Polda Kalimantan Tengah meringkus seorang tersangka berinisial FA (30) yang diduga mengunggah dan menyebarkan konten provokatif bernuansa kebencian kepada pemerintah di media sosial Instagram.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kalteng, Kombes Pol Pasma Royce menyebut tersangka merupakan seorang simpatisan FPI.
"Dari hasil interograsi yang kami lakukan, diperoleh informasi bahwa FA ini adalah seorang simpatisan dari Front Pembela Islam (FPI)," kata Pasma melalui keterangan resmi, Rabu (23/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menuturkan bahwa tersangka kerap mengunggah video dan foto disertai kata-kata bernuansa kebencian. Tersangka juga warga yang tidak aktif bersosialisasi di masyarakat. Lebih sering menggunakan media sosial sebagai sarana berkomunikasi.
"Terbukti, dari seorang FA kamit elah menemukan 35 akun dari sejumlah HP yang dimilikinya," kata dia.
Kabid Humas Polda Kalteng, Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan bahwa penangkapan tersangka dilakukan sejak pekan lalu. Dia diringkus di wilayah Bukit Tinggi, Kabupaten Murung Raya, Kalteng pada Selasa (15/12).
Lihat juga:Suram Wajah HAM Rezim Jokowi Sepanjang 2020 |
Tersangka kerap mengunggah konten provokatif lewat akun Instagram sry_mutmut_zee.
"Postingan yang berhasil ditemukan di IG atas nama sry_mutmut_zee ini terbukti melakukan tindak pidana di bidang ITE dan memenuhi unsur SARA," kata Hendra.
Polisi menemukan unsur narasi kebencian terhadap pemerintah, masyarakat dan salah satu ulama terkenal, Abah Guru Sekumpul dalam beberapa unggahan tersangka.
Misalnya, salah satu unggahan yang disebarkan tersangka menampilkan foto Abah Guru Sekumpul dengan menyematkan narasi bahwa tokoh agama itu adalah pimpinan sekte aliran sesat di Kalsel.
"Salah satu pemimpin sekte aliran sesat di Kalsel, karena dia menyuruh menyembah kuburan dia ketika sudah wafat. Dan mempengaruhi masyarakat Kalimantan lainnya," tulis akun tersebut dalam unggahannya 9 Juni lalu.
Beberapa unggahan lainnya juga menyinggung soal aparat kepolisian di wilayah Kalimantan Tengah. Tersangka juga menyinggung Presiden Joko Widodo.
Atas perbuatannya, kepolisian akan menjerat pelaku pasal 45 ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang Undang RI nomor 19 tahun 2016 perubahan atas Undang Undang RI nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Pidana penjara paling lama enam tahun atau denda maksimal berjumlah Rp. 1 Miliar," pungkas Hendra.
(mjo/bmw)