Awal Maret 2022, saat pengacara korban datang ke Unit PPA Polresta Bogor Kota untuk menanyakan perkembangan penyidikan, ternyata sudah ada pergantian kanit lama dan baru.
Berdasarkan keterangan Kanit PPA yang baru, penyidikan telah dihentikan setelah korban menikah dengan ZPA.
Pihak korban tak tahu soal penghentian kasus ini. Penyidik juga tidak pernah mengirim surat pemberitahuan SP3 kepada Nara selaku pelapor sekaligus korban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian pada pertengahan Maret, Kanit PPA menyampaikan kepada pengacara melalui WhatsApp. Intinya, menegosiasikan uang damai sejumlah Rp50 juta kepada pengacara korban untuk disampaikan kepada keluarga Nara.
"Saya malah dibujuk Rp25 juta untuk damai, kalau enggak Rp50 juta. Saya diam. Enggak bener juga itu orang (pengacara)," kata ibu korban.
Oleh karena itu, korban mencabut kuasa dengan pengacara tersebut.
Barulah pada April 2022, pihak korban datang ke LBH APIK Jabar meminta bantuan hukum. Untuk kesekian kalinya korban mencari keadilan. Pihak korban menjelaskan duduk perkara dan berharap para pelaku segera dipenjara.
"Setelah datang ke kami, langkah pertama, kami mengirim surat ke Kemenkop," kata Asnifrianti Damanik kuasa hukum korban dari LBH APIK Jabar.
LBH APIK menilai sikap dan perilaku penyidik di Unit PPA, terutama kanitnya yang mempengaruhi, mendesak dan memfasilitasi perdamaian hingga pernikahan antara pelaku dengan korban, menunjukkan tidak adanya sensitivitas terhadap perempuan korban kekerasan seksual.
Perilaku ini juga bertentangan dengan dukungan dan keterlibatan Polri dalam pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, yang mana di dalam salah satu rumusannya melarang penyelesaian kasus kekerasan seksual di luar proses peradilan.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual kini telah disahkan menjadi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Nomor 12 Tahun 2022.
![]() |
Selain itu, LBH APIK menilai sikap dan perilaku penyidik di Unit PPA dalam menangani perkara tersebut tidak sesuai dengan pasal 3 Perkap Nomor 10 Tahun 2007. Polisi seharusnya dapat memberikan perlindungan terhadap perempuan yang menjadi korban kejahatan dan melakukan penegakan hukum terhadap pelakunya.
"Laporan korban seharusnya bisa terus diproses, karena tindak pidana perkosaan bukanlah delik aduan dan kasus ini bukanlah kasus ringan yang bisa dilakukan restorative justice," katanya.
Penilaian ini sejalan dengan pandangan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyebut kejahatan serius seperti pemerkosaan tidak bisa diselesaikan dengan konsep keadilan restoratif. Menurutnya, kasus ini harus terus dibawa ke pengadilan.
"Memutuskan bahwa kasus perkosaan terhadap seorang pegawai di kantor Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah yang korbannya bernama NDN dilanjutkan proses hukumnya dan dibatalkan SP3-nya," ujar Mahfud dalam video rilis yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (21/11).
Setelah proses hukum kasus ini dibuka kembali, polisi mulai melakukan gelar perkara khusus di Polda Jabar.
Hasil gelar perkara menyatakan penyidikan kasus ini dilanjutkan kembali di Polresta Bogor.
Selain mendampingi korban dalam mengusut perkara ini, LBH APIK Jabar juga mengadukan sikap dan perilaku penyidik ke Propam. Mereka merekomendasikan agar Polri tidak melindungi serta memberikan sanksi yang tegas terhadap anggotanya yang membujuk hingga memfasilitasi perdamaian antara pelaku dan korban.
Sementara itu, kini korban cenderung menghindari segala hal yang dapat membangkitkan memori kelamnya itu. Dia tak ingin disangkutpautkan lagi dalam hiruk pikuk ini.
Di tengah proses pengusutan kasus, ia hanya ingin keadilan berpihak kepadanya. Para pelaku kekerasan seksual dipenjara seadil-adilnya. "Dia (korban) enggak ingin mendengarkan itu lagi," kata Asni menyampaikan keinginan korban.
Polresta Bogor belum bisa menanggapi dugaan pelanggaran yang dilakukan anggotanya dalam menangani perkara ini, termasuk soal pungutan uang pengurusan proses hukum Nara.
Wakapolres Bogor Kota AKBP Ferdy Irawan mengatakan pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan Propam Polda Jabar.
"Saya tidak bisa menanggapi, karena faktanya dari Propam Polda Jabar juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya dugaan pelanggaran ataupun ketidakprofesionalan dalam penanganan perkara," kata Ferdy saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Terkait penyidikan kasus dugaan pemerkosaan, Polresta Bogor Kota menyatakan bahwa penyidik telah membuka kembali perkara yang telah dihentikan (SP3). Perkara ini pun kembali ditangani Polresta Bogor Kota.
Sementara Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota AKP Rizka Fadhila menyatakan saat ini penyidikan telah dilanjutkan kembali sebagaimana hasil Rakor gabungan instansi di Kemenko Polhukam.
Hasil keputusan rakor itu ditindaklanjuti dengan Gelar Perkara Khusus di Polda Jabar dimana SP3 kasus dicabut dan dilanjutkan kembali penyidikannya.
"Saat ini penyidik telah melimpahkan Berkas perkara ke Kejaksaan Negeri Kota Bogor (tahap 1)," ujar Rizka kepada CNNIndonesia.com.
Rizka memastikan penyidik dan jaksa intens berkoordinasi selama proses kelengkapan berkas perkara penyidikan kasus ini, termasuk pembaruan keterangan para saksi ataupun alat bukti yang telah ditambahkan dalam berkas perkara.
(pop/pmg)