Seperti halnya Dina, aktivis pembela hak asasi manusia (HAM) Veronica Koman juga belum pernah bertemu langsung dengan sosok Yeremia. Namun, berdasarkan percakapan yang ia lakukan dengan salah satu penduduk, Veronica mengklaim kasus pembunuhan Yeremia menjadi titik balik bagi masyarakat Papua.
Veronica mengungkapkan, Yeremia merupakan pendeta yang sangat dihormati. Sebab, bukan saja sebagai tokoh agama, Yeremia emrupakan pendeta pertama kali yang membawa terjemahan Al Kitab.
"Pendeta Yeremia itu yang membawa translate Al Kitab pertama kali, jadi dia itu kayak pendetanya pendeta. Pendeta yang kasta tertinggi lah. Itu dibunuh," kata Veronica dalam forum yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum Yeremia tewas, saat tentara melakukan operasi penyisiran ke kawasan penduduk, gereja bisa meminta masyarakat tenang dan berlindung di gereja.
Setelah pendeta itu tewas tertembak, terjadi pengungsian besar-besaran di Papua, baik di Intan Jaya maupun daerah lainnya dan gereja tidak berhasil menenangkan penduduk.
Menurut Veronica, kasus pembunuhan itu menjadi pesan bagi penduduk Papua bahwa seorang pendeta pun tidak mendapatkan keamanan. Akhirnya, puluhan ribu orang berbondong-bondong mengungsi.
"Ketika pendeta bilang tenang-tenang tetap di tempat gereja jamin, itu sudah jadi tidak berlaku karena pendeta Yeremia dibunuh. Jadi efek dominonya itu besar sekali," kata Vero.
Sementara itu, Aktivis Papua Ambrosius Mulait menyebut saat ini masyarakat Papua mengalami dilema dan berharap gereja menjadi benteng terakhir yang melindungi mereka di tengah konflik bersenjata.
"Seharusnya gereja yang harus bersuara dan melindungi kami, semacam itu. Ya jadi dilema lah orang Papua," ucap Ambrosius.
Sementara puluhan ribu orang Papua mengungsi dan mengalami trauma, Dina selaku aktivis muda di Papua berharap agar terjadi rekonsiliasi atau pemulihan hubungan antara masyarakat di wilayah paling timur Indonesia itu dengan pihak yang bertanggungjawab atas kekerasan dan pelanggaran HAM, yakni aparat.
Menurutnya, rekonsiliasi itu dapat membantu menyembuhkan trauma yang berlangsung turun temurun.
"Menurut saya masih ada pendekatan untuk menjawab solusi yang ada di Papua, yaitu rekonsiliasi antara pemerintah dengan orang-orang Papua," tutur Dina.
Meski begitu, Dina menduga pemerintah Indonesia belum siap melakukan rekonsilasi. Sebab, dalam proses itu, berbagai peristiwa sejarah yang terjadi di Papua diungkit kembali.
"Saya rasa pemerintah Indonesia sendiri belum siap untuk menanggung itu, kesalahan mereka sendiri," ujar Dina.
Lihat Juga : |