Kedaibilitas merupakan unit usaha yang didirikan oleh Andi Fuad Rachmadi, seorang pengajar sekolah inklusi di Surabaya. Di tempat ini, para penyandang disabilitas, utamanya disabilitas intelektual, dibimbing untuk mengembangkan usaha bersama-sama.
Tempat yang didirikan Andi tiga tahun lalu ini, dikelola olehnya serta sejumlah orang yang peduli terhadap para penyandang disabilitas. Ada banyak produk yang dihasilkan di tempat ini, seperti pie susu, donat, berbagai macam minuman dan kerajinan tangan.
"Kedaibilitas bukan untuk cari profit, tapi tempat ini adalah laboraturiam usaha bagi para penyandang disabilitas, supaya mereka bisa jadi mandiri," ujar Andi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Psikolog Klinis SDM RS Husada Undaan Wetan, Reisqita Vadika, pengetahuan masyarakat tentang kondisi disabilitas intelektual masih terbilang kurang. Dampaknya, penyandang disabilitas kerap mendapatkan stigma negatif dan dikucilkan. Padahal, kondisi disabilitas intelektual bukanlah aib.
Reisqita menjelaskan, disabilitas intelektual dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori, berdasarkan tingkat kemampuan dan inteligensi atau Intelligence Quotients (IQ).
"Intellectual disability ditinjau dari adaptive functioning-nya dalam kehidupan sehari-hari. Kategorinya ada mild, moderate, severe, profound," kata Risqita.
"Dalam kemampuan bekerja, biasanya disabilitas intelektual kategori mild-moderate masih bisa. Untuk severe-profound biasanya skill acquisition terbatas dan akan butuh supervisi secara kontinu," ujarnya menambahkan.
![]() |
Menghapus stigma dan diskriminasi kepada penyandang disabilitas memerlukan waktu dan kerja sama banyak pihak. Wawasan masyarakat tentang jenis disabilitas ini harus ditingkatkan agar para penyandangnya bisa memperoleh hak-hak hidup secara normal.
Ia mencontohkan, hal itu sama seperti saat mengedukasi masyarakat untuk menghapus stigma kepada penderita kesehatan mental. Butuh banyak pihak, dan berbagai platform hingga kini publik sadar dan peduli akan kesehatan mental.
"Contohnya terkait stigma 'ke psikolog/psikiater = gila' pada sebagian lapisan masyarakat sudah mulai luntur setelah cukup lama mental health awareness dipromosikan," kata Risqita.
Dalam konteks disabilitas, selain edukasi masif, kebijakan-kebijakan pemerintah dan implementasiannya juga sangat diperlukan. Misalnya, dengan membuka lebih banyak lapangan kerja bagi disabilitas.
"Misalnya dari pemerintah, mungkin bisa membuka lebih banyak lapangan pekerjaan untuk anak dengan intellectual disability pada institusinya terlebih dahulu."
Dengan cara itu, kata dia, pemerintah bisa mengedukasi publik, sekaligus memberi bukti bahwa penyandang disabilitas intelektual juga bisa kerja dengan pelatihan yang tepat.
(frd/pmg)