Indira mengatakan pemerintah harus inklusif dengan memfasilitasi kebutuhan disabilitas, bukan serta merta mencerabut haknya dengan tidak mengeluarkan SIM karena tidak bisa mendengar.
"Pemerintah harus patuh terhadap regulasi yang telah disahkan. Kami menuntut pemerintah serius menyelesaikan permasalahan ini sesegera mungkin," ungkapnya.
Salah satu cara yang disarankan Indira kepada kepolisian yaitu dengan cara menggunakan tanda berbentuk telinga di bagian pelat polisi kendaraan yang menunjukkan mereka pengundara disabilitas tunarungu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sumbar Kombes Pol Stefanus Satake Bayu mengatakan kelulusan dalam membuat SIM memang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya faktor kesehatan.
Penyandang disabilitas tunarungu tidak memenuhi faktor kesehatan tersebut, sehingga ketika mereka melakukan test kesehatan untuk membuat SIM, mereka gagal karena tidak mampu mendengar.
"Mereka gagal mengikuti tes kesehatan karena tidak mampu mendengar, dan itu yang membuat mereka tidak memperoleh SIM," katanya.
Menurut Satake, penyandang tunarungu juga memiliki risiko yang lebih tinggi ketika mereka berkendara di jalan raya.
"Tingginya resiko ketika mereka berkendara juga menjadi pertimbangan lain dalam mengeluarkan SIM," jelas dia.
Namun demikian, ia menyebut akan ada evaluasi soal SIM ini, terutama jika mereka mampu untuk berkendara dengan aman dan berhati-hati.
"Jika benar mereka memiliki kemampuan tentu juga akan kami dukung," katanya.
"Sementara, memang belum diizinkan karena faktor kesehatan, namun kami akan mengevaluasinya sesegera mungkin," tambahnya.
![]() |
Diketahui, penerapan SIM bagi penyandang disabilitas masih menuai perbedaan pandangan di berbagai daerah.
Muaranya adalah perbedaan penafsiran soal ketentuan pada Pasal 80 huruf (e) UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dan Pasal 7 huruf (e) Peraturan Kapolri No. 9 Tahun 2012.
Pasal 80 huruf (e) UU LLAJ menyebutkan bahwa SIM D berlaku untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang cacat.
Pasal 7 Perkap No. 9 Tahun 2012, yang merupakan aturan turunannya, menyebut bahwa SIM D berlaku untuk mengemudi kendaraan bermotor khusus bagi penyandang cacat.
Sementara, penyandang tunarungu di sejumlah tempat dianggap tak perlu kendaraan khusus, sehingga tak memerlukan SIM D.
(nya/arh)