Satu Abad Lalu, Olahraga Bangkit dari Perang dan Penyakit

CNN Indonesia
Kamis, 02 Apr 2020 18:43 WIB
Dunia olahraga pernah terpuruk karena Perang Dunia I dan wabah flu Spanyol sebelum ajang Inter-Allied Games digelar di Prancis.
Stadion Pershing jadi tempat Inter-Allied Games usai Perang Dunia I. (AFP/STAFF)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dunia pada 1919 bukanlah tempat untuk bersenang-senang dan bermain. Perang luar biasa telah merusak Eropa, membunuh jutaan orang dan meninggalkan benua itu hancur.

Pandemi flu Spanyol mulai memudar tetapi masih menimbulkan kengerian, dengan sekitar 50 juta orang tewas di seluruh dunia, termasuk 675 ribu di Amerika Serikat.

Ratusan ribu pasukan dari berbagai negara masih berada di Eropa. Perang telah berakhir, tetapi mereka bosan, karena tak banyak yang bisa dilakukan sampai tiba saatnya untuk dikirim pulang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maka lahirlah kompetisi internasional tidak seperti yang lain. Pertandingan Antar-Sekutu atau Inter-Allied Games menyatukan negara-negara yang lelah berperang dalam beberapa olahraga tradisional dan non-tradisional.

Satu abad sebelum Olimpiade 2020 Tokyo ditunda karena pandemi virus corona atau Covid-19 menyebar ke seluruh dunia, olahraga membantu sebuah pemulihan.

Orang Italia bermain basket untuk kali pertama, sementara orang Amerika memenangkan medali dengan melemparkan granat seperti bisbol yang mereka lemparkan ke rumah.

Satu Abad Lalu, Olahraga Bangkit dari Perang dan Penyakit
Ada golf dan tarik tambang, dan seorang Amerika berkulit hitam adalah bintang besar pada saat itu, 17 tahun sebelum Jesse Owens menatap Adolf Hitler di Berlin pada Olimpiade 1936.

Empat belas negara bersaing di pinggiran Paris, termasuk sebuah tim dari Kerajaan Hijaz (sekarang bagian dari Arab Saudi) yang membawa empat unta yang digunakan dalam parade pembuka.

Para wanita tidak diundang bertanding di ajang tersebut, tetapi fenomena petenis Prancis, Suzanne Lenglen, yang menjuarai Wimbledon pertamanya pada Juli 1919, mendemonstrasikan tenis dan mengalahkan setiap pria yang dihadapinya di sisi lain net.

Jenderal John Pershing.Jenderal John Pershing. (PIGISTE / HARCOURT / AFP)
Dan itu semua dilakukan di stadion yang dibangun dalam 90 hari - kebanyakan oleh pasukan Amerika - yang akhirnya diberi nama Jenderal John Pershing, Komandan Pasukan Ekspedisi Amerika di Eropa.

Stadion ini tidak hanya menampung 25 ribu orang, tetapi memiliki kamar ganti, pancuran, dan bungalo khusus yang dibangun untuk Pershing menampung teman-teman serta orang-orang terkemuka dengan pintu masuk pribadi ke stadion.

"Inilah orang-orang yang datang bersama dalam semangat olahraga dan benar-benar menunjukkan bahwa itu bisa menjadi properti penyembuhan," kata kurator senior Museum dan Peringatan Nasional Perang Dunia I di Kansas City, Missouri, Doran Cart.

"Mereka ingin melanjutkan rasa persahabatan dengan negara-negara sekutu dan menjaga pasukan tetap sibuk. Olahraga dipandang sebagai kegiatan yang semua orang bisa ambil bagian," ucap Cart menambahkan.

Satu Abad Lalu, Olahraga Bangkit dari Perang dan Penyakit
Film bisu dari masa itu memperlihatkan parade atlet yang mengelilingi lintasan pada hari pembukaan, lalu melompati rintangan dan berlari estafet. Sebuah ring tinju didirikan di tengah stadion, dan kolam renang di luar ruangan.

Semua pesaing adalah amatir dan mereka mengumpulkan medali kecil sebagai hadiah. Berbagai negara juga menyumbangkan hadiah, dengan pemenang kompetisi senapan menembak mendapatkan hadiah dari Pershing sebuah patung tentara Amerika yang sedang beraksi selama perang.

Meski seolah-olah tampil dalam kompetisi internasional, ajang pertandingan memiliki cita rasa khas Amerika. Ini adalah gagasan Elwood S. Brown, yang memimpin atletik untuk Angkatan Darat Amerika di Eropa dan YMCA.

Brown melihat mereka sebagai cara untuk menjaga pasukan dari masalah setelah perang berakhir sambil menunjukkan bahwa Amerika sama bagusnya di lapangan permainan seperti di medan perang.

[Gambas:Video CNN]
Dalam sebuah surat tahun 1918 yang mengusulkan permainan, Brown mengatakan ini akan menjadi cara untuk 'menunjukkan kepada teman-teman sekutu kita yang terbaik dalam olahraga, semangat bermain yang hebat dan kebetulan yang terbaik dalam fisik'.

Memang, orang Amerika membangun stadion, memenangkan sebagian besar medali, dan bahkan memberi makan pesaing lain dengan jatah militer yang tersisa dari perang yang berakhir dengan gencatan senjata hanya delapan bulan sebelumnya.

Semua itu hanya untuk memastikan tim AS dengan sekitar 40 atlet yang tidak pernah bertugas dalam perang ditempatkan di kapal ke Prancis untuk bersaing dalam spesialisasi mereka.

Mereka bergabung dengan 1.000 atlet lain dan 7.000 tentara dari berbagai negara dalam Olimpiade mini yang menarik banyak orang. Setelah bertahun-tahun perang, mereka berkompetisi di siang hari dan bersosialisasi di malam hari.

Golf jadi salah satu cabor yang dipertandingkan di Inter-Allied Games.Golf jadi salah satu cabor yang dipertandingkan di Inter-Allied Games. (morgueFile/JUANPRESA)
Orang Amerika melakukan lemparan granat - menggunakan bentuk bisbol yang tidak dikenal di negara-negara lain - serta banyak lomba trek dan lapangan.

Prancis berada di urutan kedua dalam penghitungan medali. Meskipun seorang kolonel yang menulis tentang pertandingan mencatat bahwa negara itu akan melakukan yang lebih baik 'seandainya tidak banyak tentara yang terbunuh atau terluka dalam perang'.

Perenang Amerika Norman Ross adalah pemenang terbesar di Inter-Allied Games, dengan lima medali emas di cabang renang. Ross memenangkan tiga medali emas di Olimpiade tahun berikutnya.

Solomon Butler, seorang mahasiswa di Universitas Dubuque, memenangkan lompat jauh. Butler, yang dianugerahi gelar kebangsawanan oleh Raja Montenegro, menjadi unggulan di Olimpiade 1920 di Belgia di tahun berikutnya, tetapi cedera sebelum perebutan medali.

Ajang ini hanya satu kali, meskipun ada upaya pada akhir Perang Dunia II untuk mengadakan kompetisi serupa. Sebagian besar dari mereka terlupakan pada hari ini, dan sekarang situs Stadion Pershing digunakan untuk bermain bisbol.

"Orang-orang lelah dan mereka hanya ingin pulang," kata Cart.

"Semua orang sudah cukup dengan perang dan permainan dengan cepat menjadi catatan kaki saja," ujar Cart menambahkan. (ap)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER