Terdakwa kasus dugaan penyebaran hoaks atau kabar bohong terkait Omnibus Law Cipta Kerja, Jumhur Hidayat mempertanyakan kompetensi saksi ahli dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (25/3).
Keberatan Jumhur yang disampaikan ke majelis hakim itu merespons pernyataan Ronny selaku saksi ahli dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbankan dan Bisnis (STIE Perbanas) Surabaya. Ronny dalam kesaksiannya menyebut unggahan Jumhur melalui akun pribadi di Twitter soal Omnibus Law pada Oktober 2020 itu menimbulkan kebencian.
Padahal, lanjut Jumhur, Ronny duduk sebagai saksi ahli di bidang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurut dia, ahli mestinya mencabut statusnya sebagai ahli ITE, sebelum berbicara pada ranah hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau saudara ahli menyatakan hukum kita berdebat soal hukumnya juga. Kita akan mengejar sampai detail," tutur Jumhur.
Menurut Jumhur, Ronny semestinya tidak masuk ke ranah hukum sebab yang bersangkutan dihadirkan selaku saksi dalam kapasitas sebagai ahli di bidang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam sidang yang sama, sebelumnya Ronny sebagai saksi ahli ITE menyebut unggahan Jumhur berpotensi menimbulkan kebencian.
"Menurut saya dengan tidak adanya dasar atau uraian, saya nyatakan itu bisa menimbulkan kebencian," kata Ronny dalam sidang lanjutan perkara yang membelit aktivis Jumhur Hidayat.
Ronny melanjutkan, bukan hanya berpotensi menimbulkan kebencian ke pemerintah dan DPR sebagai penyusun dan pembahas undang-undang, melainkan juga ke masyarakat.
Pasalnya, menurut Ronny, Jumhur tidak menguraikan pernyataannya lebih lanjut. Ronny mengaku pendapatnya memang bukan sebagai ahli bahasa. Akan tetapi, pendapat itu dia sampaikan berbekal memahami cuitan Jumhur.
"Sekali lagi saya bukan ahli bahasa. Ketika tidak disampaikan apa dasarnya, di Twitter bukan di media lain di situ bisa timbulnya kebencian," kata Ronny.
Dalam perkara ini Jumhur Hidayat didakwa menyebarkan berita bohong dan membuat onar lewat cuitannya terkait Omnibus Law Cipta Kerja. Melalui cuitan pada 7 Oktober 2020 Jumhur menyebut bahwa Omnibus adalah UU buat investor primitif dan pengusaha rakus.
"UU ini memang utk INVESTOR PRIMITIF dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini. 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja," cuit Jumhur kala itu.
Menurut Jaksa, kicauan tersebut memicu polemik di masyarakat yang kemudian merembet hingga terjadi unjuk rasa besar pada 8 Oktober 2020 di Jakarta dan berakhir ricuh.
![]() |