. (Foto: CNN Indonesia/Fajrian)

Alfitra juga mencatat ada masalah perbedaan pemahaman dari sesama penyelenggara pemilu terkait regulasinya yang memang rumit.

"Regulasi Pilkada rumit, terlalu banyak aturan sehingga pemahaman penyelenggara berbeda dan kurang paham. Selain itu administrasi kependudukan kita sangat jelek, sumber masalahnya data kependudukan kita masih bersifat dualisme," ujar dia.

"KPU tidak percaya dengan Disdukcapil, Disdukcapil tidak percaya dengan KPU. Ini harus diakhiri. Jangan sampai carut marut ini berulang terus," paparnya.

Senada, Yeni Rambe, Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumut, mengakui banyak penyelenggara pemilu tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang minim pengetahuan soal regulasi pemilu.

"Terkait peraturan pemilu masih banyak penyelenggara terutama di tingkat jajaran bawah PPK, PPS bahkan KPPS yang tidak memahami regulasi sehingga ini berdampak pada etika," kata dia.

Menurut Yeni, hal ini memicu kebingungan dalam pelaksanaan Pilkada 2020. Misalnya, penyelenggara di Kecamatan Medan Kota, Medan Labuhan, Medan Johor, menganggap Formulir C Daftar Hadir sama dengan DPT (daftar pemilih tetap).

Infografis Daftar Istri Calon Penerus Suami di PilkadaInfografis Daftar Istri Calon Penerus Suami di Pilkada. (Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian)

Atau, penyelenggara di Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, Sumut, mencontreng pemilih yang belum menyalurkan hak suaranya.

"Dia (pemiliih ) protes dan menyampaikan kepada saksi dan pengawas TPS. Tapi sayangnya laporan dia tidak direspons. Padahal ini bisa dilakukan pemungutan ulang, tapi ini tidak terjadi," ucap Yeni.

(fnr/arh)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER