Jakarta, CNN Indonesia -- Nama Kurniawan Dwi Yulianto pernah menjadi hantu yang meneror lini pertahanan banyak tim, bukan hanya di Indonesia tapi juga di Asia Tenggara. Tak heran, pemain yang akrab dipanggil Si Kurus itu menjadi satu-satunya penggawa timnas yang mencetak gol di empat edisi Piala AFF (1996, 1998, 2000, dan 2004).
Namanya juga tercatat sebagai pencetak gol terbanyak keempat sepanjang sejarah gelaran Piala AFF dengan torehan 13 gol.
Lewat gerakan 'Kedutan Lalat', Kurniawan mampu memanfaatkan postur tubuh untuk dikonversikan ke dalam sebuah gerakan yang menjadi kunci suksesnya kala itu. Ia sangat lihai dalam melihat ruang kosong dan juga memanfaatkan celah sekecil mungkin untuk mencetak gol.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pelatih bilang, saya harus bisa menjaga bola agar tidak diambil lawan. Dengan badan kurus, saya berpikir harus seperti apa. Jadi saya mencoba untuk bermain cepat dengan gerakan
check in-check out untuk mengelabui lawan," kata Kurniawan menjelasakan asal muasal gerakan 'Kedutan Lalat' kepada
CNNIndonesia.com, Rabu (16/11).
Kurniawan mengaku tidak menyangka jika gerakan 'Kedutan Lalat' itu menjadi fenomenal pada masanya. Bahkan, gerakan itu menjadi salah satu hal yang ditakuti para lawan-lawanya di setiap pertandingan.
Nama 'Kedutan Lalat' itu sendiri dianalogikan dari gerakan lalat yang bisa secara cepat dan mendadak menghindari gerakan pemangsanya. Sebab itu juga, Kurniawan dikenal menjadi pemain sepak bola yang 'licin' karena sulit untuk ditebak gerakannya.
Kurniawan menyebut setiap pemain juga bisa melakukan gerakan-gerakan lain seperti 'Kedutan Lalat' yang dimilikinya.
"
Base line-nya memang ada di pelatih. Tapi sebagai pemain, kami jelas harus bisa mengetahui kelemahan dan kekuatan diri sendiri supaya bisa menciptakan gerakan yang bisa ditonjolkan sebagai kelebihan pemain di lapangan," jelas Kurniawan.
"Jangan
text book (gerakan di lapangan). Gerakan itu yang akhirnya membuat orang-orang tahu siapa yang pintar di lapangan," ungkap pria 40 tahun itu.
Sebagai pemain berpengalaman, Kurniawan berharap Timnas Indonesia di Piala AFF 2016 bisa memberikan kejutan lewat penampilan apik di lapangan hijau.
"Anggap semua pertandingan seperti final. Ini turnamen level senior yang paling bergensi. Tapi, kemenangan di sini (Piala AFF) bukan segala-galanya. Karena harapan kami tidak hanya sebatas ini saja. Tapi harus lihat bagaimana Thailand, Malaysia dan Vietnam punya target yang lebih tinggi dari sekadar juara AFF," katanya.
"Tapi jangan lupa, hasil di Piala AFF ini juga penting untuk mengukur prestasi timnas kita. Ingat, masyarakat Indonesia itu haus gelar. Hasil ini bisa jadi barometernya," tuturnya.
Sepak Bola BerkembangKeinginan untuk melihat Kurniawan-Kurniawan selanjutnya lahir dari masyarakat Indonesia. Akan tetapi, timnas justru jarang memproduksi kembali bomber-bomber yang berjaya di Asia Tenggara.
Bahkan, dari tiga penyelenggaraan AFF terakhir, penyerang tersubur Indonesia hanya mampu mencetak tiga gol dalam satu edisi, yaitu Christian Gonzalez dan M. Ridwan di Piala AFF 2012. Dua tahun lalu, Zulham Zamrun dan Ramdhani Lestaluhu yang jadi pencetak gol terbanyak hanya dua kali membobol gawang lawan.
Kondisi ini jauh berbeda dari saat Bambang Pamungkas mencetak delapan gol dalam satu turnamen pada 2002 silam.
Kurniawan pun coba angkat bicara soal hal ini.
"Banyak faktor, tidak bisa dibandingkan. Bisa jadi karena kompetisinya kurang sehingga jam terbang pemain jadi lebih sedikit. Banyaknya pemain asing juga membuat pemain senior bingung di mana ia harus bermain, seharusnya kompetisi berjenjang sudah mulai berjalan berdasarkan kelompok umur," jelasnya.
"Kita juga tidak bisa meremehkan sepak bola negara tetangga, seperti Myanmar, Kamboja dan Laos. Sekarang posisi kita (Indonesia) ada di mana? Jalan di tempat atau malah mundur?" tanya Kurniawan.
"Sepak bola sekarang bukan hanya individual. Tapi
as a team, harus terorganisasi dengan baik melihat dari sisi statistik dan
sport science," katanya menegaskan.
(vws)