10 Poin Rapor Merah 4 Tahun Anies Baswedan Versi LBH Jakarta

CNN Indonesia
Senin, 18 Okt 2021 15:24 WIB
10 poin rapor merah Anies Baswedan versi LBH Jakarta berkaitan dengan ketersediaan air bersih, polusi udara, hingga permukiman untuk warga DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Jakarta, CNN Indonesia --

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meluncurkan laporan bertajuk "Rapor Merah 4 Tahun Kepemimpinan Anies Baswedan di Ibu Kota". Ada 10 masalah yang disoroti dalam empat tahun Anies memimpin Jakarta.

Rapor merah itu diserahkan ke pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, Senin (18/10).

Masalah pertama yang disoroti adalah buruknya kualitas udara Jakarta yang sudah melebihi Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUAN).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hal ini disebabkan oleh abainya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan," kata Pengacara Publik LBH Jakarta Charlie Albajili, Senin (18/10).

Kedua, sulitnya akses air bersih di Jakarta akibat swastanisasi air. Ketiga, penanganan banjir yang belum mengakar pada beberapa penyebab banjir.

LBH menilai, banjir Jakarta sebenarnya bukan hanya satu tipe banjir saja, namun terdapat tipe banjir hujan lokal; banjir kiriman hulu; banjir rob; banjir akibat gagal infrastruktur; dan banjir kombinasi.

"Beberapa tipe banjir Jakarta tersebut masih disikapi Pemprov DKI sebagai banjir karena luapan sungai, sehingga fokus penanganan ada pada aliran sungai di wilayah Jakarta yakni menghilangkan hambatan pada aliran sungai dari hulu ke hilir di wilayah DKI Jakarta dan masih tetap cenderung pada pengerasan (betonisasi)," katanya.

Masalah keempat yakni penataan kampung kota yang belum partisipatif. Kelima, yakni ketidakseriusan Pemprov DKI Jakarta dalam memperluas akses terhadap bantuan hukum.

Keenam, lanjut catatan tersebut, sulitnya memiliki tempat tinggal di Jakarta. LBH menyoroti kebijakan penyelenggaraan rumah uang muka atau DP 0 persen yang ditargetkan membangun sebanyak 232.214 unit, namun kemudian dipangkas sehingga ditargetkan hanya membangun 10 ribu unit.

Selan itu, LBH menyoroti penyelenggaraan rumah yang pada awalnya diperuntukan kepada warga berpenghasilan strata pendapat 4-7 juta, kemudian diubah menjadi strata pendapatan 14 juta.

"Perubahan kebijakan yang cukup signifikan itu telah menunjukan ketidakseriusan Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta untuk memenuhi janji politiknya semasa kampanye," ujarnya.

Masalah ketujuh yakni belum adaintervensi yang signifikan dari Pemprov DKI Jakarta terkait permasalahan yang menimpa masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Padahal, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan wilayah dengan karakteristik dan kompleksitas kerentanan yang jauh berbeda dengan masyarakat yang tinggal di wilayah lain.

"Ke delapan, penanganan pandemi yang masih setengah hati. Sebagaimana diketahui, wilayah DKI Jakarta merupakan episentrum nasional penyebaran Covid-19. Untuk itu diperlukan bentuk penanganan yang tepat guna dan tepat sasaran," kata Charlie.

Masalah kesembilan, LBH menyoroti penggusuran paksa yang masih menghantui warga Jakarta. LBH menyayangkan perbuatan tersebut dijustifikasi dengan menggunakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak memiliki perspektif HAM.

"Pergub DKI Nomor 207 Tahun 2016 Tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak merupakan salah satu ketentuan yang digunakan oleh Pemprov DKI untuk melakukan penggusuran dengan dalih memberikan kepastian hukum pelaksanaan penertiban terhadap pemakaian/penguasaan tanah tanpa izin yang berhak," katanya.

Sementara yang kesepuluh, LBH menyoroti soal reklamasi yang masih terus berlanjut.

Inkonsistensi itu, lanjut LBH, mengenai penghentian reklamasi dimulai ketika Anies menerbitkan Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

"Pergub 58 tahun 2018 yang menjadi indikasi reklamasi masih akan berlanjut dengan pengaturan mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan reklamasi serta penyebutan pengembang reklamasi sebagai perusahaan mitra," katanya.

Sebelumnya, Anies menyatakan pihaknya sudah melakukan pelbagai upaya untuk mengatasi masalah polusi udara di ibu kota. Upaya itu, katanya, bahkan sebelum sidang gugatan Koalisi Ibukota dimulai soal kotornya udara Jakarta.

Penanggulangan itu salah satunya dengan mengeluarkan instruksi gubernur soal pengendalian kualitas udara.

"Khusus penanggulangan pencemaran udara di Ibu Kota, Pemprov DKI Jakarta telah mengeluarkan Instruksi Gubernur No. 66/ 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara sebagai quick wins untuk menyelesaikan masalah pencemaran udara, bahkan sebelum proses sidang dimulai," kata Anies dalam keterangannya yang dikutip Jumat (17/9).

Baca selanjutnya: 9 Tuntutan ke Anies

Sembilan Tuntutan ke Anies

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER