Polisi menetapkan dua tersangka penyebar video mesum di ruang isolasi pasien Covid-19 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dompu, Nusa Tenggara Barat beberapa waktu lalu.
"Sudah ditetapkan dua tersangka atas nama AM (32) dan HM (31)," kata Kasat Reskrim Polres Dompu Iptu Ivan Ronald Cristofel saat dikonfirmasi, Jumat (22/1).
Dia menuturkan bahwa video tersebut tersebar setelah kedua tersangka yang merupakan karyawan honorer di RSUD Dompu merekam CCTV pada Senin (11/1) lalu dari ruangan jaga isolasi Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kala itu, tersangka AM yang sedang menunggu pergantian piket di ruang jaga isolasi melihat kejadian asusila lewat monitor CCTV yang dilakukan di kamar isolasi.
"Tersangka AM bisa melihat secara langsung kejadian tersebut dan kemudian AM merekam kejadian tersebut lewat monitor CCTV menggunakan HP," jelas dia.
Saat pergantian regu piket, AM memberitahukan peristiwa tersebut kepada HM. Dia pun sempat meminta agar tersangka HM mengawasi pergerakan di kamar isolasi nomor 6 tersebut.
AM pun mempertontonkan hasil rekaman CCTV itu kepada beberapa rekanan lainnya yang berjaga. Kemudian, rekaman tersebut dikirimkan ke tersangka HM melalui aplikasi Shareit.
"Tujuan AM membagikan video tersebut kepada HM untuk dilaporkan ke koordinator atau kepala ruangan isolasi," ucapnya.
Hanya saja, tersangka HM tak langsung melaporkan hasil video tersebut. Dia malah membagikannya ke beberapa teman lainnya yang kemudian menjadi saksi dalam perkara ini.
Polisi menyebut hal itu merupakan asal mula video mesum tersebut beredar di media sosial dan menjadi viral.
Kini para tersangka telah menjalani pemeriksaan lanjutan oleh aparat kepolisian.
Mereka dijerat Pasal 4 Ayat 1 jo pasal 29 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan/atau Pasal 27 Ayat (1) Jo Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
"Diancam pidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun, denda paling banyak Rp1 miliar," tandas dia.
(mjo/pmg)