Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengakui masih ada daerah yang membutuhkan waktu tunggu hingga 10 hari untuk mengetahui hasil pemeriksaan Virus Corona (Covid-19) melalui metode Polymerase Chain Reaction (PCR) atau tes swab.
Ha itu terjadi karena keterbatasan laboratorium pemeriksaan PCR yang cenderung berada di pusat perkotaan atau kabupaten.
"Beberapa daerah bahkan masih memiliki waktu tunggu yang cukup lama, bisa lebih dari seminggu. Ada yang lebih 3 hari atau bahkan sampai 10 hari," kata Direktur Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal YouTube Kementerian Kesehatan RI, Rabu (10/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat kondisi itu, Nadia khawatir kondisi warga terpapar Covid-19 mengalami perburukan selama masa tunggu sebab tak langsung mendapatkan perawatan. Selain itu, kasus kontak erat dengan positif Covid-19 juga dikhawatirkan banyak terjadi dan menjadi fenomena gunung es.
Oleh sebab itu, Kemenkes telah menetapkan alat deteksi virus corona rapid antigen sebagai alat diagnosis kasus Covid-19 di Indonesia. Sehingga bila warga dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan rapid antigen, temuan itu dilaporkan sebagai kasus Covid-19 baru di nasional.
Dengan kondisi itu, Nadia mewanti-wanti publik untuk jangan kaget bila kasus Covid-19 di Indonesia bakal mengalami lonjakan.
"Nanti akan memisahkan mana kasus positif yang dilakukan pemeriksaan RT PCR dan mana yang konfirmasi positif yang kita dapatkan dari rapid antigen," kata dia.
Selain itu di dalam masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro ini pihaknya bakal fokus melakukan upaya tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) di 98 kabupaten/kota yang memberlakukan pembatasan mobilitas warga itu.
Kemenkes juga bakal berupaya memenuhi target telusur alias tracing dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) 1:30. Artinya ketika seorang dinyatakan terpapar covid-19, maka 30 orang terdekatnya juga harus dilakukan pemeriksaan Virus Corona.
Untuk itu, Nadia mengaku pihaknya bakal menambah jumlah tenaga relawan untuk upaya penelusuran atau tracer yang bakal membantu tenaga kesehatan di lapangan.
Saat ini, ia mengaku telah menyiapkan untuk penambahan sebanyak 80 ribu tracer untuk memenuhi upaya telusur yang optimal di Indonesia.
(khr/arh)