Jakarta, CNN Indonesia -- Keterlibatan anggota militer dalam bentrok yang terjadi di arena olahraga dinilai pengamat menjadi momentum tepat untuk kembali menguatkan isu revisi Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Pengadilan Militer.
Deputi Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djaffar, menyatakan bahwa persoalan mendasar adalah ketika terjadi pelanggaran hukum yang melibatkan anggota militer, dalam situasi apapun, maka masyarakat sipil tidak bisa menuntut akuntabilitas dan pertanggung jawaban yang transparan.
"Kepangkatan militer mengenal impunitas, sehingga kalaupun masyarakat sipil ingin mengadu, maka akan menemui kendala. Kalau pun melapor ke polisi, maka polisi akan merujuknya ke Denpom (Detasemen Polisi Militer), dan akan diurus oleh mekanisme internal," kata Wahyudi saat dihubungi
CNNIndonesia.com.
"Dan kita tidak bisa menuntut transparansi dari mekanisme internal itu."
Terjadi ricuh antara beberapa anggota Kodam III Siliwangi dan atlet polo air DKI Jakarta di atas tribun ketika menyaksikan semifinal antara kontingen Jawa Barat dan Sumatera Selatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua KONI DKI Jakarta, Raja Sapta Ervian, menyatakan ada tujuh atletnya yang terluka dengan tiga di antaranya perlu divisum. Tujuh atlet itu terdiri atas enam putra dan satu putri.
Ini adalah kali kedua dalam satu tahun terjadi bentrok antara pihak militer dan masyarakat sipil yang terjadi di arena olahraga. Pada 22 Mei lalu, terjadi bentrok antara suporter PS TNI dan pendukung Persegres di Stadion Petrokimia, Gresik.
Suporter PS TNI yang mayoritas anggota TNI ikut tersulut emosi dan meluapkannya dengan adu fisik. Sembilan suporter Gresik harus dilarikan ke rumah sakit karena menderita luka cukup serius, sementara belasan lainnya luka-luka.
Wahyudi menilai, anggota militer memiliki hak berekspresi untuk menjadi suporter atau mengikuti ajang olahraga. Namun, mereka tak seharusnya mendapatkan imunitas hukum ketika tidak sedang menjalankan fungsi kemiliterannya.
"Dalam situasi seperti itu (menonton ajang olahraga), seharusnya mereka melepaskan atribut militer dan mengenakan pakaian seperti masyarakat sipil biasa," kata Wahyudi.
"Dan jika berada dalam situasi seperti itu, maka subyek hukum yang melekat pada diri mereka seharusnya dikenakan hukum sipil dan bukan hukum militer. Tapi yang terjadi saat ini adalah impunitas itu terus terjadi meski mereka bukan sedang dalam situasi dinas militer."
"Insiden-insiden ini menjadi alasan kuat untuk merevisi Undang-Undang Militer."
(ptr)