Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam sebuah kota yang sangat menjunjung tinggi busana, salah satu klub raksasa sepak bola dari Milan sedang membutuhkan perubahan besar-besaran. Setidaknya itu yang menjadi pemikiran pengusaha asal Indonesia, Erick Thohir.
Sebagai salah satu dari dua pemilik asing di Liga Italia, setelah membeli 70 persen saham Inter Milan pada November 2013 lalu, Erick percaya globalisasi merupakan kunci penting untuk membangkitkan Serie A.
Erick mengingat masa-masa keemasan sepak bola Italia pada tahun 1990an. Namun, dengan adanya skandal korupsi, rasialisme, kekerasan suporter, dan buruknya kondisi stadion, membuat masa-masa keemasan Liga Italia hanya tinggal kenangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan Erick mengatakan, anaknya yang masih 15 tahun lebih tertarik membicarakan pemain-pemain dari Liga Inggris daripada Liga Italia.
Solusi yang Erick tawarkan pada sepak bola Italia adalah, membuka diri kepada dunia. Pengusaha 44 tahun itu mengatakan, ada sekitar 260 juta potensi suporter Inter di seluruh dunia, dengan 165 juta di antaranya berasal dari Asia. Jumlah suporter itu harus bisa dimanfaatkan La Beneamata.
"Liga Italia harus lebih agresif. Saya mengatakan kepada orang-orang, jika terjadi Calciopoli lagi, maka Serie A akan mati," ujar Erick dalam wawancara ekslusif dengan
CNN.
Menurutnya, ketenaran Liga Italia bisa terlempar dari peringkat kedua, ketiga, atau keempat kompetisi terbaik di Eropa. Italia akan jatuh di peringkat sembilan, di belakang negara-negara seperti Portugal dan Belanda.
"Sangat penting melihat dunia secara global dan bukan hanya Italia, presiden dari klub lain banyak yang berpikiran terbuka saat kami berbicara. Banyak hal yang harus dilakukan," ujar Erick.
Inter mendapatkan sekitar US$95 juta per tahun dari hak siar televisi domestik dan internasional, dan diharapkan meningkat 10 persen tahun depan.
Namun, jumlah itu tidak berarti apa-apa jika dibandingkan hak siar yang didapat klub-klub di Liga Inggris, yang mendapatkan sekitar US$9,4 miliar dari kontrak terbaru mereka untuk durasi tiga tahun.
Pendapatan klub Inggris dari musim kompetisi 2014/2015 diperkirakan mencapai US$240 juta. Namun, jumlah itu bahkan masih kurang dari setengah pendapatan Manchester United saat ini, yang dilaporkan Forbes mencapai US$551 juta.
Jika melihat perbandingan tersebut, kompetisi Italia jelas jauh tertinggal dari Inggris. Tapi, Erick masih menunjukkan sikap optimisme.
"Liga Inggris terus berkembang, akan tetapi Liga Inggris bisa menjadi liga terbaik kedua di dunia. Kami masih memiliki fondasi bagus dan dapat bersaing dengan Bundesliga di Jerman atau La Liga di Spanyol," ucap Erick.
Membandingkan Liga Italia dengan Liga Inggris memang seperti langit dan bumi. Setidaknya itu yang diungkapkan Direktur Eksekutif Inter, Michael Bolingbroke, yang pernah bekerja di MU dan perusahaan hiburan, Cirque de Soleil.
Direkrut Erick pada Juli 2014 lalu, tugas pertama Bolingbrokoe adalah meningkatkan jumlah penonton di Giuseppe Meazza, stadion yang digunakan Inter bersama dengan rival sekota, AC Milan.
Musim lalu, Inter memang memiliki jumlah penonton Liga Italia tertinggi dengan jumlah rata-rata 46.246 per pertandingan. Namun, jumlah itu masih terbilang kecil mengingat kapasitas Giuseppe Meazza yang mencapai 80 ribu penonton.
Selain itu, Bolingbroke juga terkejut saat mengetahui Inter tidak memiliki museum sepak bola sendiri di Giuseppe Meazza, meski memiliki museum bersama dengan Milan.
Museum MU di Old Trafford, setiap tahunnya dikunjungi sekitar 400 ribu suporter. Setiap suporter harus membayar US$29 untuk melakukan tur museum dan stadion. Sedangkan museum bersama Inter dan Milan hanya dikunjungi sekitar 270 ribu suporter, dengan biaya US$21.
Jika Bolingbroke berpijak pada angka-angka, Erick menginginkan Inter lebih banyak melakoni pertandingan penting pukul 15.00 waktu setempat pada akhir pekan. Perubahan waktu dirasa perlu agar penonton di Asia dan Amerika Serikat dapat menikmati sepak bola Italia.
"Kita perlu berbicara kepada suporter secara global. Salah satu nilai plus dari Milan adalah, seperti halnya di sepak bola, selalu ada busana dan budaya."
Libatkan suporterDengan NBA yang kini memainkan pertandingan di Asia, NFL merambah Eropa, dan pertandingan bisbol di Australia, Erick juga berharap suatu saat nanti Liga Italia dapat dimainkan di luar Italia.
"Banyak suporter dari berbagai belahan dunia ingin melihat pertandingan secara langsung, daripada sekedar menonton di televisi atau komputer," ujar Erick.
Namun, ide ini akan berhadapan dengan suporter garis keras, yang terbukti menjadi salah satu halangan untuk reformasi sepak bola Italia.
Menurut Richard Hall, yang menulis tentang budaya suporter Italia, bahkan suporter yang paling keras seperti Ultras sekalipun sadar harus ada perubahan di Serie A.
"Mereka tahu stadion sudah ketinggalan zaman dan para penonton yang merasakan dampaknya," ujar Hall, yang telah menulis mengenai Inter untuk The Guardian dan ESPN.
Menurut Hall, banyak suporter Italia lebih suka Liga Italia mengadopsi model yang diterapkan di Liga Jerman, di mana kedekatan antara klub dan suporter sangatlah erat.
"Para suporter harus percaya kepada kami, karena apa yang kami lakukan merupakan terbaik untuk klub. Kami perlu menjadi lebih profesional dan terorganisir, dan juga tetap melibatkan suporter," ucap Erick.
Dalam dua pertandingan terakhir Inter, kesabaran pendukung I Nerazzurri diuji setelah tim asuhan Walter Mazzarri ini dikalahkan Cagliari dan Fiorentina. Dua kekalahan itu menunjukkan Erick masih memiliki banyak pekerjaan rumah,
Sadar adanya pembatasan yang dilakukan Asosiasi Sepak Bola Uni Eropa (UEFA) lewat Financial Fair Play (FFP), Erick ingin Inter lebih menggunakan data dan analisis dalam mempertimbangkan strategi ketika membeli pemain.
"Saat memilih pemain, kami harus memperhitungkan taktik, finansial, dan juga sisi komersialnya," ujar pengusaha 44 tahun tersebut.
Seperti dunia busana, sepak bola bisa menjadi bisnis yang riskan. Tapi, bagi Erick, kritikan adalah 'obat' baginya. Apakah itu bisa menjadi obat membangunkan raksasa Italia yang tertidur? Itulah yang masih dinantikan dunia sepak bola saat ini.
Artikel ini pernah dimuat di CNN International:
https://edition.cnn.com/2014/10/15/sport/football/erick-thohir-inter-milan/index.html?iref=allsearch