Jakarta, CNN Indonesia --
Nanang (59) tampak lesu memandangi puing-puing bangunan semi permanen atau bedeng yang berceceran tepat di samping rumahnya. Daerah tempat ia tinggal kini disulap menjadi area Jakarta International Stadium (JIS). Dulu ramai, namun kini terlihat sepi dan justru kerap disambangi petugas.
Binar mata Nanang berkobar ketika melihat petugas lalu lalang di lokasi yang tepat bersebelahan dengan rel kereta api itu. Kerutan masam nampak jelas terlukis di wajah pria berusia lebih dari setengah abad tersebut.
"Saya ini bongkaran Mangga Dua. Dulu kan (disana) kuburan," kata Nanang kepada CNNIndonesia.com di lokasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di sini saya tinggal 15 tahun," tambahnya lagi.
Nanang merupakan salah satu warga yang memilih bertahan di Kampung Bambu, Kelurahan Paponggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara, usai pada Selasa (11/10) kampung itu digusur PT KAI dan Pemerintah Kota Jakarta Utara.
Ia adalah warga yang mulanya menolak penggusuran dan kompensasi, namun berujung menyetujui tapi tak sampai hati merubuhkan rumahnya. Saat ini, ia hanya tinggal menunggu waktu sampai rumah kecilnya itu ditertibkan seperti yang lain.
Nanang mengenang kehidupan warga di lokasi huniannya itu dahulu tenang tanpa ada masalah. Ia yang sudah tinggal 15 tahun di Kampung Bambu bisa memastikan bahwa warga tentram, meski harus hidup berdampingan dengan rel kereta api.
Namun, ketenangan itu terusik saat ia dan tetangganya menerima undangan dari pemerintah. Kala itu, sekitar Maret 2022, ia dan warga Kampung Bambu diundang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR) untuk sosialisasi pembangunan jalan tol.
"Kalau enggak salah tanggal 21 bulan tiga, di Hotel Mercure Ancol Jakarta Utara. Semua warga dari Tanjung Priok datang sampai Pademangan, tiga kelurahan mana itu kumpul di sana. Sosialisasi bahwa ada pembangunan jalan Tol Priok sampai Pluit," ucap dia.
Nanang menyebut dari sosialisasi itu dia mengetahui bahwa lokasi rumahnya bakal terdampak dari rencana pembangunan tol yang membentang dari Tanjung Priok hingga Pluit tersebut.
Sebagai orang yang pernah mengalami gusuran karena tinggal di lahan yang bukan miliknya, ia sadar bahwa dalam waktu dekat dirinya harus angkat kaki dari rumahnya sendiri.
"Saya akui saya menempati wilayah ini memang tanah tersebut punya PJKA (PT KAI). Memang saya tahu UU PJKA tapi dari sosialisasi menteri PUPR akan diberi kebijakan dari menteri PUPR bukan ganti rugi tapi ganti untung," kata dia.
Ganti untung itu, menurutnya, semacam diberikan kontrakan atau hunian baru yang layak. Persoalan ganti untung itu pun disampaikan langsung oleh Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.
Akan tetapi, belum ada kelanjutan apapun usai pemerintah mengiming-imingi hal tersebut. Sekitar 250 hari kemudian, kata dia, barulah pemerintah, tepatnya Kelurahan Papanggo, kembali mengundang warga untuk sosialisasi.
Ia dan para warga didesak menandatangani surat persetujuan penggusuran berikut kompensasinya. Tak ada waktu yang diberikan bagi warga untuk bernegosiasi.
"Warga sudah kumpul semua (tapi) bukan sosialisasi. Ternyata sesudah ada yang memberi pengarahan gini-gini, langsung (disampaikan) 'Ibu-ibu, bapak-bapak, tanda tangan'. Tanda tangan pun langsung setuju atau tidak," tutur Nanang.
Pria yang juga Ketua Pemukiman Kampung Bambu itu mengaku marah saat menghadapi situasi tersebut. Pasalnya, warga juga tak diberitahu berapa nominal kompensasi yang bakal diterima. Warga baru diberitahu jumlah ganti rugi ketika menyetujui penggusuran tersebut.
"Giliran udah tanda tangan setuju, dibuka, (kompensasi) cuman Rp1,2 juta, ada yang Rp900 ribu," beber dia.
Senada, warga bertahan lainnya, Puji, juga turut merasakan hal yang sama. Puji yang telah tinggal sejak 2008 itu tak ingin merelakan rumahnya demi kompensasi yang tak seberapa.
Hal itu lantaran Puji adalah orang yang juga pernah terkena gusur namun tak sepeser pun mendapat ganti rugi dari pemerintah.
"Kami korban Taman BMW (Bersih Manusiawi Wibawa). Makanya saya terdampak di sini, tahun 2008 sampai sekarang. Gusuran paling besar. Kami seperak pun tidak dapat," ujar Puji.
Oleh sebab itu, Puji memilih memperjuangkan haknya sebagai warga Jakarta Utara. Ia ingin setidaknya diberikan nominal ganti rugi yang layak dan juga transparan.
Warga Kampung Bambu sebetulnya tak muluk ingin dapat ganti rugi besar. Para warga yang memilih bertahan mengaku hanya ingin mendapat kompensasi yang setara dengan Kampung Bayam, kampung yang lebih dulu digusur buntut proyek Jakarta International Stadium (JIS).
Eva, salah satu warga Kampung Bambu bertahan lainnya, berkeras untuk tetap tinggal di lokasi itu. Hal itu lantaran ia kecewa dengan kompensasi yang diberikan yaitu sekitar Rp2,9 juta.
Jumlah itu tak sesuai dengan yang ditawarkan PUPR pertama kali serta tak cukup untuk memenuhi biaya hidupnya sehari-hari.
"Enggak cukup gitu lho untuk biaya kami ke depannya. Ongkos untuk yang lain aja udah habis dengan dana segitu," ucap dia.
Meski menerima kompensasi, Eva mengaku belum mendapat pencairan dana. Ia pun memilih bertahan di tempat tinggalnya tersebut hingga mendapat kepastian.
"Belum menerima. Saya catat masih (ada) delapan orang (lainnya yang juga yang setuju namun belum menerima kompensasi)," ujar dia.
Dengan getir, Eva mengaku ingin menerima ganti rugi yang setara dengan Kampung Bayam. Diketahui, warga Kampung Bayam menerima sekitar Rp28-40 juta untuk pemilik bangunan, sementara pengontrak sekitar Rp4 hingga Rp6 juta.
Eva pun berharap pemerintah bisa memberikan nominal ganti rugi warga Kampung Bambu setara dengan Kampung Bayam. Ia ingin pemerintah memberikan jumlah yang manusiawi bagi kehidupan penduduk Kampung Bambu.
"Minimal samakan dengan Kampung Bayam. Disesuaikan aja. Kalau nominalnya kita belum bisa buka (sampaikan). Mereka juga udah pasti mengetahui. Secara manusiawi aja," tutur Eva yang disetujui sejumlah warga bertahan lainnya yang hadir di sana.
Menanggapi hal ini, PT KAI menegaskan bahwa pihaknya tak memberikan kompensasi apapun kepada warga Kampung Bambu. Kepala Humas PT KAI Daop 1 Jakarta Eva Chairunisa mengatakan KAI hanya fokus pada pembersihan area lahan dan keselamatan serta keamanan warga yang tinggal di pinggiran rel.
"Kalau dari KAI memang enggak pernah memberikan kompensasi karena jelas-jelas yang ditempati lahan KAI penempatan ilegal," ujar Eva kepada CNNIndonesia.com.
Namun, Eva Chairunisa menyatakan tak ada yang dilanggar oleh KAI dalam penggusuran Kampung Bambu.
"Tidak ada yang dilanggar dari kegiatan pembersihan area yang dilakukan KAI di lahan KAI dalam hal menjalankan UU 23 tahun 2007," ujar Eva.
Namun demikian, ia menyebut KAI sangat terbuka apabila Komnas HAM meminta pihaknya memberikan keterangan terkait hal ini.
"Jika ada yang perlu dikonfirmasi ke Komnas HAM dan lain-lain kita akan ikuti dengan baik," ucap dia.
Sementara Pemkot Jakarta Utara sejauh ini belum memberikan keterangan. CNNIndonesia.com masih berupaya menghubungi yang bersangkutan.
Sementara itu, pihak Pemerintah Kota Jakarta Utara serta Kementerian PUPR hingga kini belum memberikan keterangan. CNNIndonesia.com masih berupaya menghubungi keduanya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut menyoroti penggusuran Kampung Bambu. Pada Selasa (11/10), Komnas HAM mengeluarkan surat rekomendasi kepada PT KAI dan Pemkot Jakut untuk menunda penggusuran hingga tercapai kesepakatan dengan warga.
Dalam surat yang telah dikonfirmasi Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, tertulis bahwa Komnas HAM meminta PT KAI beserta Pemkot Jakut untuk menunda penggusuran sekaligus tindakan yang dapat menimbulkan konflik fisik.
Selain itu, Komnas HAM juga meminta agar PT KAI dan Pemkot Jakut memberikan penjelasan atau klarifikasi terkait permasalahan, salah satunya mengenai nilai kompensasi.
"Memberikan penjelasan atau klarifikasi atas permasalahan tersebut dengan disertai bukti-bukti relevan," demikian bunyi rekomendasi Komnas HAM.
Sebelum ini, Komnas HAM juga sempat mengeluarkan rekomendasi yang sama tepat sebelum penggusuran dimulai. Rekomendasi itu dikeluarkan usai warga meminta bantuan lembaga itu untuk menerbitkan surat rekomendasi penundaan penggusuran pada 6 Oktober.
"Surat tanda penerimaan laporan dan meminta supaya penggusuran ditunda sampai ada kesepakatan dengan warga melalui proses yang ada di Komnas," kata Beka.
Mengenai hal ini, belum ada tanggapan dari PT KAI maupun Pemkot Jakarta Utara. CNNIndonesia.com masih berupaya menghubungi kedua pihak.
Dalih Pemerintah Jakarta Ingin Percantik JIS
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria sebelumnya mengatakan penertiban Kampung Bambu dilakukan agar lingkungan sekitar JIS menjadi lebih rapi dan menarik.
"Terkait dengan penertiban memang di situ kan kita harus rapikan. Supaya lingkungannya baik, pemandangannya baik dan menarik. Supaya JIS yang berskala internasional ini betul-betul dapat dilihat secara luas, juga baik," kata Riza di Balai Kota Jakarta, Selasa (11/10).
"Kita lihat dari berbagai sudut, JIS itu harus kita pastikan pemandangannya baik," tambahnya.
Menanggapi hal ini, sejumlah warga mengaku setuju dengan keinginan tersebut. Eva, misalnya. Ia mengaku tak keberatan bila Pemprov ingin menggusur Kampung Bambu untuk memperelok kawasan sekitar JIS.
Namun, menurutnya Pemprov juga perlu memedulikan nasib warga yang nantinya bakal kehilangan rumah.
"Kita sih setuju-setuju saja. Paling tidak kita kan harus dipedulikan. Dilihat. Ya siapa sih yang mau hidup begini. Kalau kita mau digusur ya silakan monggo. Tapi setidaknya kita harus dimengerti," ujar Eva.
Senada, Puji, juga mendukung keinginan Pemprov untuk memperindah JIS tersebut. Namun menurut Puji, Pemprov tak boleh sampai mengabaikan nasib warga hanya demi JIS.
"Boleh-boleh saja. Iya (tetapi warga juga dipikirkan)," ucapnya menimpali pernyataan Eva.
Selain demi mempercantik JIS, penggusuran Kampung Bambu juga dilakukan untuk mensterilkan kawasan rel guna membangun stasiun KRL temporary. KAI penertiban itu juga dilakukan demi keamanan warga yang tinggal di lokasi rawan tersebut.
Sejauh ini, total ada 254 bangunan semi permanen yang berada di kawasan Kampung Bambu. Eva menyebut hampir seluruhnya telah ditertibkan oleh PT KAI dan Pemkot Jakut.
"Warga yang menempati 254 bangunan telah secara mandiri melakukan proses pengosongan bangunan tidak permanen tersebut secara bertahap," ujar Eva kepada wartawan.
Eva mengatakan PT KAI bersama Pemkot Jakut sebelumnya telah mensosialisasikan masalah ini ke warga. Menurut dia warga pun telah setuju untuk pindah dari area tersebut.
"Pendataan dan program relokasi warga juga telah dijalankan oleh pemerintah kota," paparnya.