ANALISIS

SE Kapolri, Wadah Uji Integritas Polisi di Tengah Riuh UU ITE

CNN Indonesia
Rabu, 24 Feb 2021 17:02 WIB
Tengah Februari ini dalam Rapim TNI-Polri, Presiden Jokowi melontarkan wacana revisi UU ITE, lalu Kapolri sementara menerjemahkannya lewat SE bagi jajarannya.
Presiden RI Joko Widodo (kanan) dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (kiri) di Istana Negara, Jakarta Pusat. (Dok. Biro Pers)
Jakarta, CNN Indonesia --

Wacana revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 sebagai perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) belakangan ini menarik perhatian dan menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu belakangan ini.

Payung hukum yang banyak dinilai memuat sejumlah pasal-pasal yang karet itu ramai diwacanakan untuk direvisi kembali oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat rapat pimpinan TNI-Polri tengah Februari ini. Pascarapim tersebut, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo  pun mengakui dalam urusan penegakan hukum pun mengakui bahwa penerapan UU ITE sudah tidak sehat.

Belakangan, mantan Kabareskrim Polri itu menerbitkan Surat Edaran dan Telegram yang ditujukan kepada jajaran penyidik polisi di bawahnya sebagai bentuk pedoman dalam penanganan perkara-perkara yang berkaitan dengan kejahatan siber.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai pedoman yang baru diterbitkan itu tidak akan dapat menjawab permasalahan mendasar penerapan UU ITE dalam praktik hukum di Indonesia. Pasalnya, rumusan tersebut belum memuat rinci mengenai kasus-kasus yang bisa diterima ataupun ditolak kepolisian.

Sejak dulu, permasalahan utama dalam perkara itu berkaitan dengan subyektivitas polisi ataupun penyidik dalam memproses perkara-perkara ITE. Hingga saat ini, belum ada pedoman rinci yang mengatur itu.

"Kualitas apalagi integritas aparat penegak hukum kita yang masih dipertanyakan," kata Bambang saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (24/2). "Kembali lagi pada integritas anggota polisi sendiri. Benar-benar menjalankan tupoksinya sebagai penegak hukum yang berkeadilan atau lebih dipengaruhi kepentingan di luar itu,"imbuhnya.

Menurut pihak Bambang, selama ini bentuk pengawasan di Korps Bhayangkara seringkali bermasalah dan tak transparan.

Sebagai gambaran, Surat Edaran yang diterbitkan Polri itu sebagian besar menitikberatkan pada penerapan mediasi dan upaya restorative justice bagi penanganan kasus ITE. Restorative justice merupakan suatu pendekatan yang menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya.

Khususnya, dalam kasus-kasus pencemaran nama baik yang lebih bersifat personal. Hanya saja, Listyo dalam edaran itu mengecualikan cara itu bagi perkara yang berpotensi memecah belah, SARA, Radikalisme, dan Separatisme.

Oleh sebab itu, kata Bambang, Listyo selaku Kapolri perlu fokus dalam memperbaiki integritas jajaran di bawahnya sehingga dapat mengimplementasikan semangat restorative justice itu dengan baik.

"Makanya, sebelum mengarah ke sana [pembentukan pedoman], polisi fokus menjaga integritasnya sekaligus membangun kompetensinya menjalankan tupoksinya," tekannya.

Selama ini, Bambang menilai banyak kasus-kasus yang ditangani kepolisian telah mengabaikan hukum berkeadilan itu sendiri. Menurutnya, banyak kepentingan di luar hukum yang selama ini menyelimuti penilaian penyidik kepolisian.

"Selama itu tidak dilakukan secara transparan, sulit untuk mengatakan bahwa itu dilakukan secara obyektif. Sebagai organisasi, Kepolisian tentunya mempunyai kepentingan-kepentingan tersendiri di luar persoalan penegakan hukum," katanya.

Terpisah, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menganggap bahwa masalah utama dalam implementasi edaran yang diterbitkan Kapolri itu memang bertumpu pada penyidik.

Menurutnya, memang tujuan penerbitan pedoman itu agar polisi dapat lebih memperhatikan unsur kehati-hatian dalam menangani perkara ITE. Sehingga, tafsir penyidik di jajaran kewilayahan dapat lebih ditekan.

"Artinya memang, permasalahan ada pada level memutuskan akan dijadikan perkara atau tidak, atau memenuhi unsur pidana atau tidak, imbauan mendamaikan," jelas Fickar kepada CNNIndonesia.com.

Fickar pun menekankan bahwa pendapat kepolisian dalam menangani perkara itu nantinya bakal diuji lagi dalam persidangan. Sehingga, pedoman penyelidikan dan penyidikan itu sah saja dikeluarkan asal tidak mengikat pada lembaga peradilan.

"Kekuatan kehakiman itu tidak bisa diintervensi oleh kekuasaan apapun, termasuk oleh SE," tambahnya lagi.

Pentingnya UU ITE Direvisi

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER