Penampilan saya kemudian terasa menurun saat terjadi pergantian pelatih di PBSI. Saya tidak bisa mengikuti pola latihan Mas Agus Dwi Santoso yang menitikberatkan pada fisik, seperti lebih banyak lari, latihan di gym, hingga memakai rompi pemberat.
Prestasi saya menurun hingga peringkat saya terlempar keluar 100 besar. Sampai akhirnya Li Mao masuk ke pelatnas Cipayung.
Saya awalnya juga tidak menganggap antusias kehadiran Li Mao. Ternyata dari Li Mao saya banyak dapat metode. Setelah sempat terlempar keluar 100 besar di 2012, saya bisa naik lagi ke peringkat empat pada akhir Januari 2013.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari Li Mao, saya banyak belajar metode bermain yang lebih efisien, begitu juga metode latihan. Prestasi saya lebih konsisten sehingga akhirnya bisa kembali ke papan atas.
Di tahun 2013, saya mengalami cedera pergelangan kaki. Pada tahun itu juga baru saja ada pergantian pengurus. Kondisi saya yang cedera membuat saya tidak bisa bermain di beberapa turnamen awal tahun.
Di pertengahan tahun, saya mendapat ultimatum. Saya harus tampil bagus di tiga kejuaraan, namun saya hanya dikirim main di Indonesia Open dan kalah dari Lee Chong Wei.
Saat itu saya merasa memang sudah waktunya saya harus keluar. Padahal saat saya dicoret pelatnas Cipayung, saya masih ada di peringkat kedelapan. Prestasi masih bagus dan belum terlalu hancur.
 Sony Dwi Kuncoro bermain dalam generasi emas badminton yang berisi Lin Dan, Taufik Hidayat, Lee Chong Wei, dan Peter Gade. (AFP/NOAH SEELAM) |
Dalam karier saya, saya berhadapan dengan banyak pemain hebat seperti Lin Dan, Taufik Hidayat, Lee Chong Wei, dan Peter Gade. Bagi saya, Lin Dan adalah lawan yang paling berat. Lin Dan pemain yang kuat plus dia juga pintar. Dia bisa konsisten tiap poin, sulit berharap melihat Lin Dan kehilangan poin beruntun.
Bila melawan Taufik, Lee Chong Wei, dan Peter Gade, saya merasa masih bisa mengimbangi dan bisa memahami pola permainan mereka. Tidak salah bila Lin Dan dijuluki 'Super Dan'.
Saya sebenarnya tidak terlalu memperhatikan bahwa saya bermain di generasi yang penuh dengan pemain hebat. Kalau ada yang berkata seperti itu pada saya, itu berarti saya juga termasuk pemain bagus. Karena kalau tidak bagus, tidak mungkin saya bisa meraih juara di beberapa turnamen dan mendapat medali di Olimpiade dan Kejuaraan Dunia.
Setelah keluar dari pelatnas, saya tampil lagi di Sirkuit Nasional. Memang ada rasa tidak enak, memang sakit, campur malu, namun saya tekankan bahwa saya ini siapa.
Saya itu belum puas bermain badminton. Saya masih penasaran dan target saya juga belum tercapai. Di badminton, target saya juga untuk mencari nafkah dan saya merasa belum mencukupi dan belum aman untuk persiapan pensiun dari badminton.
 Sony Dwi Kuncoro masih punya gairah untuk aktif di dunia badminton. (AFP/LIU JIN) |
Semua itu kembali ke diri masing-masing. Tidak ada orang hebat yang tahu-tahu langsung jadi hebat. Kalau saya masih siap dengan tujuan jadi pemain hebat tetapi kondisi sedang di bawah, saya tentu harus siap menapaki jalan yang dibutuhkan untuk kembali ke atas.
Tangga-tangga ini yang harus kembali dilewati. Kalau saya tidak mau menjalani proses ini, ya sudah lebih baik saya setop saja.
Saya ingat saya tampil di Sirnas sebagai pemenuhan permintaan sponsor. Sering saya dengar ada orang berbicara begini
'Wah turun gunung ya, tidak nyari dollar lagi, sekarang cari rupiah'.
Saya balas saja,
'Cuma cari keringat saja, Pak. Padahal cuma cari keringat saja tetapi anak-anak yang main di sini masih kalah. Padahal saya tidak pernah latihan'.
Saya bercanda, tetapi tentu sekalian membalas ucapan mereka yang pahit.
Saya bisa kembali juara di Singapore Open pada 2016, salah satu hasil bagus beserta beberapa hasil baik di turnamen lainnya.
Setelah itu saya sering kalah di babak pertama, babak kedua hingga akhirnya peringkat saya melorot jauh. Nah, di tahun 2020 ini saya sudah mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk ikut sejumlah turnamen.
Namun karena tahun Olimpiade, banyak pemain yang berburu poin, saya hanya masuk daftar
waiting list di beberapa turnamen awal tahun seperti di Malaysia. Terakhir saya coba ikut di China Masters, lalu kemudian ada corona sehingga semua turnamen terhenti.
Saya belum tahu apa yang bakal saya lakukan setelah ini karena saya juga tak tahu posisi peringkat saya nanti setelah aktif kembali. Yang penting saat ini saya coba tetap latihan saja meski tidak selalu intensif karena yang terpenting tidak berhenti total.
(ptr)
[Gambas:Video CNN]