Jakarta, CNN Indonesia --
Banyak jalan menuju kampung halaman, namun tak semua menyajikan keindahan dan cerita seperti Jalur Pantai Selatan alias Pansela. Jelang mudik Lebaran 2022, CNNIndonesia.com menyusuri jalur ini dari Jakarta ke Yogyakarta via Ciwidey, Bandung.
Jam menunjukkan pukul empat pagi saat kami bergegas di pelataran Gedung Transmedia, Mampang, Jakarta, Sabtu (26/3). Ibu Kota masih merayapi kesadarannya, tetapi kami tidak kompromi.
Toyota Fortuner GR Sport 2.8 yang kami tumpangi langsung tancap gas begitu semua dipastikan siap. Dari kawasan Mampang, kami langsung masuk Tol Dalam Kota, sebelum masuk ke Tol Jakarta-Cikampek.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah menempuh satu jam perjalanan, kami berhenti di Karawang, tepatnya Rest Area KM 57 Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Banyak pengendara yang mampir ke titik ini untuk melaksanakan salat subuh di masjid atau membeli bekal makanan. Setengah jam berlalu, kami melanjutkan perjalanan kembali.
Sabtu pagi, arus lalu lintas di sepanjang Tol Cipularang hingga Purbaleunyi cukup lancar. Tepat pukul tujuh pagi, kami sudah keluar Gerbang Tol Soreang.
Jalan Raya Soreang yang kami lalui masih lengang. Setelah melewati komplek Kantor Bupati Bandung, kami terus bergerak ke arah selatan, melintasi Polsek Soreang, alun-alun, koramil, hingga wilayah Ciwidey.
Jalanan mulai berliku dan menanjak. Gerimis pagi itu memaksa sopir menurunkan kecepatan laju kendaraan hingga 20 kilometer per jam. Permukiman warga berdiri di sepanjang jalan.
Banyak tempat wisata yang bisa ditemui selepas Alun-alun Soreang. Beberapa di antaranya Love Soreang Park, Driam Riverside, hingga Happy Farm Ciwidey. Karena masih di dalam kota, anjungan tunai mandiri (ATM) dari berbagai bank masih tersedia.
Pom bensin pertama yang kami temui setelah keluar tol adalah SPBU Andir-Pasirjambu. Jaraknya sekitar 15 Km atau 27 menit dari Gerbang Tol Soreang. Kira-kira satu kilometer kemudian, ada lagi SPBU.
Sebelumnya, beberapa penjual bensin eceran bisa ditemukan. Salah satunya berdiri di dekat Taman Makam Pahlawan Sadu Soreang. Keberadaan bengkel sepeda motor dan mobil juga tak sulit ditemukan.
Di sepanjang jalan provinsi itu banyak berdiri rumah makan. Hanya saja mayoritas belum buka pada pagi hari. Rata-rata restoran atau kafe mulai beroperasi pukul sepuluh pagi.
Setelah satu jam perjalanan dari ujung Tol Soreang, kami memasuki Kawasan Wisata Rancabali. Gapura bertuliskan Ciwidey Valley menyambut hangat. Di kiri jalan terdapat rumah makan yang sudah buka. Namanya, Kedai Sari Ciwidey. Kami pun mampir untuk sarapan di sana.
Sarapan di Kebun Stroberi
Rumah makan ini menyediakan masakan khas Sunda, seperti gepuk, sambal dadak, pepes ikan, hingga jengkol dan petai. Rata-rata harga satu porsi Rp25 ribu.
Di sebelah kiri kedai terdapat kebun stroberi, sementara di sisi kanan berdiri Sentral Oleh-oleh Sari Manis. Pengunjung bisa memetik langsung stroberi di kebun dan membawanya pulang, setelah membayar Rp80 ribu per kilogram. Stroberi menjadi ikon oleh-oleh dari Ciwidey.
Pukul sembilan pagi kami melanjutkan perjalanan. Sepanjang Soreang-Ciwidey-Rancabali, jalan sempit, berkelok dan menanjak. Wajar jika kemacetan di Ciwidey tak terelakkan, terutama di akhir pekan. Beruntung, kami melintasi Ciwidey saat matahari belum tinggi.
Dua kilometer dari objek wisata Happy Farm Ciwidey, terdapat SPBU Alam Endah. Ini adalah pom bensin terakhir sebelum melakukan perjalanan panjang ke Pantai Selatan. Sebaiknya para pengendara mengisi BBM terlebih dahulu, karena SPBU berikutnya baru bisa dijumpai di wilayah pesisir.
Setelah menempuh 12 Km dari rumah makan, kami tiba di Kawah Putih. Ini adalah objek wisata alam yang favorit di Ciwidey. Harga tiket masuk Rp28 ribu per orang untuk wisatawan lokal. Ditambah biaya parkir eksklusif dekat pusat kawah yakni Rp162 ribu. Namun, jika pengendara ingin naik angkutan wisata Ontang Anting dari parkiran bawah, per orang dikenakan tarif Rp28 ribu.
Untuk menuju ke kawah, kami harus memasuki hutan Gunung Patuha sepanjang 6 Km. Gunung strato vulkanik ini tergolong aktif. Tak ada lampu jalan. Kondisi aspalnya retak dan berlubang. Beberapa tanjakan terbilang curam. Sinyal telepon terkadang hilang. Plang peringatan "hati-hati rawan pohon tumbang" dipasang di sejumlah titik.
Kawah Putih berada pada ketinggian 2.194 meter dari permukaan laut. Suhu di sekitar kawah mencapai 8-22 derajat celsius, karena berada hampir di puncak Gunung Patuha.
Setelah mengunjungi tempat yang dianggap suci oleh tetua lokal/kokolot Jawa Barat, kami tancap gas lagi. Tak jauh dari pintu keluar Kawah Putih, kami melewati Bumi Perkemahan Ranca Upas. Sekitar 1,5 Km kemudian, kami keluar dari kawasan Hutan Lindung Cimanggu.
 Kebun teh Rancabali, Kabupaten Bandung, menemani sepanjang perjalanan menuju Jalur Pansela. (Foto: iStockphoto/Vanessa Lesage) |
Hamparan Kebun Teh
Perkebunan teh Rancabali milik PTPN VIII menyapa kami di kanan dan di kiri jalan. Pemandangan ini benar-benar memanjakan mata. Di titik ini ruas jalan semakin menyempit dan meliuk-liuk. Memaksa setiap pengendara mengurangi kecepatan.
Beberapa titik bisa menjadi spot foto dengan latar perkebunan teh, seperti Wisata Bukit Senyum. Dari Jalan Raya Rancabali, Ecopark Curug Tilu menyita perhatian kami. Tanpa pikir panjang, kami memutuskan untuk mampir sejenak.
Selain menyajikan air terjun atau curug, tempat ini juga menyediakan area bermain anak, restoran, hingga penginapan dengan menggunakan tenda. Para pengunjung juga bisa bermain di kebun teh yang berada di sekitar area.
Perjalanan berlanjut ke arah selatan, Cidaun. Melewati Kantor Desa Patengan hingga Kantor Kecamatan Rancabali. Tak lebih dari 2 Km, terdapat Cagar Alam Situ Patenggang. Ada pula Kawah Cibuni Rengganis.
Tikungan tajam tanpa cermin lalu lintas di sudut jalan membuat sopir mengemudi pelan-pelan. Terlebih jika harus berpapasan dengan kendaraan lain.
Pengendara juga perlu waspada ketika melintasi trek berliku di pinggir jurang, sebab tak ada pagar pembatas jalan.
Sepanjang 10 Km perjalanan, kami ditemani pemandangan kebun teh. Sehabis itu pemandangan berubah menjadi kebun warga maupun areal persawahan.
Di wilayah Gunung Sumbul, tepatnya di titik Warung Kabut, para pengendara kembali perlu waspada. Kabut kerap turun. Jarak pandang menjadi lebih pendek. Begitu pula ketika hujan.
Setelah itu, kami memasuki gerbang perbatasan Kabupaten Cianjur. Di titik ini terdapat Rest Area Naringgul. Beberapa pengendara beristirahat, tapi kami memilih melanjutkan perjalanan.
Jalur Ekstrem Cianjur
Jalan berkelok dan menanjak dengan tikungan yang ekstrem makin sering dijumpai. Inilah Jalan Tanjakan Kelok 1000. Beruntung, Fortuner 2.8 GR Sport yang kami tumpangi sangat bertenaga saat melibas tanjakan, dengan mesin diesel baru berkode 1GD-FTV 2.755 cc VNT Intercooler.
Berikutnya adalah kawasan hutan. Jalan yang dilalui terpantau rusak. Pengendara perlu berhati-hati karena daerah ini rawan longsor, terlebih ketika hujan.
Begitu keluar dari trek hutan, tersedia Rest Area Balegede di Jalan Suka Bakti. Sebaiknya pelaku perjalanan beristirahat sejenak sambil memeriksa kembali kondisi kendaraan untuk menghindari rem blong. Sebab setelah ini, trek yang dilalui jauh lebih ekstrem.
Setelah rest area tadi, mulai banyak permukiman warga hingga Kantor Desa Balegede. Beberapa bengkel sepeda motor dan tambal ban juga tersedia. Ada pula Pertamini dan penjual bensin eceran. Sejumlah rumah makan masih mudah ditemui.
Setelah itu, jalur berubah ekstrem. Pengendara yang melintas diharap berhati-hati. Selain konsentrasi berkendara, kondisi pengemudi juga harus fit, tak boleh kurang tidur, apalagi mabuk.
Sepanjang jalur Ciwidey-Cidaun, wilayah ini bisa dibilang paling ekstrem. Inilah Tanjakan Huut. Tikungan tajam dan tanjakan serta turunan terjal akan banyak dilalui.
Daerah ini rawan kecelakaan. Tak disarankan membawa kendaraan malam hari. Apalagi ketika hujan, karena daerah ini rawan longsor.
Saat kami melintasi titik ini, ruas jalan sedang dilebarkan. Sejumlah orang berjaga mengatur lalu lintas. Kendaraan berjalan satu per satu, sebab rawan kecelakaan ketika harus berpapasan.
Kondisi jalan yang menantang itu berujung di Jembatan Cipandak, Desa Sukabakti, Naringgul. Setelah itu, trek lumayan bersahabat, meskipun masih berliku. Pom mini, masjid, bengkel, rumah makan, hingga warung kopi bisa ditemui kembali.
Curug Jalanan
Lepas dari perjalanan yang membuat pusing dan menegangkan, kami berhenti di Curug Ceret Naringgul. Air terjun ini berada di pinggir Jalan Ciwidey-Cidaun, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur.
Deretan warung makan berdiri di seberang curug. Beberapa pengendara mobil berhenti di parkiran. Begitu pula rombongan pesepeda motor.
Banyak di antara mereka yang tidak tahu sebelumnya ada curug di tempat ini.
Mereka mendekati curug, berdiri di tepi jalan lalu berfoto bersama. Sebagian lagi menunggu di warung kopi sambil menikmati pemandangan air terjun. Suasana rimbun di sekitarnya menambah asri.
"Kebanyakan yang mampir di sini mual, muntah-muntah naik mobil karena jalannya. Memang lebih enak naik motor, touring," kata Dede Diran, penjual kopi di Curug Ceret.
Pusing dan mual mulai hilang, perjalanan berlanjut ke pesisir Cianjur. Tujuan kami adalah Pantai Jayanti. Jalan berliku masih kami jumpai, namun tak separah sebelumnya.
Kami pun bergegas, tak ingin berjumpa dengan malam di jalanan. Sepanjang perjalanan, lampu jalan hampir tak ada.
Ruas jalan agak lebar di Tanjakan Mala, Kampung Cibodas, Naringgul. Tebing setinggi 50 meter dibalut jaring baja hijau. Hal ini untuk menahan longsor dari Gunung Pabeasan.
Setelah satu jam perjalanan, akhirnya kami melihat Pantai Selatan Jawa. Lega rasanya bisa melewati jalan berliku di kawasan hutan sebelum gelap datang.
Perjalanan menyusuri Jalur Pansela yang sesungguhnya pun dimulai. Pantai Cemara Cidaun adalah tempat wisata yang pertama menyapa. Sekitar 5 Km kemudian kami tiba di Pantai Jayanti.
Pantai Jayanti dikenal sebagai tempat wisata yang indah di Cianjur. Terlebih saat matahari tenggelam. Sayangnya, sampah-sampah masih berserakan. Di sini pengunjung tak boleh berenang di pantai.
"Dilarang berenang karena ombaknya besar, ganas. Pantainya dalam, kalau terseret arus, tenggelam," kata Tendi, Ketua Badan Penyelamat Wisata Tirta (Balawista) Pantai Jayanti, saat ditemui di poskonya, Sabtu (26/3).
Sebelum melanjutkan perjalanan, kami mengisi BBM di SPBU Pertamina di seberang pintu masuk Pantai Jayanti. Titik berikutnya adalah Pantai Santolo, Garut.
Di SD Puncak Lawang, hamparan laut terlihat kembali dari atas bukit. Kini jalur turun ke arah selatan. Setelah 14 Km berlalu, kami tiba di Jembatan Cilaki, yakni perbatasan antara Cianjur dengan Garut.
Melintasi Jalan Raya Cidaun, trek kembali menanjak dan berliku ke arah utara. Ini adalah kawasan perbukitan, dengan pemandangan di kanan-kiri hutan dan sawah. Penjual bensin eceran dan bengkel motor bisa dijumpai jalan.
Di titik ini, sawah membentang luas tak jauh dari bibir pantai. Para petani tengah sibuk di musim tandur. Dahulu, ini adalah tambak lobster.
"Kami tanam padi. Di sini kalau enggak melaut ya tani," kata Dedi Sukarjo, petani Desa Karangwangi, Cidaun, ketika ditemui di lokasi, Minggu (27/3).
Jalur Pantai Garut
Sepanjang Jalan Ranca Buaya, Garut, kami disuguhi pemandangan sawah di tepi pantai. Dari Pantai Berbatu, Legon Ketapang, Pantai Cilayu, Pantai Pasanggrahan, hingga Pantai Cidora.
Dua toko waralaba berdiri di persimpangan jalan menuju Pantai Rancabuaya. Warung nasi hingga bengkel motor juga tersedia. Salah satunya di Purbayani, Caringin.
Kondisi jalan masih mulus. Sekitar 3 Km dari Pantai Rancabuaya, terdapat Puncak Guha. Lokasi ini biasa dipakai wisatawan untuk berkemah di atas tebing hijau yang luas, sambil menatap Samudera Hindia.
 Jalan Ranca Buaya, salah satu lintasan Jalur Pansela di Garut, tak jauh dari tempat wisata Puncak Guha. (CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim) |
Setelah itu, trek yang dilalui relatif lurus dengan pemandangan Pantai Selatan di sisi kanan. Kami melewati Pantai Cikaso Bungbulang, Cicalobak, Sodong Lalay, Karang Tepas, Citanggeuleuk, Ciar, Cicalengka, Cimari, Manulus, Cieurih, Karang Papak, hingga Pantai Santolo.
Pantai Santolo tak hanya memiliki pasir putih, tapi juga menyimpan nilai sejarah. Di sana berdiri sebuah dermaga peninggalan era kolonial Belanda. Pelabuhan ini dikenal dalam sejarah dunia sebagai jalur pengangkutan rempah.
Pantai ini berada di Kecamatan Cikelet. Warga setempat mengenalnya Cilauteureun. Jarak tempuhnya dari Pantai Jayanti sekitar 52 Km atau kira-kira 1,5 jam perjalanan.
Tak jauh dari Santolo, terdapat Pantai Sayang Heulang yang juga tak kalah indah.
Kami kemudian melanjutkan perjalanan ke timur. Jam menunjukkan pukul 19.30 WIB. Hujan belum juga reda. Lampu jalan tak ada. Penerangan hanya mengandalkan lampu dari rumah warga di pinggir jalan.
Situasi berbeda ketika memasuki kawasan permukiman atau pusat perbelanjaan. Lampu jalan menyinari perjalanan.
Sebelum Alun-alun Pameungpeuk, terdapat SPBU Pertamina di Jalan Cilauteureun. Beberapa meter kemudian bisa ditemui sejumlah bank seperti BNI dan BRI. Bengkel, pom mini, gedung sekolah, hingga RSUD Pemeungpeuk bisa dijumpai di Jalan Sirna Bakti.
Aspal yang kami lintasi terbilang rapi, hanya saja minim penerangan, kecuali di area permukiman padat penduduk. Seperti di Jalan Raya Cibalong, tepatnya di sekitar kantor Polsek Cibalong.
Setelah melewati Jembatan Cimerak, perjalanan mulai menjauh dari wilayah permukiman. Kami baru berjumpa pom mini dan bengkel motor di jalan Desa Sagara, Cibalong.
 Suasana perjalanan malam di Jalur Pansela, tepatnya di kawasan Hutan Sancang, Garut. (CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim) |
Begitu melewati Jembatan Cibaluk, trek menjadi gelap dan berat. Jarak pandang makin pendek hanya dengan sorotan lampu mobil. Tak ada penerangan sama sekali kecuali dari kendaraan.
Setelah berkendara 6 Km, kami baru bertemu rumah penduduk. Namun tak lama kemudian sehabis melewati SMAN 31 Garut, trek kembali gelap gulita. Jalan berliku dan tidak rata, tanpa penerangan selain dari lampu kendaraan. Inilah kawasan Hutan Sancang, Garut.
Kondisi hujan tanpa penerangan menyulitkan perjalanan malam di hutan ini. Kami berkendara tak lebih dari 30 Km per jam. Sesekali kami berpapasan dengan kendaraan lain atau truk. Dari situasi ini, tidak disarankan melakukan perjalanan di malam hari.
Usai melintasi kawasan hutan sepanjang 7 Km, kami tiba di Jembatan Cikaengan, batas wilayah Garut dengan Tasikmalaya. Rute kembali mengarah ke selatan.
Suara deburan ombak terdengar dari Pantai Bubujung di Desa Ciheras, Kecamatan Cipatujah, Tasikmalaya. Banyak warung makan di sekitar area ini.
Pengendara akan melintasi trek lurus hingga melewati Terminal Ciheras di Jalan Bubujung. Kondisi jalur masih sama di Pantai Talanca Muncang Kohok. Tak jauh dari Pantai Cipatujah, terdapat SPBU Pertamina.
Trek lurus tanpa lampu jalan di sepanjang jalur pantai selatan. Dari Pantai Sindangkerta, Pamayangsari, sampai Citoe. Kemudian rute mengarah ke utara di Jalan Cidadap melewati Jembatan Mangkabaya, masuk ke Jalan Cikalong, lalu kembali lagi ke selatan.
Eksotisme Pangandaran
Dari Pantai Cemara Pangkalan hingga Pantai Ciparanti, jalur yang dilalui tak jauh berbeda di Jalan Lintas Selatan Jawa Barat. Setelah melewati Kantor Desa Legokjawa, Kabupaten Pangandaran, rute ke arah utara hingga melintasi Kantor Kecamatan Cimerak.
Sekitar 3,7 Km kemudian kami melewati Wisata Green Canyon di Jalan Raya Cijulang. Lalu 3 Km berikutnya terdapat Alun-alun Cijulang. Tak jauh dari situ terdapat SPBU Pertamina.
Kami melewati Pantai Batukaras, Pelabuhan Pangandaran, Pantai Batu Hiu, lalu berhenti di Pantai Pangandaran. Di titik terakhir, kami bermalam. Jakarta-Pangandaran menempuh jarak 426 Km, kira-kira 10-11 jam perjalanan.
 Karamnya kapal MV Viking Lagos menjadi perhatian pengunjung di Pantai Pasir Putih Pangandara, Jawa Barat. (CNN Indonesia/Adi Ibrahim) |
Pantai Pangandaran tak kalah indah dari pantai-pantai lain di Jawa Barat. Pasir putih, cagar alam, situs sejarah Gua Jepang, bangkai kapal tenggelam, hingga tempat wisata malam. Tak perlu bingung mencari tempat penginapan, karena ada banyak hotel di sana.
Dari Pangandaran, kami meneruskan perjalanan ke Cilacap di pagi hari. Ruas jalan cukup lebar di sekitar Tugu Marlin Pangandaran. Jalan Raya Banjar-Pangandaran tak banyak tikungan. SPBU Babakan dan Putrapinggan ada di jalan itu.
Setelah Lembah Putri di Desa Putrapinggan, kami memasuki kawasan hutan. Trek mulai berliku dan menanjak ke arah utara. Di beberapa titik, warga berjaga membawa bendera.
Daerah rawan longsor kami temui di titik Saung Buleud, Kalipucang. Posisinya berada di tengah hutan.
Sepanjang 9 Km perjalanan di wilayah hutan, kendaraan kami tiba di Puskesmas Kalipucang. Di sini berdiri permukiman penduduk, Kantor Kecamatan, Koramil, hingga Polsek Kalipucang.
Melintasi Jawa Tengah
Jembatan Kalipucang menghubungkan wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Tugu Perbatasan Jawa Tengah berdiri di Jalan Pancimas, Cilacap. Perjalanan terus menuju ke utara, melewati Pasar Pancasila Patimuan.
Jalan berlubang sekitar 500 meter sebelum Polsek Patimuan. Setelah Pasar Cinyawang, kami belok kiri ke arah Pasar Suren, melewati Jembatan Cisumur, kemudian belok kanan ke Jalan Bantarsari.
Dari sini kami kembali ke arah selatan, melewati Pasar Kawunganten. Ada SPBU di Jalan Raya Kubangkangkung, Sidasari. Jalan mulai berkelok setelah Waduk Kubangkangkung, melewati Bandara Tunggul Wulung Cilacap, hingga akhirnya ke Kota Cilacap.
Jarak antara Pantai Pangandaran dengan Alun-alun Cilacap yaitu 84 Km. Ruas jalan di Cilacap relatif lebar.
Kota Cilacap berada di ujung selatan berseberangan dengan Pulau Nusakambangan. Pengendara yang melintasi Jalur Pansela harus kembali ke arah barat jika ingin ke pusat kota Cilacap.
Perjalanan berlanjut ke timur, melewati Jalan Srandil dan sejumlah pantai seperti Pantai Widarapayung, Karangpakis, hingga Jetis. Ruas jalan menyempit di Jalan Diponegoro. Sementara Jalan Raya Jetis rusak dan berlubang.
Setelah itu, Jembatan Ayah mengantarkan pengendara ke Kabupaten Kebumen.
Lewat Pantai Ayah, jalan mulai berliku memasuki Hutan Wanalela. Sepanjang Jalan Ayah-Karangbolong, banyak ditemui jalan rusak dan berlubang. Daerah ini terbilang rawan longsor. Beberapa titik jurang tak dilengkapi pagar pembatas jalan.
Fortuner yang kami naiki sangat nyaman. Bantingan suspensinya cukup baik, minim guncangan saat melintasi jalan rusak dan bergelombang. Pengendara yang biasa bepergian bersama keluarga rasanya pas menggunakan SUV ini.
 Daerah rawan longsor di Jalur Pansela, tepatnya di Jalan Ayah-Karangbolong, Kebumen, Jawa Tengah. (CNN Indonesia/Adi Maulana Ibrahim) |
Setelah persimpangan Jalan Pantai Menganti, tanjakan tajam bahkan leter S ditemukan di Jalan Ayah-Karangbolong. Jalur berkelok tanjakan dan turunan setidaknya dilalui hingga Jembatan Suwuk. Jalur ini berada jauh dari pantai.
Perjalanan sepanjang Kebumen melewati sejumlah pantai seperti Menganti, Pecaron, Surumanis, Lampon, Watu Bale, Bukit Jerit, hingga Karang Bolong.
Keluar dari Jalan Pangeran Diponegoro, trek lurus berada di Jalur Pantai Selatan Jawa hingga Jalan Daendels. Sepanjang trek ini tak ada lampu jalan. Meski demikian, aspalnya terbilang mulus. Jika lelah, pelaku perjalanan bisa beristirahat sambil menikmati kuliner sate ambal khas Kebumen.
Melewati Jembatan Wawar, kami memasuki Kabupaten Purworejo. Trek 23,8 Km sepanjang Jalan Daendels masih tetap lurus hingga Jembatan Congot. Ini adalah perbatasan Purworejo-Yogyakarta.
Jalur mulai mengarah ke utara hingga melewati Pasar Brosot. Aspal mulus dengan ruas jalan lebar, penerangan juga mulai tersedia. Kami berhenti di Pantai Pangandaran, titik terakhir dari petualangan menyusuri Jalur Pansela.
Perjalanan Jakarta-Yogyakarta di Jalur Pantai Selatan Jawa via Ciwidey menempuh jarak 667 Km. Ratusan tempat wisata dan pantai menemani sepanjang perjalanan. Pemandangan yang mungkin tak didapatkan di jalur lain.
Meskipun kondisi jalan aspal relatif mulus, pengendara tetap harus berhati-hati. Jalur Pansela minim penerangan, serta rawan longsor di kawasan perbukitan. Kondisi fisik pelaku perjalanan dan kendaraan perlu benar-benar fit.
Ketika berkendara dengan Fortuner 2.8 GR Sport, kabinnya lega, serta memiliki banyak tempat penyimpanan untuk perjalanan pulang kampung. Teknologi peredam kabin mobil ini juga sangat baik sehingga suara dari luar mampu terbendung.
Umumnya, jalur ini masih nyaman dilalui pemudik yang membawa balita karena tempat pemberhentian/restoran bisa ditemukan sepanjang jalan. Namun di beberapa titik perbukitan, seperti Ciwidey-Cidaun, tidak direkomendasikan. Jalannya sempit, ekstrem, dan minim rest area.