Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sepanjang 2020 setidaknya ada 65 narapidana kasus korupsi yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
Sejumlah narapidana itu, menurut Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, secara tiba-tiba melayangkan upaya hukum tersebut berturut-turut dalam waktu yang relatif singkat. Yakni sepanjang Agustus hingga September 2020.
"Jadi belakangan ini terkait dengan PK ini menjadi ramai begitu, ya," kata Ali dalam diskusi virtual bertajuk 'PK Jangan Jadi Jalan Suaka' yang digelar KPK, pada Jumat (22/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengajuan PK itu, selain terjadi secara berurutan, juga dilakukan tanpa melalui proses hukum biasa.
Lihat juga:KPK Minta MA Sorot Vonis Ringan PK Koruptor |
Ali membandingkan, jika beberapa tahun lalu, prosedur PK yang ditempuh mesti melewati Pengadilan Negeri (PN) tingkat pertama, tingkat banding, dan kasasi terlebih dulu, baru kemudian pemohon bisa mengajukan PK.
Namun dalam beberapa waktu belakangan, banyak narapidana melompati tahapan itu. Menurut Ali, narapidana korupsi langsung menempuh PK setelah menerima putusan tingkat pertama dan menjalani eksekusi.
"Beberapa bulan kemudian, ini hitungannya yang menarik, juga di bulan itu mereka mengajukan upaya hukum luar biasa melalui PK," ungkap Ali.
Kendati begitu Ali mengakui bahwa pengajuan Peninjauan Kembali (PK) merupakan hak terpidana.
Adapun Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro menyatakan sebagai pengadilan tertinggi hakim MA berwenang memeriksa dan memutuskan PK. Tapi dia mengklaim, dari total PK narapidana kasus korupsi yang diajukan sebanyak 8 persen di antaranya yang dikabulkan.
"Jadi ada 92 persen ditolak," papar Andi dalam diskusi yang sama.
Andi pun menjelaskan, Peninjauan Kembali merupakan hak terpidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-undang Mahkamah Agung dan, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman.
"Sebagai pengadilan negara tertinggi Mahkamah Agung selain sebagai pengadilan kasasi juga berwenang memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," tutur Andi.
Mengutip KUHAP, Andi menerangkan terdapat tiga alasan sehingga seorang narapidana bisa mengajukan PK. Pertama yakni novum atau bukti baru, pertentangan dalam putusan hakim yang menimbulkan kebingungan, serta kekeliruan hakim.