Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bidang Advokasi dan Jaringan, Zainal Arifin mengatakan penggunaan mekanisme non-yudisial justru melanggengkan impunitas karena tidak adanya pengungkapan kebenaran melalui penegakan hukum yang adil.
Penyelesaian model ini, kata dia, menunjukkan pemerintah seolah-olah telah mengambil langkah, namun sesungguhnya melindungi pelaku dari tanggung jawab pidana.
"Terbukti, pemerintah sebelumnya telah menerbitkan UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang KKR. UU ini mengedepankan penyelesaian non-yudisial. Mahkamah Konstitusi kemudian membatalkan secara keseluruhan UU KKR berdasarkan putusan MK Nomor 006/PUU-IV/2006," kata Zainal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berkaca dari putusan MK itu, ia menyebut seharusnya pemerintah tidak lagi memaksakan ambisi untuk menerbitkan Keppres Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial yang dibuat secara tertutup.
"Sedangkan pembahasan RUU KKR semestinya mempertimbangkan putusan MK serta melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna, khususnya para korban dan keluarga korban yang selama ini berjuang menuntut keadilan," kata Zainal.
Senada, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai keppres tersebut secara tegas memperlihatkan bahwa pemerintah mengutamakan mekanisme non-yudisial dalam penanganan pelanggaran HAM berat masa lalu.
"(Langkah ini) dijadikan jalan pintas untuk seolah dianggap sudah menuntaskan pelanggaran HAM berat. Padahal ini hanya cara yang dipilih Pemerintah melayani para pelanggar HAM berat masa lalu agar terhindar dari mekanisme yudisial," katanya.
Ia mengatakan gagasan mengenai tim yang dibuat seolah menunjukkan kepedulian Pemerintah terhadap korban, bukanlah ide pertama Jokowi dan jajaran.
Tercatat setidaknya ada inisiatif seperti Komite Rekonsiliasi dan Komite Pengungkapan Kebenaran di 2015, Dewan Kerukunan Nasional di 2016 hingga Tim Gabungan Terpadu Tentang Penyelesaian Dugaan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu di 2018.
"Wacana seperti Unit Kerja Presiden untuk Penanganan Pelanggaran HAM Berat (UKP-PPHB) juga menguap layaknya konsep-konsep sebelumnya karena memang dibuat dengan intensi memutihkan kesalahan para pelaku bukan untuk memulihkan para korban pelanggaran HAM berat di Indonesia," katanya.