Banjir merendam sejumlah wilayah di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah kurang dari sepekan terakhir. Gubernur di tiga provinsi tersebut unjuk 'gigi' mengatasi banjir agar tak lagi merendam wilayah mereka.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK) berencana membangun bendungan di Kecamatan Cibogo, Subang saat meninjau banjir di wilayah tersebut. Menurutnya, bendungan tersebut tak hanya bisa mencegah banjir, tetapi juga dapat mengatasi kebutuhan air irigasi untuk wilayah Subang, Indramayu, dan sekitarnya.
Selain itu, ia juga akan membangun dua bendungan lain untuk mengatasi banjir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada juga bendungan yang sedang kita siapkan yang skalanya lebih besar yaitu Cipunegara dan Cibeet. Sehingga, suatu saat banjir di waktu dekat bisa berkurang," kata mantan Wali Kota Bandung itu, Selasa (9/2).
Di Jateng, Ganjar beberapa kali menyidak titik lokasi banjir, terutama di Kota Semarang. Genangan air di kota itu sempat melumpuhkan jalur kereta api hingga penerbangan.
Menurut Ganjar, banjir, terutama di Semarang, disebabkan oleh pompa air yang tak beroperasi akibat masalah administrasi.
Ganjar pun berencana membangun penampungan air (dam) yang dapat menahan banjir hingga 100 tahun. Dam rencananya akan dibangun di Bandara Internasional Ahmad Yani yang sempat lumpuh akibat banjir.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendorong program naturalisasi sungai untuk mencegah banjir. Anies pun menghapus program normalisasi sungai dari draf perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Program normalisasi atau betonisasi sungai adalah upaya penanganan banjir yang dicetuskan gubernur DKI sebelumnya.
"Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengurangi dampak daya rusak air adalah melalui pembangunan dan revitalisasi prasarana sumber daya air dengan konsep naturalisasi," demikian mengutip draft perubahan RPJMD 2017-2022, Selasa (9/2).
![]() Korban banjir berteduh di bawah Jembatan layang sebagai tempat pengungsian sementara, Pamanukan, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Selasa (9/2/2021). Berdasarkan data yang terhimpun, sebanyak 32 ribu orang dari 5.764 kepala keluarga mengungsi akibat terdampak banjir yang melanda 75 desa dari 11 kecamatan di Kabupaten Subang. ANTARA FOTO/Novrian Arbi/rwa. |
Hingga kemarin, banjir masih merendam puluhan kecamatan di Jabar, Jateng, dan DKI. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), menyebut total ada 23 kecamatan di Jakarta terendam banjir akibat hujan deras sejak Senin (8/2).
BPBD Jabar pada Selasa (9/2), melaporkan banjir di Kabupaten Indramayu, Jabar telah meluas hingga 24 kecamatan. Banjir bahkan turut memutus akses tol Cikampek-Palimanan (Cipali) di waktu yang bersamaan.
Kondisi serupa bahkan lebih dulu dialami Jateng. Selain Semarang, banjir turut merendam sejumlah wilayah seperti Pekalongan hingga Pati. Jalur Pantura di wilayah tersebut turut tergenang.
Hingga akhir Februari, BMKG memperingatkan potensi banjir di sejumlah wilayah Pulau Jawa kecuali DI Yogyakarta. Berdasarkan data BMKG, lima provinsi yang berstatus siaga banjir meliputi Banten, Jakarta, Jabar, Jateng, dan Jatim.
Ahli kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan banjir di sejumlah wilayah tersebut akibat buruknya pelaksanaan tata ruang kota, selain karena curah hujan yang tinggi. Ia menyoroti pembangunan masif di Pulau Jawa yang membuat daerah resapan air semakin berkurang.
"Coba lihat pembangunan di daerah kan ngacak. Sawah habis. Kebun-kebun untuk resapan habis. Tidak dibangun embung. Terus, kita jorok. Terus curah hujan karena climate change sudah berubah," kata Agus kepada CNNIndonesia.com, Senin (8/2).
Mengutip laporan Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Jabar 2009-2029, terjadi penurunan lahan hutan sebesar 6 persen per tahun. Angka itu dicatat selama kurun empat belas tahun terakhir mulai 2000-2014.
Kondisi serupa juga terjadi di Jateng. Per 2014, dari 1,2 juta hektare luas lahan di Jateng, sekitar 634 ribu di antaranya kini tercatat sebagai lahan kritis.
Dinas Kelautan Jateng juga mencatat kerusakan hutan mangrove sekitar 1.500 hektar per tahun. Jumlah itu, menyebabkan 25 persen hutan mangrove di Jateng dalam kondisi rusak sedang dan berat.
Dengan kondisi itu Agus mengaku tak heran banjir rob kerap terjadi di Jateng. Menurutnya, hingga saat ini ada perubahan siginifikan terkait banjir rob di Jateng.
"Semarang kan (banjir) rob sudah puluhan tahun. Mau diapain? Semarang pantai Utara, selain rob, (mangrove) sudah terkikis banyak," ujarnya.