Migrant Care Kritik Anggaran Korban Perdagangan Orang Dihapus

CNN Indonesia
Sabtu, 30 Jan 2021 00:05 WIB
Migrant Care mengkritik penghapusan anggaran korban perdagangan orang Kemensos dengan alasan refocusing akibat pandemi.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo (CNN Indonesia/Joko Panji Sasongko)
Jakarta, CNN Indonesia --

Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo mengkritik Kementerian Sosial karena disebut menghapus anggaran pemberdayaan ekonomi untuk korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) selama pandemi Covid-19.

"Kementerian Sosial atas nama refocusing anggaran dampak Covid, malah menghapus anggaran pemberdayaan ekonomi untuk korban perdagangan manusia. Padahal di masa Covid ini korban perdagangan manusia mengalami kerentanan berkali-kali," kata Wahyu melalui siaran langsung di akun Facebook Migrant Care, Jumat (29/1).

Menurut pantauan pihaknya sepanjang 2020, kebijakan pembatasan sosial di berbagai negara meningkatkan jumlah kasus TPPO terhadap pekerja migran. Ia mengatakan tren ini juga diakui pemerintah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kementerian Luar Negeri menyatakan ada peningkatan dua kali lipat laporan masalah yang harus ditangani warga negara Indonesia di luar negeri," kata Wahyu.

"Di KPP (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) lebih dahsyat, mereka ungkapkan ada peningkatan 800 persen kasus perdagangan manusia di masa covid ini," lanjutnya.

Dengan peningkatan tren tersebut, Wahyu menyayangkan sikap pemerintah yang dinilai tak sigap dalam mendukung keadilan bagi pekerja migran yang tertahan di luar negeri.

Ia mengatakan pembatasan sosial menghambat layanan pengaduan hingga administratif.

Wahyu juga mengungkapkan banyak pekerja migran yang gagal berangkat ke negara tujuan karena kebijakan pemerintah, namun tidak difasilitasi. Akhirnya banyak yang tertahan di penampungan atau terpaksa pulang dengan ongkos sendiri.

Wahyu mengatakan banyak pekerja migran belum termasuk dalam kelompok yang mendapat jaring pengaman sosial selama pandemi Covid-19 karena tidak terdaftar pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau BPJS Ketenagakerjaan.

Sehingga, ia menilai pemerintah masih gagal menanggulangi kesejahteraan pekerja migran yang mayoritas mata pencahariannya terganggu karena keadaan pandemi.

"Kita tahu dari pemantauan awal, mayoritas pekerja migran kita bahkan sampai sekarang yang pulang dan anggota keluarnya hampir tidak terkover dalam jaring pengaman sosial dampak Covid," lanjut dia.

CNNIndonesia.com telah berupaya mengkonfirmasi perkara penghapusan anggaran pemulihan korban TPPO kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos Harry Hikmat, namun belum mendapat jawaban.

Sementara Sekretaris Jenderal Kemensos Hartono Laras enggan memberikan respon. "Ini tugas Ditjen Rehsos [Rehabilitasi Sosial], terima kasih," tuturnya singkat kepada CNNIndonesia.com.

Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat terdapat kenaikan tren jumlah korban TPPO yang mengajukan permohonan perlindungan.

Mengutip situs resmi LPSK, ada 704 jumlah permohonan perlindungan yang diajukan sepanjang 2015 sampai Juni 2020. Dimana 288 korban adalah pekerja migran.

Sebanyak 120 permohonan diterima pada 6 bulan pertama di 2020, 176 permohonan di tahun 2019, 117 permohonan di tahun 2017 dan 46 permohonan di tahun 2015.

Pekerja migran rentan menjadi korban TPPO. LPSK mencatat hanya 25 persen dari jumlah pekerja migran Indonesia yang benar-benar diberangkatkan oleh agen resmi. Sementara sebagian lainnya dikirim melalui pengiriman non prosedural.

(fey/end)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER