Trauma terhadap tipuan Orang Kaya Banda selalu menjadi dalih bahwa penaklukan Banda hanya bisa dilakukan dengan pembantaian. Sewindu berselang JP Coen yang naik pangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC telah berkantor di Batavia. Ambisinya menguasai Kepulauan Banda memuncak.
Dewan Pimpinan VOC pada 1621 menyetujui rencananya menaklukkan Banda melalui ekspedisi besar. ekspedisi kedua JP Coen itu dilakukan dengan 13 kapal angkut ditambah beberapa kapal pengintai, yang membawa ribuan penumpang (Des Alwi melalui Sejarah Maluku: Banda Neira, Ternate, Tidore, dan Ambon, 2005).
JP Coen mengangkut 1.600 orang tentara, 300 orang tahanan, 100 orang samurai bayaran dari Jepang (ronin), 286 budak belian, hingga 40 awak kapal. Keterlibatan samurai dalam tim ekspedisi Belanda memang sudah terjadi sebelum misi penaklukan Banda itu dilakukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan arsip dari VOC pada 23 Januari 1613, Kepala Dagang VOC di Dejima, Jepang, Hendrik Brouwer bersurat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda Pieter Both untuk menyewa para samurai. Kala itu ada sekitar 100 ribu samurai yang kehilangan tuan atau ronin pascaperang Sekigahara. Biaya yang terlampau tinggi membuat Hendrik hanya bisa membawa 68 orang samurai, 9 tukang kayu, 3 pandai besi, dan beberapa pekerja kecil lainnya.
Sampai di Banda, JP Coen enggan berunding. Dia kembali membangun Benteng Nassau dan menjadikannya pusat pertahanan VOC di Maluku. Coen menyerang Pulau Lontor dan menjadikannya markas. (Merchant in Asia: The Trade of the Dutch East India Company During the Eighteenth Century, 2006).
![]() |
Pembantaian tak cuma di Pulau Lontor dan Neira. Darah rakyat Banda meluber ke sejumlah pulau lainnya. Serdadu bayaran mengejar penduduk yang ke hutan dan puncak gunung. Di pesisir, mereka merusak dan membakar rumah hingga perahu warga. Des Alwi mencatat, kekejaman Belanda berlanjut hingga 8 Mei 1621. VOC itu menangkap delapan Orang Kaya yang dinilai paling berpengaruh dan dituduh sebagai pemicu kerusuhan sebelumnya.
Orang Kaya Banda itu kemudian dimasukkan ke dalam kurungan bambu yang dibangun di luar Benteng Nassau. Mereka dieksekusi oleh enam orang Ronin dan tubuhnya dipotong menjadi empat bagian. Pembantaian masih berlanjut di hari yang sama ketika 36 Orang Kaya Banda lainnya juga diculik oleh pasukan VOC untuk kembali dieksekusi.
Potongan kepala dan tubuh Orang Kaya Banda itu lalu ditancapkan di sepotong bambu untuk dipajang. Selama pembantaian di hari itu, total ada 44 orang pemuka masyarakat Banda yang menjadi korban kekejaman VOC. (Michael Krondl, Taste of Conquest: The Rise and Fall of the Three Great Cities of Spices). Potongan tubuh mereka dibuang ke dalam sebuah perigi (sumur) yang dikenal masyarakat kini melalui prasasti perigi rante.
Sepanjang proses pendudukan Belanda, dari 15 ribu penduduk yang ada di Kepulauan Banda, diperkirakan hanya tersisa kurang dari 1.000 masyarakat yang selamat dari pemusnahan massal tersebut. Penduduk yang selamat dan masih hidup memutuskan untuk mengungsi ke pulau-pulau di sekitar laut Banda yaitu ke pulau Kei, Gorom, Watubela. Sebagian ada yang mengungsi ke Makassar di Sulawesi Selatan ataupun mencari perlindungan pada Inggris.
"Coen seorang pengecut. Datang dengan armada besar. Beralasan dendam kemudian penyerangan terjadi di titik awal di Selamon (Banda Besae) kemudian
menyebar di tempat lain dan terjadilah peristiwa yang bagi kami, kami katakan itu genosida," ujar tokoh muda yang juga pegiat sejarah Banda, Isra Prasetya Idris.
![]() |
Isra yang juga Ketua Umum Persatuan Banda Muda itu menyebut saat ini rakyat Banda, khususnya pemuda-pemuda tengah menyuarakan bahwa Jan Pieterszoon Coen adalah seorang penjahat perang, tidak lebih baik dari Hitler.
"Dia adalah pembantai etnis. Dia adalah orang yang paling bertanggung jawab membantai etnis di Banda dan mencoba menghabisi karena menguasai pala pada
saat itu," ujarnya.
Tokoh sekaligus Budayawan Banda, Mochtar Thalib mengenang genosida di Banda Neira bukan cuma terbatas karena perdagangan Pala. Lebih dari itu, ada misi penghancuran akidah, bahkan perang yang luar biasa terhadap Islam di Banda Neira.
"Mereka bukan cuma Orang Kaya. Mereka ini (yang dibantai Coen) adalah penganjur agama, penghafal Alquran, hingga imam di tiap surau," ujar Mochtar.
"(peristiwa) Genosida ini akan tetap menjadi sebuah kenangan buruk. Belanda datang, tak semata-mata karena rempah," ujar Mochtar.