Larangan penggunaan ondel-ondel sebagai sarana untuk mengamen disampaikan salah satunya oleh Kasatpol PP DKI Jakarta Arifin. Menurutnya, banyak pihak mengaku merasa risih dengan kehadiran pengamen ondel-ondel.
"Jadi kehadirannya dengan menggunakan ondel-ondel untuk mengamen juga sudah banyak yang disampaikan menimbulkan keresahan masyarakat karena sudah mengganggu," kata Arifin saat dihubungi, Rabu (24/3).
Menurutnya, ondel-ondel merupakan ikon budaya Betawi sehingga harus digunakan dengan baik. Menurutnya, penggunaan ondel-ondel sebagai sarana untuk mengamen lebih tampak seperti mengemis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ondel-ondelnya didorong-dorong, dua orang yang lainnya meminta-minta, tidak ada yang dimunculkan dalam bentuk seni yang mungkin bisa dinikmati oleh masyarakat," ujar dia.
Tidak berbeda dengan Arifin, Budhy juga menyebut ondel-ondel sebagai simbol kebudayaan Betawi. Mengenai larangan ini, Budhy mengaku pihaknya telah berkoordinasi dengan lembaga adat Betawi, Badan Musyawarah (Bamus) Betawi, dan sejumlah organisasi masyarakat (Ormas).
"Termasuk juga budayawan Betawi, (kita) meminta masukannya untuk bagaimana memberikan solusi dan mereka menyetujui bahwa perlu dilakukan penertiban," kata Budhy di lapangan Walikota Jakarta Timur.
Dalam sejarahnya yang mentradisi di Betawi ondel-ondel memang mengamenJJ RIzal |
Menurut Budhy, ondel-ondel seharusnya tidak digunakan untuk melakukan tindakan yang merendahkan martabat Betawi.
"Simbol budaya Betawi tidak boleh dipergunakan untuk hal-hal yang merendahkan martabat budaya itu sendiri," kata Budhy di lapangan Wali Kota Jakarta Timur, Rabu (24/3).
Di sisi lain, kehadiran ondel-ondel di jalanan dan sarana umum lainnya, menurut Budhy, melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007. Karena digunakan untuk meminta-minta, ondel-ondel tersebut kemudian dilarang.
Sebagai solusinya, Budhy mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Selain itu, Pemerintah Kota juga tidak menutup kemungkinan pemerintah kota menyediakan ruang berkreativitas bagi pelaku ondel-ondel di lima tempat wisata Kota Jakarta Timur.
"Mungkin dengan akan dibayarkan nanti kita akan lakukan koordinasi lebih lanjut," katanya.
![]() |
Namun, wacana kebijakan ini bukan tanpa kritik. Sejarawan JJ Rizal mengatakan tindakan pemerintah melarang ondel-ondel untuk mengamen merupakan bentuk kebijakan tuna budaya.
"Sebab dalam sejarahnya yang mentradisi di Betawi ondel-ondel memang mengamen," kata Rizal kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Rabu (24/3).
Rizal meminta pemerintah memahami ondel-ondel sebagai produk kebudayaan Betawi terlebih dahulu sebelum melarang boneka besar itu di jalanan. Ia juga meminta pemerintah memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ondel-ondel, alih-alih melegitimasi kesalahpahaman publik.
Di sisi lain, kata Rizal, setiap seniman memiliki cara tersendiri dalam melestarikan ondel-ondel sebagai produk budaya Betawi. Terlebih, seniman yang menggunakan ondel-ondel untuk mengamen juga melestarikannya tanpa bantuan dari pemerintah.
"Fenomena maraknya ondel-ondel adalah potret pemerintah Jakarta kehadiran di tempat lain, bukan di tengah budaya tradisi Betawi. Ini problem lama yang tidak tertangani dengan serius," kata Rizal.
Tidak hanya Rizal, seniman Betawi Hasanuddin juga mengkritik larangan ondel-ondel oleh pemerintah. Sebab, kata Hasan, pengamen-pengamen itu turut melestarikan keberadaan ondel-ondel. Di sisi lain, para pengamen tersebut tidak memiliki banyak pilihan karena tidak mendapatkan izin acara di tengah pandemi.
"Kalau asal melarang semua bisa. Pemerintah harus pikirkan kehidupan seniman Betawi. Sekarang kalau posisinya di balik mereka menjadi seniman Betawi bagaimana? Pasti meminta solusi demi kelangsungan hidup," kata Hasan.