Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim tetap memburu dan melacak mantan calon legislatif PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku yang telah berstatus buron selama 5,5 tahun lebih.
Hal itu disampaikan Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi mengenai nasib penanganan Harun setelah Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dihukum 3,5 tahun penjara atas kasus suap terkait penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.
"KPK masih terus melakukan pencarian, melacak keberadaan DPO tersangka Harun Masiku sebagaimana komitmen KPK untuk menuntaskan perkara ini sehingga yang bersangkutan kemudian bisa dibawa di persidangan untuk mempertanggungjawabkan dugaan tindak pidana yang dia lakukan," kata Budi di Kantornya, Jakarta, Senin (28/7) malam.
Budi belum bisa merespons masukan-masukan dari sejumlah pihak termasuk yang ingin Harun diadili secara in absentia (tanpa kehadiran terdakwa).
Adapun mekanisme tersebut bisa diterapkan dalam kasus yang merugikan keuangan atau perekonomian negara, sementara Harun sejauh ini dijerat dengan Pasal suap. Tujuan persidangan in absentia adalah merampas aset hasil tindak pidana korupsi untuk selanjutnya disetor ke negara sebagai bentuk pemulihan (asset recovery).
"Nanti akan kami pelajari ya terkait masukan tersebut apakah memungkinkan atau tidak. Yang pasti KPK tentu ingin melaksanakan proses-proses penegakan hukum sesuai dengan ketentuan dan juga efektivitas ya supaya perkara ini juga bisa segera selesai dan tuntas," kata Budi.
Pernyataan di atas disampaikan Budi sekaligus merespons PDIP yang ingin Harun Masiku diproses hukum. Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menilai vonis 3,5 tahun penjara untuk Hasto sebagai bentuk politisasi hukum. Djarot menganggap Hasto dikorbankan.
"KPK masih terus melakukan pencarian DPO tersangka HM [Harun Masiku] dalam perkara ini," ucap Budi.
"Penyidikannya masih terus berproses dan kami mengajak masyarakat yang mengetahui keberadaan yang bersangkutan juga bisa menyampaikan informasi tersebut kepada KPK ataupun kepada aparat penegak hukum lainnya sehingga bisa ditindaklanjuti," katanya.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menghukum Hasto dengan pidana 3 tahun dan 6 bulan penjara ditambah denda sebesar Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Berdasarkan fakta persidangan, Hasto terbukti menyediakan dana Rp400.000.000 dari total Rp1.250.000.000 untuk operasional suap kepada Wahyu Setiawan untuk kepentingan PAW Harun Masiku.
Hal itu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Hakim membebaskan Hasto dari dakwaan merintangi penyidikan perkara mantan calon legislatif PDIP Harun Masiku. Menurut hakim, unsur-unsur delik secara temporal dan materiil tidak terpenuhi. Hakim mempertimbangkan perbedaan antara tahap penyelidikan dan penyidikan, serta tidak terbukti ada akibat konkret.
Perkara nomor: 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst ini diperiksa dan diadili oleh ketua majelis Rios Rahmanto dengan hakim anggota Sunoto dan Sigit Herman Binaji.
Baik Hasto maupun KPK masih memanfaatkan waktu tujuh hari untuk merespons putusan hakim tersebut: menerima atau mengajukan upaya hukum banding.
(ryn/isn)