Kepala Bidang Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja Dinas tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jatim, Sunarya, mengatakan penyerapan tenaga kerja disabilitas sebenarnya sudah diatur di UU Nomor 8 Tahun 2016. Namun implementasinya ternyata masih jauh dari harapan.
"Memang perusahaan wajib minimal 1 persen dari jumlah tenaga kerja. Tapi implementasinya di lapangan, mungkin banyak [perusahaan] yang belum melakukan," ujarnya.
Sunarya mengatakan pihaknya sulit mengawasi perusahaan-perusahaan yang telah atau belum menyerap tenaga kerja disabilitas. Disnaker di kabupaten/kota pun juga seringkali mengalami kendala. Akibatnya pihaknya hingga kini belum memiliki data yang memadai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena setiap kami membuat surat misalkan ke dinas kabupaten/kota untuk jumlah data tenaga kerja disabilitas, itu juga banyak yang tidak mengirimkan, mereka kesulitan," ucapnya.
Meski begitu, Sunarya mengatakan pihaknya sudah seringkali melakukan sosialisasi ke perusahaan di berbagai kabupaten/kota di Jatim, sebagai langkah dan upaya penyerapan tenaga kerja disabilitas.
Upaya mewujudkan hal itu, bahkan juga dilakukan tiap tahun dengan cara mengusulkan nama-nama perusahaan yang sudah dinilai menerapkan lingkungan kerja inklusif. Untuk kemudian berkesempatan meraih penghargaan dari Kementerian Tenaga Kerja.
"Setiap tahun punya agenda, melalui Kemenaker bahwa untuk pemda itu mengusulkan perusahaan-perusahaan yang peduli memperkerjakan disabilitas untuk diberi penghargaan. Ada parameter, minimal 1 persen, terkait sarana prasana (sarpras) dan fasilitas," ucapnya.
Selain itu, Disnakertrans Jatim telah menyediakan sejumlah balai latihan kerja (BLK). Hanya saja, tak ada pelatihan khusus yang fokus disediakan untuk penyandang disabilitas. Mereka akan dilatih bersama masyarakat umum lainnya. Sebab sarpras dan masih terbatasnya tenaga pengajar dengan perspektif inklusi, adalah hambatannya.
"Kami punya 16 BLK, kami sudah mengakomodir salah satunya disabilitas, tapi sesuai dengan kejuruan yang ada di BLK. Karena kalau kakami mengakomodir khusus untuk disabilitas kan juga kesulitan. Satu masalah sarpras, dan narasumber," ujarnya berdalih.
Karena terbatasnya sarpras dan narasumber yang disediakan itu, jenis kelompok disabilitas yang bisa diakomodir juga terbatas. Sejauh ini, kata Sunarya, yang bisa tertampung adalah disabilitas fisik. "Di BLK itu disabilitas fisik misalnya yang bisa," katanya.
Meski begitu, di Jatim sebenarnya telah ada BLK Inklusi di Sidoarjo. BLK itu di bawah naungan langsung oleh Kementerian Tenaga Kerja. Sarpras, fasilitas serta SDM yang bertugas telah dipersiapkan agar ramah saat berhadapan dengan penyandang disabilitas.
Di BLK Inklusi Sidoarjo ini, para penyandang disabilitas dapat menerima pelatihan keterampilan, sertifikasi profesi, bahkan sampai informasi dan akses penempatan kerja sesuai kompetensi mereka, baik di sektor formal maupun wirausaha.
"Penempatan di sektor formal maupun informal, di sektor formal yang hubungan kerja, menjadi karyawan. Kedua penempatan di sektor informal, yang berusaha sendiri, membuka usaha sendiri."
(frd/pmg)