Jakarta, CNN Indonesia --
Khabib Nurmagomedov vs Tony Ferguson resmi menjadi duel terkutuk di UFC setelah pertemuan kedua petarung yang dijadwalkan 18 April 2020 batal digelar karena pandemi Covid-19. Kali kelima duel gagal terlaksana.
Penyebaran virus corona jadi penyebab. UFC 249 kemudian diundur ke 9 Mei 2020 dengan Justin Gaethje menggantikan posisi Khabib untuk melawan Ferguson.
Di balik pembatalan ini, sikap keras kepala Dana White selaku Presiden UFC tetap menggelar pertarungan di tengah pandemi patut mendapat apresiasi. UFC berhasil membuktikan eksistensi MMA di saat mayoritas laga-laga olahraga kelas dunia lainnya terhenti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tentu bukan tanpa persiapan. Penyesuaian dan adaptasi menjadi kunci promotor asal Las Vegas itu bisa menyelenggarakan puluhan malam pertarungan pada 2020 di tengah pandemi.
"Kami menerapkan protokol kesehatan dan keselamatan yang baru, ditambah pengujian Covid yang ketat, dan bubble untuk semua acara. Kami sangat bangga dengan pencapaian kami selama setahun terakhir dengan 34 ajang dan terus berlanjut. Penonton siaran kami meningkat secara signifikan pada 2020," ujar UFC Senior Vice President Asia-Pacific, Kevin Chang, kepada CNNIndonesia.com.
"Tentu saja ada biaya signifikan yang menyertai operasi ini dan penggemar yang tidak bisa menghadiri acara langsung sebagai penyesuaian," sambung Chang sembari menyitir pernyataan White soal kesehatan dan keselamatan dalam penyelenggaraan UFC.
Tes swab untuk orang-orang yang terlibat, isolasi, penyemprotan disinfektan di berbagai tempat seperti oktagon, hotel, serta tempat latihan, serta serangkaian protokol kesehatan lainnya menjadi keharusan.
 UFC mengadakan pertarungan di masa pandemi dengan memberlakukan protokol kesehatan yang ketat. (USA TODAY Sports/Jeff Bottari) |
Hal lain yang tak kalah penting adalah melobi pihak-pihak yang berkepentingan memberikan izin.
Mengutip perkataan White, Chang menyebut UFC mengeluarkan jutaan dolar untuk memastikan acara berjalan dengan protokol kesehatan yang direstui pemerintah Las Vegas, Florida, dan Abu Dhabi. Di tiga lokasi itulah UFC menghelat pertarungan pada masa pandemi.
"Kesimpulannya, UFC telah menetapkan standar penyelenggaraan acara di era pandemi," ucap Chang.
"Ada pertimbangan dan tantangan berbeda untuk setiap negara tempat kami menyelenggarakan acara, tetapi sebagai organisasi olahraga besar pertama yang berhasil melakukannya, kami percaya bisa mempertahankan bisnis ini apapun situasinya," sambungnya.
[Gambas:Video CNN]
Indonesia Tiru Luar Negeri
Penyelenggaraan ajang MMA di level nasional pun terkendala pandemi Covid-19. Setelah menampilkan malam pertarungan ke-36 pada Februari 2020, One Pride baru kembali melaksanakan duel lagi enam bulan berselang.
Pihak promotor One Pride, PT Merah Putih Berkibar (PT MPB), mengaku kemunculan kembali event MMA paling populer di Indonesia ini pada masa pandemi tak lepas dari animo orang-orang yang hidup dari octagon.
Pertarungan yang tidak terselenggara memberi efek ekonomi pada petarung, pelatih, juga sasana tempat latihan atlet.
"Pada saat itu [setelah lebaran 2020] kami melihat banyak teriakan dari para praktisi MMA, para fighter. Kalau kita enggak bergerak, mungkin atlet-atletnya pada pensiun atau atlet-atlet kondisinya turun semua atau mungkin mereka kehilangan motivasi menjadi petarung," terang CEO PT MPB Fransino Tirta.
Demi dapat gelar malam pertarungan, permintaan izin pun dilakukan PT MPB ke Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), Satgas penanganan Covid-19, dan kepolisian.
Bahkan lantaran terkait industri kreatif serta izin venue di area Gelora Bung Karno, pihak penyelenggara juga sempat meminta izin ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Sekretariat Negara.
Pada akhirnya pertarungan One Pride bisa diselenggarakan dengan izin sebagai sebuah program televisi. Acara pun berlangsung di studio.
"Stasiun TV lain kan tetap produksi tuh, musik, dangdut, nah ini tetap event olahraga nasional dengan menggunakan area properti pribadi dan protokol kesehatannya dijaga. Pelaksanaan pertama bulan September dipantau Gugus Tugas," kata Eksekutif Produser TVOne, Syahlevi Latief, yang menangani penayangan program One Pride.
"Mereka inspeksi bagaimana setting tempat, masker, sarung tangan, disinfektan, sistem keluar masuk orang, jangan sampai ada penumpukan orang, jadi jadwal kita rapat banget karena benar-benar dipantau ketat."
 Penonton memenuhi venue ketika pertarungan MMA berlangsung sebelum masa pandemi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Pria yang akrab disapa Levi tersebut juga mengaku sistem produksi sampai persiapan petarung mengekor UFC yang lebih dulu bertahan di masa pandemi.
"Tapi kan UFC [petarungnya] pakai jet pribadi, di pulau sendiri, ini enggak. [Petarung] dari daerah tes rapid, kalau negatif bisa ke Jakarta, langsung dijemput mobil, tes swab, karantina, masuk hotel, isolasi, enggak ada interaksi dengan orang luar. Paling hanya dengan satu pendamping yang mereka bawa," ucap Levi.
Promotor lebih kecil punya kisah berbeda. Mereka tak bisa menggelar pertarungan karena terikat aturan dan kesulitan mendatangkan sponsor.
"Karena pandemi begini kami enggak bisa ngumpulin banyak orang. Kemarin ada rencana mau bikin enggak usah ada penonton, pakai live streaming YouTube, tapi sponsor melihat yang seru itu penontonnya. Jadi kami ikut tren aja," tutur Yoko Arthi Budiman yang sudah menjadi promotor acara tarung sebelum MMA populer empat tahun belakangan.
Petarung Bongkar Tabungan, Sasana Megap-megap
Hantaman pandemi juga mendarat di kantong para petarung MMA. Selain tak lagi dapat cuan dari berlaga, banyak pula petarung yang kehilangan pendapatan dari melatih lantaran sasana yang tutup atau anggota sasana yang enggan datang di tengah penyebaran virus corona.
"Biasanya kalau ada pertarungan dapat uang tanding, uang bonus dari sponsor. Selama enggak ada pertarungan susah juga, ya kami harus korek dana pribadi," aku Billy Pasulatan pemegang sabuk juara strawweight di One Pride.
Petarung asal Minahasa itu tercatat hanya sekali masuk octagon pada 2020. Beruntung, Billy memiliki bisnis lain yang bisa membuat keluarganya bertahan hidup. Dia mengaku tidak khawatir jika mendapat panggilan bertarung lagi di Jakarta di masa pandemi seperti ini.
"Ya tetap datang kalau ada panggilan. Jangan menolak-menolak panggilan, soalnya kan itu rezeki. Ya urusan yang lain belakangan, nanti saja itu. Pikiran-pikiran negatif dibuang dulu, apalagi di masa pandemi seperti ini, yang penting jaga diri," ucap Billy.
 Suasana latihan di sebuah sasana yang tetap buka di masa pandemi. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Adrian Mattheis, petarung yang memiliki kontrak dengan ajang internasional pun mengaku belum lagi naik ring selama satu tahun lebih.
"Kalau tarung One Champiopnship saya terakhir main 2019, tahun 2020 saya tidak tarung sama sekali," kata Adrian Mattheis.
Ia menjaga fisik dengan tetap berlaga brazilian jiu jitsu dan sparring dari gym ke gym. Ia menyatakan metode itu membuat tubuhnya siap dalam kondisi 70 persen. Sementara untuk pemasukan, ia mengakalinya dengan memberi latihan privat.
"Tidak banyak cuma empat orang karena Adrian harus latihan dan harus pintar bagi waktu," ucap petarung berjuluk Papua Badboy tersebut.
Guna mempersiapkan diri tampil dalam pertarungan, para atlet umumnya memang masih berlatih dan menjaga kondisi dengan mematuhi aturan protokol kesehatan di daerah masing-masing.
Menjaga fisik dengan latihan kebugaran adalah latihan yang umum dilakukan petarung. Sementara latihan teknik acap kali dilakukan sendiri, seperti melakukan shadow boxing.
Berlatih tanding memang sukar jadi opsi karena banyak yang khawatir ketularan atau menulari orang lain dalam pertarungan jarak dekat.
Sasana MMA juga tak kalah goyah dengan atlet-atletnya. Tempat latihan yang biasa mendapat pemasukan dari anggota yang berlatih, harus gigit jari di masa pandemi lantaran pemberlakuan pembatasan sosial.
Selain itu, kebiasaan orang yang berubah-berubah di masa pandemi pun turut membuat sasana atau gym kehilangan pendapatan.
"Apalagi bisnis olahraga harus berinteraksi langsung. Jadi ya memang amat sangat mengganggu. Bahkan persentase penurunan anggota itu signifikan, hampir 50 persen," ujar Angga Yudha Trisnamers, petarung MMA yang juga pemilik sasana Onfire Indonesia.
"Berbicara soal pemasukan sangat berkurang, berkurang banget. Ya merogoh kocek sendiri karena kan banyak faktor. Ada yang takut terpapar covid, itu alasan yang paling banyak," sambung pemilik sabuk juara kelas ringan One Pride.
Pos-pos pengeluaran seperti sewa tempat, listrik, pelatih, menjadi beban berat di dunia MMA ketika mayoritas orang masih memilih berdiam di rumah menghindari penyebaran Covid-19 yang kian menggila belakangan.