Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo juga menyampaikan fokus perhatian pemerintah pusat semestinya tidak hanya pada Ibu Kota Jakarta. Pemerintah pusat dalam hal ini Kemenkes atau Satgas Covid-19 juga harus bisa fokus pada daerah di luar Jawa-Bali.
Windhu mengatakan, pemerintah pusat mestinya bisa menjamin ketersediaan alat kesehatan di rumah sakit, memastikan kepatuhan masyarakat akan protokol kesehatan, hingga kesiapan mitigasi di daerah termasuk 3T. Langkah-langkah persiapan tersebut dinilai sudah lebih dulu matang di Jakarta karena letak lebih cepat mendapat dukungan dari pusat.
Sementara di daerah, dukungan pusat baik itu bantuan sosial pada masyarakat atau bantuan alat kesehatan, hingga vaksin Covid-19 masih terhambat distribusi. Belum lagi Indonesia masih bergantung pada vaksin Covid-19 dari luar negeri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka dari itu penanganan pandemi Covid-19 di daerah harus mendapat campur tangan pusat, tugasnya bagaimana caranya supaya di daerah pengawasan protokol kesehatan ketat, distribusi vaksin merata, serta mendukung supaya enggak sampai terjadi penumpukan di rumah sakit," kata Windhu.
Dia juga menekankan bahwa pemerintah pusat mesti ekstra hati-hati jika ada daerah di luar Jawa-Bali dengan positivity rate di atas 10 persen. Pasalnya, semakin tinggi positivity rate, semakin besar pula kemungkinan pasien Covid-19 dirawat rumah sakit sehingga kemungkinan RS kolaps.
"Pemerintah pusat juga bisa intervensi supaya mobilitas masyarakat dibatasi ketat saat positivity ratenya di atas 10 persen. Kenapa? Karena itu bisa membuat RS kolaps, kasus positif banyak, yang sakit ke rumah sakit juga banyak," jelas Windu.
Vaksinasi Covid-19 di DKI Jakarta bisa dibilang tak pernah kurang. Didukung oleh sejumlah instansi baik negeri maupun swasta, tak pernah ada berita kekurangan stok vaksin di ibu kota seperti yang kerap terdengar dari daerah.
Data Kemenkes menyebut DKI Jakarta berada di posisi teratas dengan jumlah warga yang divaksinasi baik dosis pertama maupun kedua. Warga yang sudah divaksin dosis satu mencapai 90,07 persen dari sasaran. Sementara yang sudah mendapat dosis dua 31,45 persen.
Meski kelangkaan vaksin Covid-19 tak bisa dilepaskan dari pengadaan asal luar negeri, pemerintah pusat dinilai semestinya bisa memberikan vaksin sesuai kebutuhan daerah. Dicky menjelaskan, pemerintah pusat seharusnya bisa memberikan vaksin Covid-19 pada kelompok rentan di setiap daerah.
Dalam hal ini, pendataan kelompok rentan dan kelompok penerima vaksin di daerah seharusnya dilakukan lebih dulu. Kemudian, ketersediaan vaksin Covid-19 diberikan sesuai dengan jumlah kelompok rentan terpapar di setiap daerah.
"Semestinya memang sesuai data kelompok rentan yang bisa divaksin, kemudian disesuaikan dengan jumlah vaksin yang ada, jadi enggak jomplang kekurangannya di daerah," ucap Dicky.
Selain itu, Dicky juga menekankan peran Pemda agar lebih tegas dalam penanganan pandemi Covid-19 dan berbasis pada keilmuan (saintifik). Menurutnya, hanya DKI Jakarta yang menunjukkan penanganan pandemi sesuai dengan saintifik.
"Kalau kita lihat data Covid-19 saja, di situs milik Pemprov DKI itu lengkap tidak seperti situs daerah lain. Memang penjabaran data yang paling mendekati keilmuan itu disajikan di situs Covid-19 DKI. Dari penyajian data saja kita sudah tahu mana yang mengikuti sains, mana yang tidak," ujar Dicky.