Trauma Sumarsih Dengar PAM Swakarsa Bakal Hidup Lagi

CNN Indonesia
Selasa, 26 Jan 2021 10:14 WIB
Aktivis HAM dan ibu korban Tragedi Semanggi I, Maria Sumarsih mengingat kembali memori kelam keberadaan PAM Swakarsa pada 1998 silam.
Ilustrasi. Kelompok masyarakat sipil. (Foto: CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia --

Ingatan Maria Katarina Sumarsih sejurus terlempar ke memori pahit 22 tahun silam, usai mendengar wacana Pasukan Pengamanan Masyarakat atau PAM Swakarsa bakal kembali dihidupkan.

Setidaknya tiga kata kunci lintas di benak Ibu mendiang Bernadinus Realino Norma Irmawan alias Wawan saat mendengar rencana pengaktifan PAM Swakarsa oleh calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo.

"Wiranto, Kivlan Zen, dan Tragedi Semanggi Satu," ucap Sumarsih saat dihubungi CNNIndonesia.com.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Sumarsih, pembentukan PAM Swakarsa pada 1998 diprakarsai oleh Wiranto yang kala itu menjabat Panglima ABRI. Wiranto, lanjut dia, lantas menugaskan Kivlan Zen yang saat itu menjabat Kepala Staf Komando Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal (Purn).

Sumarsih pun melanjutkan, PAM Swakarsa dibentuk untuk menghalau kelompok yang dianggap berseberangan atau menentang kebijakan pemerintah. Salah satu yang dibidik adalah para aktivis yang menolak Sidang Istimewa (SI) MPR pada 1998.

Selain itu menurut dia, pembentukan PAM Swakarsa kala itu juga jadi upaya untuk melindungi nama TNI.

"Jadi memang saat itu, ada pernyataan tuh dari Wiranto supaya tentara tidak disalahkan lagi seperti peristiwa Trisakti. Maka dengan pengerahan PAM Swakarsa itu, nama TNI tidak disalahkan. Jadi, nantinya akan menciptakan konflik horizontal," lanjut dia lagi.

Wawan, anak Sumarsih, merupakan salah satu mahasiswa korban penembakan Tragedi Semanggi I pada 11-13 November 1998 silam. Sampai kini perempuan konsisten mencari keadilan untuk putranya. Salah satunya, menggelar Aksi Kamisan di seberang Istana Negara.

Sumarsih, salah satu orang tua korban kerusuhan 1998, saat menghadiri aksi kamisan ke-600 yang diadakan di seberang Istana Negara, Jakarta, Kamis, 5 September 2019. CNN Indonesia/Bisma SeptalismaSumarsih, salah satu orang tua korban kerusuhan 1998, saat menghadiri aksi kamisan ke-600 yang diadakan di seberang Istana Negara, Jakarta, Kamis, 5 September 2019. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma)

Sumarsih khawatir, dengan dihidupkannya kembali PAM Swakarsa, mahasiswa ataupun kelompok sipil yang memprotes dan mempertanyakan kebijakan pemerintah bukan saja akan dihadapkan pada aparat melainkan juga sesama sipil. Sebab itulah yang terjadi pada 1998 silam.

Keberadaan PAM Swakarsa pada 1998 silam kata Sumarsih, menciptakan konflik horizontal sesama masyarakat, antara yang tergabung dalam PAM Swakarsa dengan yang di luar itu.

"Nanti mahasiswa tidak hanya berhadapan dengan tentara dan polisi tapi juga masyarakat sipil yang dipersenjatai dengan bambu runcing," kata Sumarsih mengingat.

Ingatan serupa diungkap aktivis HAM yang juga Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid. Saat itu, ia mengungkapkan, pengerahan Pam Swakarsa yang berbasis kelompok sipil digunakan untuk membendung kelompok mahasiswa yang menentang

"Saat itu mobilisasi pengamanan sipil itu dilakukan untuk membela kepentingan pemerintah yang berkuasa dan meredam gerakan mahasiswa dengan cara-cara penuh intimidasi. Usaha untuk menghidupkan pengamanan sipil ini sangat kuat," terang Usman dalam wawancara dengan CNN Indonesia TV.

Tekanan itu bukan hanya terjadi di Jakarta melainkan juga di daerah lain.

"Dalam melawan gerakan mahasiswa, mengintimidasi dan menyerang mahasiswa tetapi juga menjadi milisi-milisi yang membela apa yang disampaikan dengan NKRI di Timor Timor. Itu sangat berbahaya karena jadi ada letupan di Timor yang menuju pembumihangusan," tambah dia lagi.

Dalam buku Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca Orde Baru karya Ian Douglas Wilson, anggota PAM Swakarsa disebut ada 100.000 orang. Keanggotaannya berasal dari beragam latar belakang.

Tapi kebanyakan, menurut buku itu, dari kelompok yang pro terhadap presiden sementara B.J Habibie.

"Milisi sipil berkekuatan 100.000 orang dari aneka macam kelompok Muslim yang bersimpati kepada kepresidenan sementara Habibie, termasuk kelompok-kelompok vigilante yang baru terbentuk seperti FPI, kelompok seni bela diri dan pemuda semi-kriminal dari Banten, dan juga kelompok-kelompok nasionalis seperti PP, serta para pengangguran," papar Wislon dalam bukunya, halaman 126.

[Gambas:Video CNN]

Pertanyaan soal Urgensi PAM Swakarsa

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER