Hermawan pun meminta narasi-narasi menyalahkan pihak lain dihindari dalam penanganan Covid-19.
"Cara berkomunikasi itu cara yang membangkitkan peran partisipasi. Bukan cara yang mendelegitimasi satu sama lain, karena pada prinsipnya perjuangan melawan Covid ini perjuangan panjang, jadi harus dijaga psikologi nya," katanya.
Terpisah, Epidemiolog dari Universitas Airlangga Windhu Purnomo mengatakan ketidakpatuhan masyarakat soal penerapan protokol kesehatan atau menjaga mobilitas bisa jadi merupakan buah dari tidak konsistennya kebijakan pemerintah itu sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia meminta pemerintah pusat maupun daerah untuk melakukan review, apakah aturan yang ditetapkan selama ini, bertentangan dengan implementasi di lapangan.
"Contoh membuat sentra vaksin yang diikuti oleh para calon yang akan divaksin, sehingga mereka kerumunan antrian. Itu berarti kan bertentangan dengan prinsip memutus mata rantai penularan," kata Windhu.
"Niatnya baik vaksin, tapi orang bisa tertular. Nanti orang berpikir, pemerintah sendiri membuat kami berkerumun, kami sendiri kalau berkerumun enggak boleh," dia menambahkan.
Dalam hal pelaksanaan vaksinasi, baru baru ini vaksinasi Covid-19 massal yang digelar Polri di GOR Serbaguna Pancing, Deliserdang, Sumut sempat menimbulkan kerumunan. Antusiasme tinggi warga tak dibarengi kesiapan sumber daya panitia.
Lebih lanjut, menurut Windhu tidak konsistennya kebijakan pemerintah sebenarnya bisa dilihat dari pelonggaran sejumlah aturan dalam pelaksanaan PPKM hingga 16 Agustus.
Lihat Juga : |
Menurutnya, pelonggaran pada beberapa aktivitas seharusnya dibarengi dengan penurunan level.
Sebagai informasi, pada penerapan PPKM Level 4 periode kali ini, ada sejumlah pelonggaran aturan untuk pusat perbelanjaan atau mal yang sebelumnya dilarang beroperasi selama PPKM, kini akan mulai dibuka. Selain itu juga pelonggaran di tempat ibadah.
"Kalau sekarang leveling untuk apa? Kalau gitu orang enggak perlu turunkan level dong, biar aja virusnya tetap tinggi aja, toh lama-lama akan dikasih pelonggaran," katanya.
Lebih lanjut, selain kebijakan, ia menilai, ketidakpatuhan masyarakat selama ini juga bisa disebabkan karena tidak adanya rasa percaya kepada pemerintah.
Lihat Juga : |
Pemerintah, kata dia, seharusnya juga menjadi teladan dalam pelaksanaan prinsip memutus rantai penularan.
"Harus ada keteladanan dari pejabat publik. Kalau pejabat publik dalam perilaku tidak sejalan dengan prinsip pemutusan rantai penularan, ya orang enggak percaya kan. Karena masyarakat mau melakukan sesuatu kalau dia punya trust terhadap orang yang meminta dia melakukan sesuatu," katanya.
(yoa/arh)