Hari Bumi dan Kritik Komitmen Pemerintah Soal Perubahan Iklim

CNN Indonesia
Kamis, 22 Apr 2021 07:16 WIB
Pada peringatan hari bumi, 22 April ini, Walhi menilai kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia justru makin mendorong perubahan iklim atau pemanasan global.
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap gedung, pemerintah sedang berupaya menurunkan emisi hingga 7,96 juta ton karbondioksida. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Pada bulan lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan tak meningkatkan target penurunan emisi gas rumah kaca. Target penurunan emisi itu sendiri terdapat dalam Nationally Determined Contribution (NDC) atau komitmen negara pada Persetujuan Paris untuk menekan krisis iklim.

KLHK menyatakan tetap memiliki target 29 persen sampai 41 persen penurunan emisi pada 2030. Padahal, aktivis dan pemerhati lingkungan berulang kali mendesak pemerintah meningkatkan batas minimal target penurunan emisi karena dinilai tak cukup memerangi perubahan iklim.

Meskipun demikian, Direktur Jenderal Pengelolaan Perubahan Iklim KLHK Ruandha Agung Sugardiman mengatakan pihaknya realistis dengan kemampuan Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita mampunya seperti ini. Coba kita tingkatkan NDC jadi penurunan [emisi] 50 persen. Apa bisa kita segera melakukan phashing out batu bara segera? Enggak bisa," cetusnya, dalam konferensi pers daring, Jumat (19/3).

Ruandha mengklaim target NDC Indonesia sebenarnya sudah lebih baik dari beberapa negara di dunia. Ia mencontohkan Amerika Serikat misalnya yang menargetkan penurunan emisi 28 persen, satu persen di bawah Indonesia.

Angka 29 persen, kata Ruandha, didapat setelah pemerintah mengkalkulasi kondisi pembangunan, lingkungan hingga populasi negara. Target penurunan emisi itu dinilai cukup untuk mencapai target Indonesia bebas emisi di tahun 2070 sembari mempertahankan peningkatan pembangunan.

"Negara lain ada yang 20 persen, 30 persen dan sebagainya. Tapi mereka hanya state gitu aja, enggak ada dokumen yang bisa kita lihat bahwa ada road map, langkah yang bisa baca meyakinkan dunia itu bisa tercapai," klaim Ruandha.

"Kita angka 29 persen sudah dilengkapi dengan dokumen yang rinci. Ada mitigasinya, roadmap-nya sehingga membuat dunia yakin langkah yang disusun Indonesia realistis seusai dengan kondisi Indonesia," imbuhnya.

Fokus Dua Sektor

Ruandha menjabarkan ada dua sektor yang difokuskan pemerintah untuk mencapai target itu. Yang pertama dengan menurunkan laju deforestasi dan memaksimalkan pengelolaan gambut.

Berdasarkan data inventarisasi emisi yang ia paparkan, produksi emisi gas rumah kaca secara nasional sepanjang tahun 2019 mencapai 1.886.552 Gg karbon dioksida ekuivalen. Sebanyak 50 persen dari angka tersebut berasal dari pangan dan tata guna lahan (FOLU) atau dari deforestasi. Ruandha mengatakan penambahan emisi kerap kali sangat berdampak pada kejadian kebakaran hutan dan lahan.

Sektor kedua dengan memetakan persentase bauran energi primer hingga tahun 2050. Sektor energi menyumbang 34 persen dari total produksi emisi pada 2019.

Dalam hal ini, KLHK punya tiga skenario berbeda yang diterapkan secara bertahap. Pada skenario yang paling agresif, bauran energi primer pada 2050 meliputi batu bara 39 persen, gas 12 persen, minyak 17 persen dan energi baru terbarukan 32 persen. Dengan penerapan skenario itu, KLHK memperkirakan produksi emisi gas rumah kaca bakal turun menjadi sekitar 550 juta ton karbon dioksida ekuivalen.

Klaim realistis dan keyakinan KLHK mencapai target bebas emisi pada 2070 berbanding terbalik dengan penilaian yang dilakukan Climate Action Tracker (CAT). CAT merupakan analisis ilmiah independen yang dilakukan dua organisasi penelitian global, Climate Analytics dan New Climate, untuk melacak kebijakan iklim dunia.

Mengutip situs resmi CAT, komitmen Indonesia dalam aksi iklim diberikan nilai merah atau sangat tidak memadai (higly insufficiant).

Peran Indonesia dinilai belum bisa mendukung upaya global menahan penurunan suhu kurang dari 2 derajat celcius. Jika upaya tersebut dipertahankan, penurunan suhu dunia bisa mencapai 3-4 derajat Celcius.

Dalam studi Greenpeace yang diterbitkan pada September 2020, pemerintah Indonesia dinilai masih melakukan transisi energi untuk melawan kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius bernilai F atau yang terburuk dari negara Asia Tenggara lainnya. Penilaian itu disematkan Greenpeace, karena tidak ada usaha keras yang dilakukan pemerintah untuk menggeser kebutuhan energi fosil ke energi terbarukan.

(iam/kid)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER