Di
Olimpiade 2004 saya sudah mulai bermain menahan sakit dan akhirnya ketika
Indonesia Open 2004 yang berlangsung akhir tahun, kaki saya benar-benar sakit ketika melawan Bao Chunlai meski saya tidak mengundurkan diri di pertandingan itu.
Awalnya ada penebalan kulit di telapak kaki saya. Lalu kulit itu coba saya tipiskan, tetapi bukan dengan alat yang tepat. Saya tipiskan pakai silet. Ternyata ketipisan dan menjadi luka.
Luka tersebut belum kering sudah saya pakai untuk latihan. Lama-lama makin terasa sakit. Buat jalan terasa sakit, '
sengkring-sengkring' gitu setiap saya melangkah. Akhirnya saya putuskan operasi yang membuat saya harus istirahat selama tiga bulan pada 2005, belum termasuk trauma dan penyembuhan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mulai dari situ, rasa sakit muncul, terus hilang, lalu terasa lagi. Karena jiwa dan fisik saya masih muda, saya mencoba mencari alternatif cara main. Karena telapak kaki saya sakit saat menjejak, saya pakai kekuatan di bagian tubuh lain, seperti lutut dan pinggang. Akhirnya sakit yang saya rasakan berpindah-pindah.
 Sony Dwi Kuncoro memberi beban pada bagian tubuh lain seperti lutut, paha, dan pinggang. (AFP/SAEED KHAN) |
Menurut saya lutut dan pinggang saya jadi lebih terbebani karena saya tidak ingin telapak kaki saya sakit. Begitu juga otot paha saya yang lebih menekan dan mengatur posisi telapak kaki saya saat menjejak. Karena itu sakit yang saya rasakan berpindah-pindah.
Sejak itu rasa sakit timbul-tenggelam dan ikut mempengaruhi performa saya yang jadi naik-turun. Tahun 2006 pinggang saya mulai terasa cedera.
Di masa itu penggunaan
sport science belum semaju sekarang, alat-alat yang ada juga belum selengkap sekarang.
Pada Kejuaraan Dunia 2007, saya sempat cedera sehingga dua minggu tak bisa latihan. Namun saya tetap berangkat karena jelang Kejuaraan Dunia saya merasa sudah sehat.
Di babak pertama, saya main kesulitan lawan Chetan Anand. Salah satu pengurus berkata pada saya untuk stop saja tidak usah dipaksakan bila memang sakit.
Lama-lama saya bisa beradaptasi dan lebih pintar dalam bermain dengan kondisi cedera tersebut. Saya bisa menang lawan Peter Gade dan Lee Chong Wei secara beruntun. Pengurus sampai bingung karena saya bisa menang dan masuk final padahal sakit. Di final laga lawan Lin Dan memang berat, saya memang kalah dari segi permainan.
Terus terang saya tidak menyangka bisa masuk final, karena target saya yang penting tampil. Saya juga cuma bawa pakaian sedikit karena saya juga pesimistis dan berpikir bakal kalah cepat. Ternyata saya bisa menang terus sehingga saya harus nyuci terus lantaran stok pakaian sedikit.
Hahaha..
 Dalam kondisi naik-turun, Sony Dwi Kuncoro meraih medali perak Kejuaraan Dunia 2007 tetapi kemudian gagal mendapat medali di Olimpiade Beijing 2008. (AFP/INDRANIL MUKHERJEE) |
Setahun kemudian, saya merasa terlalu percaya diri dengan kondisi tubuh saya di Olimpiade. Saya berlatih terlalu diforsir. Giliran saat bermain, saya merasa badan saya sakit semua dan mudah capek.
Itu salah satu kesalahan saya dan saya menyesal. Saya memang kalah di tangan Lee Chong Wei namun saat itu saya seolah tidak bisa memberikan perlawanan.
Harusnya saya tidak terlalu forsir tenaga saat latihan dan hanya habis-habisan di pertandingan. Namun dalam masa persiapan, saya merasa tubuh saya dalam kondisi bagus sehingga saya terus genjot latihan. Akhirnya, ketika melawan Lee Chong Wei, seolah-olah tinggal sisa ampasnya saja.
Di tahun 2008 saya sebenarnya mencatat prestasi bagus berupa hattrick super series. Kemenangan di Indonesia Open sebelum Olimpiade itu juga yang membuat saya merasa percaya diri dengan kondisi tubuh dalam persiapan menuju Olimpiade.
 Tahun 2008 Sony Dwi Kuncoro mencatat hattrick gelar super series, termasuk Indonesia Open. (AFP/BAY ISMOYO) |
Setahun berselang saya memutuskan menikah. Saya diberi izin seminggu, namun akhirnya saya nekat izin tiga minggu. Karena bagi saya tidak mungkin mengurus semua selama seminggu.
Pernikahan saya di Surabaya jadi tak mungkin bagi saya untuk datang, ijab-kabul depan penghulu, lalu pulang lagi ke Jakarta. Saya harus persiapan ini-itu sehingga saya nekat pergi selama tiga pekan.
Tiga pekan di Surabaya, saya sempat dapat ancaman tidak diberangkatkan ke Kejuaraan Dunia 2009. Saya dianggap tak punya persiapan padahal saya juga sempat latihan sendiri di Surabaya selama seminggu.
Ternyata saya dapat hasil bagus di Kejuaraan Dunia 2009. Saya mengalahkan Lee Chong Wei dan akhirnya merebut medali perunggu.