Blusukan Risma dan Warga Asli Kolong Pegangsaan yang Terlunta

CNN Indonesia
Minggu, 07 Feb 2021 06:00 WIB
Sejumlah tunawisma, yang merupakan warga asli kolong jembatan Pegangsaan, kini terlantar tanpa tempat tinggal jelas pasca-blusukan Risma.
Kolong jembatan Pegangsaan (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia --

Sejumlah tunawisma yang dulu tinggal di kolong jembatan Kelurahan Pegangsaan, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, kini terlunta-lunta tanpa tempat tinggal pasca-penataan lokasi itu.

Penataan ruang kota pun dinilai tak memberi solusi kepada warga miskin perkotaan yang merupakan warga asli lokasi itu.

Sebelumnya, kolong jembatan Pegangsaan sempat didatangi Menteri Sosial Tri Rismaharini alias Risma pada Senin (28/12/20). Jembatan tersebut berada di dekat pintu belakang gedung Kementerian Sosial.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usai blusukan Risma, Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta melakukan penataan kolong jembatan Pegangsaan. Pelaksana Harian (Plh) Wali kota Jakarta Pusat Irwandi mengatakan pihaknya pernah mengosongkan kolong tersebut. Namun, para tunawisma kembali lagi.

"Kali ini saya mau tuntaskan. Kolong jembatan ini akan kita buat taman, jadi akses jalan warga. Menjadi tempat penyeberangan orang, melalui kolong jembatan ini," kata Irwandi dikutip dari situs resmi Pemerintah Kota Jakarta Pusat, Senin (4/1).

Zubaidah (49), salah seorang tunawisma yang tergusur dari kolong jembatan itu, mengatakan dirinya saat ini tidak memiliki tempat tinggal. Jika malam, ia bersama beberapa tunawisma yang masih bertahan akan menggelar tikar di jalan kampung sebelah kolong.

Kadang, jika sedang kosong, mereka tidur di bak truk yang biasa digunakan untuk mengangkut tarup atau tenda untuk hajatan. Truk tersebut diparkir tidak jauh dari mulut kolong. Jika hujan, baru ia akan berteduh di bawah kolong.

"Habis gimana, mau ngontrak enggak ada kerjaan, kerjaan ada kuli nyuci, itu cuma cukup buat makan doang," kata Zubaidah saat ditemui CNNIndonesia.com di sisi jembatan Pegangsaan, Kamis (4/2).

Zubaidah mengaku telah tinggal di kolong jembatan Pegangsaan bersama suaminya selama puluhan tahun. Suaminya merupakan warga setempat. Sementara, ia berasal dari kampung tidak jauh dari jembatan tersebut.

Zubaidah mengaku ia dan suaminya memiliki kartu identitas yang menyatakan sebagai bagian warga setempat. "Asli. Asli. Orang kite bukan pendatang, kite orang sini," aku dia.

Zubaidah bekerja sebagai tukang cuci kain dekor tarup. Sebelum pandemi Covid-19, dari pekerjaan tersebut ia bisa mengantongi uang sebanyak Rp50-70 ribu. Uang tersebut, hanya cukup untuk makan sehari-hari.

Namun, sejak dilanda pandemi, usaha tenda sepi. Banyak warga setempat yang bergantung pada usaha tersebut, termasuk suaminya, menganggur. Kini, Zubaidah melakukan pekerjaan apapun seperti menggosok atau sekadar jasa membelikan air minum.

"Kadang disuruh orang, beliin Aqua atau apa, lumayan lah diupahin dua ribu lima ribu, buat nyambung hiduplah," kata Zubaidah.

Ia juga menuturkan, sebelum digusur, saat tinggal di kolong jembatan Pegangsaan,Zubaidah bisa memasak guna makan sehari-hari keluarganya. Hanya dengan modal Rp30 ribu, Zubaidah dan keluarga bisa menikmati makan seharian.

Senada, Dina Septiani (38), perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai tukang parkir di sekitar Depsos bersama suaminya, kini terlunta-lunta. Seperti halnya Zubaidah, Dina mengaku tidur dengan menggelar tikar di jalan kampung Matraman Luar yang berada di sisi kolong.

"Kalo enggak ada barang-barang tendanya tidur di truk. Kalo hujan ke sini (kolong) ngobrol, ngopi," papar Dina.

Dengan terlantar, Dina dan tunawisma kerap meletakkan baju yang mereka bawa di sembarang tempat.

Menurut Zubaidah dan Dina, sebelumnya terdapat enam keluarga yang tinggal di pemukiman kolong jembatan Pegangsaan. Setelah digusur, tersisa tiga keluarga yang kini terlunta-lunta. Mereka adalah keluarga Zubaidah, Keluarga Dina, dan Ayah Dina.

Infografis Tingkat Kemiskinan RI di Era JokowiInfografis Tingkat Kemiskinan RI di Era Jokowi. (Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

Baik Zubaidah maupun Dina sebenarnya ingin menyewa tempat tinggal. Namun, mereka tidak memiliki uang. Mereka bisa saja menyewa tempat tinggal jika ada pihak yang menanggung biaya satu atau beberapa bulan pertama. Dalam waktu tersebut, mereka akan menyisihkan uang untuk biaya sewa pada bulan berikutnya.

"Dibayarin sebulan dulu aja deh nanti kami sisihkan sehari Rp10 ribu atau berapa. Ke sononya kita usaha sendiri. Kalo kayak kita orang mau teriak ke mana?" kata Dina.

Kolong Jembatan Pegangsaan Masih Ditnggali Tunawisma

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER