CATATAN PERJALANAN

Jalur Mudik Pansela: Surga Wisata Anti Bosan nan Menantang

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Kamis, 21 Apr 2022 10:45 WIB
Jalur mudik Pantai Selatan Jawa punya pemadangan yang sangat indah. Jalur ini jadi jalur alterntif pemudik. (CNNIndonesia/adiibrahim)
Jakarta, CNN Indonesia --

Banyak jalan menuju kampung halaman, namun tak semua menyajikan keindahan dan cerita seperti Jalur Pantai Selatan alias Pansela. Jelang mudik Lebaran 2022CNNIndonesia.com menyusuri jalur ini dari Jakarta ke Yogyakarta via Ciwidey, Bandung.

Jam menunjukkan pukul empat pagi saat kami bergegas di pelataran Gedung Transmedia, Mampang, Jakarta, Sabtu (26/3). Ibu Kota masih merayapi kesadarannya, tetapi kami tidak kompromi.

Toyota Fortuner GR Sport 2.8 yang kami tumpangi langsung tancap gas begitu semua dipastikan siap. Dari kawasan Mampang, kami langsung masuk Tol Dalam Kota, sebelum masuk ke Tol Jakarta-Cikampek.

Setelah menempuh satu jam perjalanan, kami berhenti di Karawang, tepatnya Rest Area KM 57 Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Banyak pengendara yang mampir ke titik ini untuk melaksanakan salat subuh di masjid atau membeli bekal makanan. Setengah jam berlalu, kami melanjutkan perjalanan kembali.

Sabtu pagi, arus lalu lintas di sepanjang Tol Cipularang hingga Purbaleunyi cukup lancar. Tepat pukul tujuh pagi, kami sudah keluar Gerbang Tol Soreang.

Jalan Raya Soreang yang kami lalui masih lengang. Setelah melewati komplek Kantor Bupati Bandung, kami terus bergerak ke arah selatan, melintasi Polsek Soreang, alun-alun, koramil, hingga wilayah Ciwidey. 

Jalanan mulai berliku dan menanjak. Gerimis pagi itu memaksa sopir menurunkan kecepatan laju kendaraan hingga 20 kilometer per jam. Permukiman warga berdiri di sepanjang jalan.

Banyak tempat wisata yang bisa ditemui selepas Alun-alun Soreang. Beberapa di antaranya Love Soreang Park, Driam Riverside, hingga Happy Farm Ciwidey. Karena masih di dalam kota, anjungan tunai mandiri (ATM) dari berbagai bank masih tersedia.

Pom bensin pertama yang kami temui setelah keluar tol adalah SPBU Andir-Pasirjambu. Jaraknya sekitar 15 Km atau 27 menit dari Gerbang Tol Soreang. Kira-kira satu kilometer kemudian, ada lagi SPBU.

Sebelumnya, beberapa penjual bensin eceran bisa ditemukan. Salah satunya berdiri di dekat Taman Makam Pahlawan Sadu Soreang. Keberadaan bengkel sepeda motor dan mobil juga tak sulit ditemukan.

Di sepanjang jalan provinsi itu banyak berdiri rumah makan. Hanya saja mayoritas belum buka pada pagi hari. Rata-rata restoran atau kafe mulai beroperasi pukul sepuluh pagi.

Setelah satu jam perjalanan dari ujung Tol Soreang, kami memasuki Kawasan Wisata Rancabali. Gapura bertuliskan Ciwidey Valley menyambut hangat. Di kiri jalan terdapat rumah makan yang sudah buka. Namanya, Kedai Sari Ciwidey. Kami pun mampir untuk sarapan di sana.

Sarapan di Kebun Stroberi

Rumah makan ini menyediakan masakan khas Sunda, seperti gepuk, sambal dadak, pepes ikan, hingga jengkol dan petai. Rata-rata harga satu porsi Rp25 ribu.

Di sebelah kiri kedai terdapat kebun stroberi, sementara di sisi kanan berdiri Sentral Oleh-oleh Sari Manis. Pengunjung bisa memetik langsung stroberi di kebun dan membawanya pulang, setelah membayar Rp80 ribu per kilogram. Stroberi menjadi ikon oleh-oleh dari Ciwidey.

Pukul sembilan pagi kami melanjutkan perjalanan. Sepanjang Soreang-Ciwidey-Rancabali, jalan sempit, berkelok dan menanjak. Wajar jika kemacetan di Ciwidey tak terelakkan, terutama di akhir pekan. Beruntung, kami melintasi Ciwidey saat matahari belum tinggi.

Dua kilometer dari objek wisata Happy Farm Ciwidey, terdapat SPBU Alam Endah. Ini adalah pom bensin terakhir sebelum melakukan perjalanan panjang ke Pantai Selatan. Sebaiknya para pengendara mengisi BBM terlebih dahulu, karena SPBU berikutnya baru bisa dijumpai di wilayah pesisir.

Setelah menempuh 12 Km dari rumah makan, kami tiba di Kawah Putih. Ini adalah objek wisata alam yang favorit di Ciwidey. Harga tiket masuk Rp28 ribu per orang untuk wisatawan lokal. Ditambah biaya parkir eksklusif dekat pusat kawah yakni Rp162 ribu. Namun, jika pengendara ingin naik angkutan wisata Ontang Anting dari parkiran bawah, per orang dikenakan tarif Rp28 ribu.

Untuk menuju ke kawah, kami harus memasuki hutan Gunung Patuha sepanjang 6 Km. Gunung strato vulkanik ini tergolong aktif. Tak ada lampu jalan. Kondisi aspalnya retak dan berlubang. Beberapa tanjakan terbilang curam. Sinyal telepon terkadang hilang. Plang peringatan "hati-hati rawan pohon tumbang" dipasang di sejumlah titik.

Kawah Putih berada pada ketinggian 2.194 meter dari permukaan laut. Suhu di sekitar kawah mencapai 8-22 derajat celsius, karena berada hampir di puncak Gunung Patuha.

Setelah mengunjungi tempat yang dianggap suci oleh tetua lokal/kokolot Jawa Barat, kami tancap gas lagi. Tak jauh dari pintu keluar Kawah Putih, kami melewati Bumi Perkemahan Ranca Upas. Sekitar 1,5 Km kemudian, kami keluar dari kawasan Hutan Lindung Cimanggu.

Kebun teh Rancabali, Kabupaten Bandung, menemani sepanjang perjalanan menuju Jalur Pansela. (Foto: iStockphoto/Vanessa Lesage)

Hamparan Kebun Teh

Perkebunan teh Rancabali milik PTPN VIII menyapa kami di kanan dan di kiri jalan. Pemandangan ini benar-benar memanjakan mata. Di titik ini ruas jalan semakin menyempit dan meliuk-liuk. Memaksa setiap pengendara mengurangi kecepatan.

Beberapa titik bisa menjadi spot foto dengan latar perkebunan teh, seperti Wisata Bukit Senyum. Dari Jalan Raya Rancabali, Ecopark Curug Tilu menyita perhatian kami. Tanpa pikir panjang, kami memutuskan untuk mampir sejenak.

Selain menyajikan air terjun atau curug, tempat ini juga menyediakan area bermain anak, restoran, hingga penginapan dengan menggunakan tenda. Para pengunjung juga bisa bermain di kebun teh yang berada di sekitar area.

Perjalanan berlanjut ke arah selatan, Cidaun. Melewati Kantor Desa Patengan hingga Kantor Kecamatan Rancabali. Tak lebih dari 2 Km, terdapat Cagar Alam Situ Patenggang. Ada pula Kawah Cibuni Rengganis.

Tikungan tajam tanpa cermin lalu lintas di sudut jalan membuat sopir mengemudi pelan-pelan. Terlebih jika harus berpapasan dengan kendaraan lain.

Pengendara juga perlu waspada ketika melintasi trek berliku di pinggir jurang, sebab tak ada pagar pembatas jalan.

Sepanjang 10 Km perjalanan, kami ditemani pemandangan kebun teh. Sehabis itu pemandangan berubah menjadi kebun warga maupun areal persawahan.

Di wilayah Gunung Sumbul, tepatnya di titik Warung Kabut, para pengendara kembali perlu waspada. Kabut kerap turun. Jarak pandang menjadi lebih pendek. Begitu pula ketika hujan.

Setelah itu, kami memasuki gerbang perbatasan Kabupaten Cianjur. Di titik ini terdapat Rest Area Naringgul. Beberapa pengendara beristirahat, tapi kami memilih melanjutkan perjalanan.

Jalur Ekstrem Cianjur

Jalan berkelok dan menanjak dengan tikungan yang ekstrem makin sering dijumpai. Inilah Jalan Tanjakan Kelok 1000. Beruntung, Fortuner 2.8 GR Sport yang kami tumpangi sangat bertenaga saat melibas tanjakan, dengan mesin diesel baru berkode 1GD-FTV 2.755 cc VNT Intercooler.

Berikutnya adalah kawasan hutan. Jalan yang dilalui terpantau rusak. Pengendara perlu berhati-hati karena daerah ini rawan longsor, terlebih ketika hujan.

Begitu keluar dari trek hutan, tersedia Rest Area Balegede di Jalan Suka Bakti. Sebaiknya pelaku perjalanan beristirahat sejenak sambil memeriksa kembali kondisi kendaraan untuk menghindari rem blong. Sebab setelah ini, trek yang dilalui jauh lebih ekstrem.

Setelah rest area tadi, mulai banyak permukiman warga hingga Kantor Desa Balegede. Beberapa bengkel sepeda motor dan tambal ban juga tersedia. Ada pula Pertamini dan penjual bensin eceran. Sejumlah rumah makan masih mudah ditemui.

Setelah itu, jalur berubah ekstrem. Pengendara yang melintas diharap berhati-hati. Selain konsentrasi berkendara, kondisi pengemudi juga harus fit, tak boleh kurang tidur, apalagi mabuk.

Sepanjang jalur Ciwidey-Cidaun, wilayah ini bisa dibilang paling ekstrem. Inilah Tanjakan Huut. Tikungan tajam dan tanjakan serta turunan terjal akan banyak dilalui.

Daerah ini rawan kecelakaan. Tak disarankan membawa kendaraan malam hari. Apalagi ketika hujan, karena daerah ini rawan longsor.

Saat kami melintasi titik ini, ruas jalan sedang dilebarkan. Sejumlah orang berjaga mengatur lalu lintas. Kendaraan berjalan satu per satu, sebab rawan kecelakaan ketika harus berpapasan.

Kondisi jalan yang menantang itu berujung di Jembatan Cipandak, Desa Sukabakti, Naringgul. Setelah itu, trek lumayan bersahabat, meskipun masih berliku. Pom mini, masjid, bengkel, rumah makan, hingga warung kopi bisa ditemui kembali.

Curug Jalanan

Lepas dari perjalanan yang membuat pusing dan menegangkan, kami berhenti di Curug Ceret Naringgul. Air terjun ini berada di pinggir Jalan Ciwidey-Cidaun, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur.

Deretan warung makan berdiri di seberang curug. Beberapa pengendara mobil berhenti di parkiran. Begitu pula rombongan pesepeda motor.

Banyak di antara mereka yang tidak tahu sebelumnya ada curug di tempat ini.

Mereka mendekati curug, berdiri di tepi jalan lalu berfoto bersama. Sebagian lagi menunggu di warung kopi sambil menikmati pemandangan air terjun. Suasana rimbun di sekitarnya menambah asri.

"Kebanyakan yang mampir di sini mual, muntah-muntah naik mobil karena jalannya. Memang lebih enak naik motor, touring," kata Dede Diran, penjual kopi di Curug Ceret.

Lihat Juga :

Pusing dan mual mulai hilang, perjalanan berlanjut ke pesisir Cianjur. Tujuan kami adalah Pantai Jayanti. Jalan berliku masih kami jumpai, namun tak separah sebelumnya.

Kami pun bergegas, tak ingin berjumpa dengan malam di jalanan. Sepanjang perjalanan, lampu jalan hampir tak ada.

Ruas jalan agak lebar di Tanjakan Mala, Kampung Cibodas, Naringgul. Tebing setinggi 50 meter dibalut jaring baja hijau. Hal ini untuk menahan longsor dari Gunung Pabeasan.

Setelah satu jam perjalanan, akhirnya kami melihat Pantai Selatan Jawa. Lega rasanya bisa melewati jalan berliku di kawasan hutan sebelum gelap datang.

Menyusuri Pantai Selatan Jawa Barat hingga Yogyakarta


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :