Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam dunia sepak bola dan olahraga, skandal pengaturan skor bukan hal baru, termasuk di Indonesia maupun Asia Tenggara. Menurut New York Times, kasus korupsi dan skandal suap skala besar bahkan pernah menghancurkan liga gabungan Singapura-Malaysia pada 1994 silam.
Skandal suap sendiri sangat terkait dengan pasar taruhan. Lebih jauh lagi, menurut Declan Hill, seorang penyidik internasional yang berkutat dalam masalah pengaturan skor, hal ini melibatkan bursa taruhan ilegal, terutama di Asia, sebagai pusat judi ilegal di dunia.
(Baca juga:
Dan Tan, Warga Singapura yang Terlibat Pengaturan Skor di Seluruh Dunia).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pengatur skor, atau disebut
The Fixer, ini memiliki seorang "
runner" yang akan bekerja sebagai agen. Mereka adalah orang yang berada di dasar piramida skandal pengaturan skor.
Agen-agen ini akan mengontrak seorang "manajer proyek" yang biasanya anggota resmi tim, entah itu pelatih, manajer, dan pemain senior. Satu ciri yang dibutuhkan oleh seorang "manajer proyek" adalah ia harus memiliki kredibilitas dan pengaruh dalam tim.
Kepada agen,
runner lalu akan memberikan sejumlah uang yang digunakan untuk mempengaruhi para pemain agar mau mengatur hasil pertandingan. Para "manajer proyek" ini lah yang akan mengidentifikasi pemain-pemain yang bisa dipengaruhi untuk mengatur hasil pertandingan.
Setelah semuanya terkoordinasi,
runner akan menelepon
fixer di Asia tentang cara pertandingan akan diatur. Hal ini bukan sekadar mengatur apakah satu tim akan kalah atau menang, namun lebih rumit lagi.
Sebagai contoh, satu tim bisa saja kalah di babak pertama namun memenangkan pertandingan. Jika skenario itu bisa terjadi, maka para agen dan manajer proyek bisa memenangkan uang suap 20 atau 30 kali lipat dari yang semula dijanjikan.
Lalu, para
fixer yang telah memiliki pengalaman bertahun-tahun mengatur laga sepak bola, akan "mengatur" pasar taruhan dengan menyembunyikan secara rapih mekanisme tersebut dari para petaruh.
Dalam satu pertandingan telah diatur di suatu kompetisi di Kanada, sindikasi ini membutuhkan jejaring yang terdiri atas fixer, runner, dan pemain yang berasal dari sembilan negara dan tiga benua.
Dengan cara ini, mereka mampu mengatur pertandingan di setidaknya 60 negara, termasuk Amerika Serikat, El Salvador, Guatemala, Zimbabwe, Malta, Siprus, Yunani, Turki, Finandia, Hungaria, Serbia, Kroasia, Makedonia, Albania, Italia, Jerman, Austria, Swis, Slovakia, Republik Ceko, Belgia, Singapura, Malaysia, Tiongkok, Hong Kong dan Kanada.
Bahkan, sebuah laporan yang dikeluarkan Europol pada Februari 2013 menyatakan bahwa total 680 pertandingan yang terselenggara sejak 2008 hingga 2011, termasuk di antaranya laga kualifikasi Piala Dunia dan juga laga Liga Champions, dicurigai terkait dengan aksi pengaturan skor.
(vws)